16 Juni 2013

DUNIA SEMU #8


CHAPTER 8 - VELIKA

            Setiap manusia telah ditakdirkan untuk menjalani kehidupannya masing-masing. Berjuta kemungkinan terjadi ketika manusia dihadapkan dengan berbagai jalan pilihan. Setiap keputusan yang diambil akan berdampak pada kehidupan selanjutnya. Begitupun juga dengan kemungkinan lain yang tidak diputuskan, semuanya akan berdampak pada kehidupan selanjutnya. Tak terhingga banyaknya jalan percabangan hidup yang dilalui manusia setiap detiknya, semua cabang tersebut akan menciptakan dunia-dunia lain yang tidak diketahui berjalan sejajar dengan kehidupan saat ini. Itulah dunia semu yang salah satunya sedang kujalani saat ini, dunia paralel.
***


            “Jadi kamu yakin pergi meninggalkan mereka secepat ini?” Dionze berbicara denganku sambil mengunyah roti yang digenggamnya.
            Hari ini cuaca cukup cerah, sudah kutetapkan bahwa hari ini adalah saat yang tepat untuk memulai perjalananku lagi. Aku dan Dionze akhirnya meninggalkan kediaman Amaryl. Dua hari yang cukup menyenangkan disana, tapi aku tak bisa membuang waktu terlalu lama agar dapat kembali pulang. Saat ini kami masih berada di wilayah barat Kota Emerald, masih sekitar satu hari perjalanan menuju istana Raja Algeas.
            “Yakin lah. Lagipula sekarang kita kan sudah di jalan, masa balik lagi.”
            “Ahhh.. Padahal aku sudah nyaman dengan tempat itu.”
            “Memang iya sih.. Tapi.. Aku tidak bisa terus berada di sana. Aku harus bertemu dengan Raja Algeas secepat mungkin. Lagian mereka juga akan segera meninggalkan rumah itu dan pergi menuju markas Arthemis.”
            “Huh, baiklah kalau begitu.”
            “Ngomong-ngomong apa tidak apa-apa kalau kamu terus bersamaku? Kamu sudah terlalu lama meninggalkan kerajaanmu.”
            “Tenang saja.. Aku akan kembali secepatnya setelah berhasil mengantarmu mencapai tujuanmu. Lagipula aku melakukan ini hanya untuk menebus kesalahanku waktu itu.”
            “Tapi bukankah membutuhkan waktu yang cukup lama untuk bisa sampai ke markasmu?”
            “Oh ya.. Aku belum memikirkan sampai kesana.” Dionze menjulurkan lidahnya sambil tersenyum.
            “Dasar aneh.” aku melihatnya dengan mata memicing, “Tapi, mudah-mudahan aku bisa membantu untuk mencarikanmu kendaraan.”
***

            Derap langkah kuda menggema dari ujung timur Kota Emerald. Seorang wanita berambut pendek potongan angled bobs[1] dengan warna kastanye mengendarai seekor kuda coklat yang berlari dengan cepatnya. Dia adalah Minagi Mikoto, seorang pengembara dari Kerajaan Yumekuni.
            Velika, sebuah kata yang terus menerus menggema di kepalanya saat ini. Ia terus memegang tali kekang kudanya dan menatap lurus ke depan seolah tak ada yang harus dihiraukan selain jalan di hadapannya.
            “Mimpiku akan segera terwujud. Aku yakin itu.”
***

            “Andai saja ada kendaraan umum seperti taksi atau kereta di dunia ini, pasti kita gak akan repot-repot berjalan kaki sampai berhari-hari seperti ini.” aku mengeluh pada diri sendiri.
            “Apa yang tadi kamu bicarakan?”
            “Eeuu.. Bukan apa-apa kok.. Hehe..”
            Sudah hampir dua minggu aku berada di dunia ini, masih jelas teringat bayangan mengenai kehidupanku sebelumnya di Bandung sebagai seorang mahasiswa. Terkadang hidup di dunia seperti ini mengajariku banyak hal akan arti kehidupan yang sebenarnya, selama ini aku hanya menganggap bahwa hidup hanya untuk dijalani apa adanya tak peduli apa yang akan terjadi selanjutnya. Melewatkan hari demi hari hanya digunakan untuk mengisi waktu tanpa tujuan. Semoga setelah aku kembali, aku dapat merasakan arti kehidupan yang sebenarnya seperti saat di dunia ini. Semoga saja.
            “Apa kamu mendengar suara langkah kuda yang kencang, Enutra?”
            “Suara langkah kuda?”
            Belum sempat aku melihat ke belakang, seorang wanita dengan kuda sedang melaju kencang berteriak ke arah kami.
            “MIIIINGGGGGIIIIIIIIRRRRR KALIAAAANNNN”
            ~BRUAAAKKK....
            Kami bertiga akhirnya bertabrakan cukup keras. Tak banyak yang kuingat setelah itu. Bagian belakang kepalaku membentur permukaan jalan dengan keras. Saat ini badanku tertindih oleh seseorang. Aku tidak tahu siapa, tapi sepertinya dia adalah orang yang tadi ada di atas kuda. Aku mengangkat tanganku dan memegang orang bodoh di atasku untuk mendorongnya bangun.
            “Hmm..??”
            Aku merasakan sesuatu yang aneh dan kenyal ditanganku. Aku meremasnya dua hingga tiga kali untuk memastikan apa benda kenyal dan elastis yang ada di tanganku.
            “WAAA...!!”
            Tiba-tiba sebuah teriakan keras terdengar di telingaku hingga kepalaku membentur jalan lagi. Pada saat yang sama, berat yang menimpa tubuhku menghilang.
            Di depanku, ada seorang wanita berdiri mengenakan pakaian yang agak terbuka berwarna biru muda dengan lambang putih di dadanya dan sebuah rok mini selutut disertai sebuah tongkat berwarna coklat di punggungnya. Pada saat itu entah kenapa dia melotot kearahku dengan mata yang terlihat sangat marah. Seluruh wajahnya memerah hingga ke telinganya dan kedua tangannya menyilang untuk melindungi dadanya.
            “Eh.. Dada…?”
            Aku segera sadar dengan apa yang baru saja kuremas dengan tangan kananku. Pada saat yang sama, agak sedikit terlambat untuk menyadari bahwa aku sedang berada dalam situasi yang berbahaya. Semua langkah menghindari bahaya yang biasanya aku lakukan tiba-tiba tidak bisa kugunakan. Sambil membuka dan menutup tangan kananku tanpa tahu harus melakukan apa dengannya, aku kemudian membuka mulutku.
            “Hai..” entah kenapa hanya kata inilah yang keluar dari mulutku.
            Kemarahan terlihat lebih jelas lagi di matanya. Itu adalah mata dari orang yang sudah berniat untuk mengeluarkan jurusnya dan akan segera menghajarku.
            “DASAR KAMU MESUM SIALAN!!” wanita itu berteriak ke arahku.
            Aku berpikir mungkin ini saat yang tepat untuk segera kabur. Tapi terlambat sudah, aku sudah terpental jauh oleh kekuatan yang sangat dahsyat hingga ke langit. Mengapa setiap pertemuan pertamaku dengan wanita di dunia ini harus berawal seperti ini?
            Sementara dari sebelah kiri wanita itu Dionze berteriak, “Hei kalian!! Tolong bantu aku menyingkirkan kuda ini dari badanku!!”
            Wanita itu melihat ke arah Dionze, “Cih, kalian berdua menghambat waktuku saja.”
            “Ugh.. Siapa kamu sebenarnya?! Kamu sendiri yang sudah menabrak kami berdua!” Dionze membalas perkataannya sambil menyingkirkan kuda yang tadi menghimpit badannya.
            “Aku Minagi Mikoto dari Kerajaan Yumekuni.”
            Sementara itu aku baru saja jatuh setelah tadi terlempar dari angkasa, “Sakitnyaa..”
            “Mikoto? Dari Kerajaan Yumekuni?” Dionze terlihat berpikir.
            “Ya.. Kamu pernah mendengar namaku?”
            “Tidak, aku belum pernah mendengar namamu.”
            “Ah sudahlah, apa yang kamu lakukan bersama si mesum itu di tempat sesepi ini berdua?”
            “Mesum katamu?” aku menyela sambil memicingkan mata.
            “Kami akan menuju Velika untuk bertemu dengan Raja Algeas.” Dionze menjawabnya dengan tenang.
            “Kebetulan sekali, aku pun akan segera ke sana. Tapi maaf saja, akulah yang akan terlebih dahulu sampai di sana.” ucap mikoto sambil menaiki kudanya.
            Namun tiba-tiba Mikoto terjatuh setelah menaiki kudanya. Sepertinya kudanya terluka setelah menabrak kami berdua, kakinya terlihat pincang dan kesulitan membawa beban di punggungnya.
            “Haha.. Itulah yang namanya karma.” aku menertawakan Mikoto.
            “Cih, sial! Kalau saja kalian tidak menghalangi jalanku, mungkin aku sudah sampai di Velika sejak tadi.” Mikoto terlihat sangat marah.
            “Kalau begitu mari kita pergi bersama.” dengan santainya Dionze berkata pada Mikoto.
            “Apa boleh buat meskipun aku tidak suka dengan kalian berdua.” Mikoto memalingkan wajahnya.
            “Tenang saja, biar aku yang menjaga si mesum itu darimu.”
            “Dasar pengkhianat.” aku menatap Dionze dengan sinis.
***

            Olympus, merupakan salah satu dari empat kerajaan di Dunia ini, kini sedang mengalami krisis yang cukup serius. Kekacauan mulai muncul dari luar maupun dari dalam tubuh kerajaan. Semua itu dimulai ketika Bangsa Remidi datang dan membangun kubah-kubah kegelapan di wilayah-wilayah terpenting mereka. Sudah sekitar empat buah kubah remidi telah muncul di kerajaan ini dan belum ada satupun kubah yang ditaklukan, termasuk salah satunya adalah di Hutan Emerald, wilayah sengkata yang berisikan sumber daya mineral terbesar yang pernah ada.
            Sudah lima hari semenjak penyerangan kubah di Hutan Emerald. Namun, keberadaan dari ketiga jendral dan para pasukannya belum juga diketahui. Mereka semua dikabarkan telah gugur oleh pasukan Remidi. Kabar tersebut telah memicu ketidakstabilan situasi politik di dalam kerajaan. Banyak yang mengatakan bahwa penyerangan tersebut adalah sebuah konspirasi politik untuk menggulingkan pemerintahan kerajaan. Meskipun itu hanya sebuah rumor, namun itu semua tidak menutup kemungkinan bahwa itulah kenyataan yang sebenarnya.
            Sebuah bangunan mirip benteng batu yang besar berdiri di barat Kota Atheins, Ibukota Kerajaan Olympus. Bangunan tersebut merupakan pusat pertahanan Kerajaan Olympus yang saat ini dipimpin oleh seorang jendral besar kerajaan, dia adalah pria berbadan besar dan tegap yang kini sedang berjalan menuju balkon lantai tiga. Wajahnya penuh dengan keseriusan dengan mata tajam menatap lurus menuju cakrawala. Rambut hitam ikal dengan potongan pendek semakin menguatkan sisi ketegasan dalam dirinya.
            “Sepertinya ini sudah saatnya.” jendral besar itu berkata dengan penuh percaya diri.
            Tiba-tiba seorang lelaki dengan pakaian seragam tentara kerajaan datang menghampiri dan berlutut padanya.
            “Jendral Besar Diksy, kami sudah menyiapkan kuda untuk anda.”
            “Terima kasih. Aku hargai usahamu.” jendral besar itu pun tersenyum dan meninggalkan ruangannya.
***

            “Dionze.. Berjalan bersamanya benar-benar membuatku tidak nyaman.” aku berkata pada Dionze sambil menampakkan ekspresi ketidaknyamanan.
            “Apa boleh buat, arah perjalan kita sama.”
            “Tapi kenapa tanganku harus diikat??”
            “Itu harus dilakukan untuk mencegah perbuatan mesummu lagi!” tiba-tiba Mikoto menyela.
            “Huhuhu..” aku tertunduk lesu.
            Saat ini kami bertiga sudah mulai memasuki perbatasan Kota Velika, ibu kota Kerajaan Eternality. Dari gerbang masuk kota sudah terlihat bangunan-bangunan besar beserta riuhnya penduduk kota yang sibuk. Dibandingkan dengan kota-kota sebelumnya yang sudah aku jelajahi di Dunia ini, rasanya kota Velika adalah kota terbesar yang pernah aku lihat.
            “Kita sudah sampai di Velika nih, berapa lama lagi kita bisa sampai ke Istana Algeas?”
            “Masih cukup jauh, tempatnya ada di pusat kota ini. Mungkin kita bisa sampai besok pagi.”
            “Oh begitu ya?”
            Kali ini Mikoto hanya diam saja melihat percakapan kami berdua. Dari pandangannya, sepertinya dia merasakan sesuatu yang aneh dari kami berdua.
            “Oy, Mikoto.. Tumben kamu diam saja?”
            “Sepertinya aku mengenal perisai yang ada di punggungmu itu.” Mikoto menunjuk perisai Cerberus yang ada di punggungku.
            “Oh ini? Ini perisai Cerberus.”
            “Perisai Cerberus? Jadi kamu Enutra si Ksatria Cerberus itu? Tidak dapat dipercaya kalau orang mesum sepertimu adalah ksatria Cerberus.”
            Aku menatap kesal padanya, “Dasar kau ini.. Tapi setidaknya kamu sudah mengetahui jati diriku yang sebenarnya.” aku sedikit menyombong dihadapannya.
            “Kalau begitu, aku ingin bertarung denganmu.”
            “Eeeehh??” aku terkejut dengan perkataannya.
            “Selama ini aku ingin mengetahui kemampuan orang yang mampu mengalahkan monster Cerberus itu. Tidak disangka ternyata dia adalah orang mesum sepertimu.” Mikoto memegang tongkatnya dan memasang posisi siap berkelahi.
            “Tu.. Tunggu.. Tujuan kita kemari kan untuk bertemu Raja Algeas?? Dionze, kenapa kamu malah diam saja??” aku mulai panik.
            “Sudah lama aku juga ingin melihat aksi bertarungmu.” Dionze hanya diam sambil menonton.
            “TAPI TANGANKU MASIH DIIKAT!!”
            Tiba-tiba ikatan di tanganku terlepas oleh cahaya yang sangat cepat.
            “Sudah ku lepas ikatanmu, mari kita bertarung.” Mikoto memasang kuda-kuda bertarung sambil memegang tongkat yang sejak tadi ada di punggungnya seolah sudah bersiap untuk menghajarku.
            “Hmm.. Baiklah.” aku mengeluarkan pedangku dari sarungnya dan memasang perisai cerberus di tangan kiriku.
            Aku tidak tahu apa mungkin aku bisa mengalahkannya. Sudah jelas bahwa yang mengalahkan monster Cerberus itu adalah diriku yang lain. Tapi dengan fisik Enutra yang sudah terlatih serta peralatan bertarung berlevel tinggi seperti ini, mungkin aku bisa menahan serangan-serangannya dan sesegera mungkin mengakhiri pertarungan dengannya.
            “Okay.. Supaya pertarungan ini bisa cepat selesai, aku akan menyerangmu lebih dulu.” aku menyerangnya terlebih dahulu dengan pedangku.
            Tapi, Mikoto sama sekali tidak melakukan pergerakan. Entah gerakan dia memang lambat atau tidak siap dengan seranganku, dia terlihat tidak berniat untuk menghindari seranganku.
            “Kamu tidak siap dengan seranganku hah??” aku berteriak pada Mikoto.
            Namun ketika aku mengayunkan pedangku, Mikoto tiba-tiba saja menghilang dari hadapanku. Aku terkejut melihat pergerakkan secepat itu. Sudah jelas aku tadi memastikan bahwa dia akan terkena seranganku, tapi kini dia sudah menghilang entah dimana.
            Sebelum aku menyadari kehadirannya kembali, aku merasakan tekanan yang sangat hebat mengenai punggungku. Ya, itu adalah Mikoto yang sudah tepat berada di belakangku sambil melakukan tendangan yang sangat kuat pada punggungku. Aku terlempar cukup jauh hingga mengenai pohon yang letaknya beberapa meter dari posisiku sebelumnya.
            “Jadi hanya itu saja kehebatan ksatria Cerberus ya? Padahal aku sama sekali belum mengeluarkan jurus-jurus spesialku.” Mikoto sedikit kecewa setelah dia berhasil menyudutkanku.
            Dionze yang sejak tadi memperhatikan pertarungan ini hanya terus duduk dan mengamati kami berdua. Entah mengapa, aku merasa takut kalau dia tidak akan mempercayaiku lagi setelah melihat pertarunganku yang payah dengan Mikoto.
            Aku kembali berdiri dan mencoba untuk menyerangnya sekali lagi.Tapi kali ini aku tidak akan gagal, yang harus aku perhatikan adalah pergerakannya. Aku berkonsentrasi dan menatapnya dengan tajam. Mikoto hanya diam berdiri melihatku dengan ekspresi wajah yang sombong.
            Dengan cepat aku berlari ke arahnya dan mengayunkan pedangku. Lagi-lagi ia hanya diam seolah pasrah menerima seranganku. Kemudian.. ~Zzzssaaahhh... Mikoto kembali menghilang dari hadapanku. Sepintas aku melihat bayangan putih dari samping kiriku dan kemudian..
            ~Dddaaaanggg...
           Seperti yang sudah kuperkirakan, ia sudah ada di belakangku. Tendangannya sempat ku tahan dengan perisaiku. Tanpa harus menunggu lama, aku memulai serangan keduaku dengan mengayunkan pedangku ke arahnya.
            Tapi..
            Lagi-lagi dia menghilang entah kemana. Kali ia tidak ada di belakangku. Aku terus memperhatikan sekitarku tapi mikoto masih belum terlihat. Tiba-tiba aku mendengar sesuatu yang mencurigakan dari atas kepalaku.
            Benar saja! Mikoto sejak tadi berada atasku seolah ia sedang terbang. Kemudian, tangannya ia rapatkan seperti sedang merapalkan sesuatu. Aku hanya terpaku melihatnya hingga akhirnya asap putih muncul dari tubuhnya dan mengeluarkan sesuatu seperti rudal-rudal yang mengarah padaku.
            Dengan cekatan aku menahan semua serangan rudal-rudal itu dengan tameng di tangan kiriku. Aku tak bisa bergerak menghadapi serangannya yang bertubi-tubi menghantam diriku.
            Serangan rudal itu pun berhenti. Mikoto yang tadi berada di atasku sudah tidak ada. Setelah kusadari, ternyata dia sudah ada di samping kiriku dan menyerangku dengan tongkat coklat miliknya. Meskipun keadaanku sedang tidak menguntungkan, tapi tangan kananku masih cekatan menahan serangannya dengan pedangku.
            Cahaya putih tiba-tiba muncul sesaat setelah pedangku dan tongkatnya saling bersentuhan hingga akhirnya kami berdua saling terpental dan terseret beberapa meter oleh gaya yang sangat besar. Aku tak tahu apa yang menyebabkan kami berdua saling terpental, tapi kemungkinan besar penyebabnya adalah kekuatan dari masing-masing senjata kami.
            Aku pun akhirnya berdiri dan menatap Mikoto yang juga sedang berusaha untuk bangkit kembali. Dionze masih duduk memperhatikan seolah bahwa pertarungan kami adalah tontonan yang sangat menarik. Aku kembali memasang kuda-kuda untuk bersiap jika Mikoto melakukan serangan tiba-tiba.
            Tapi..
            ~Dhhuaaaaarrrr....
            Tiba-tiba saja aku mendengar suara ledakan yang sangat besar dari arah pusat kota sebelum kami kembali bertarung. Suasana menjadi hening setelah kami semua mendengar suara ledakan tersebut.
            “Kalian mendengarnya?” aku bertanya pada Mikoto dan Dionze.
            “Ya, sepertinya ledakan itu dari arah pusat kota.”
            Kami semua akhirnya sepakat menghentikan pertarungan kami dan kemudian berlari menuju sumber ledakan tersebut. Entah suara ledakan apa itu, tapi aku sangat khawatir jika itu adalah serangan dari Bangsa Remidi.
***


[1] Ciri khas gaya potongan rambut ini adalah dengan memendekkan bagian belakang dan berangsur-angsur semakin panjang di bagian depan.

1 komentar:

:10 :11 :12 :13 :14 :15 :16 :17
:18 :19 :20 :21 :22 :23 :24 :25
:26 :27 :28 :29 :30 :31 :32 :33
:34 :35 :36 :37 :38 :39