CHAPTER 8 - VELIKA
Setiap
manusia telah ditakdirkan untuk menjalani kehidupannya masing-masing. Berjuta
kemungkinan terjadi ketika manusia dihadapkan dengan berbagai jalan pilihan.
Setiap keputusan yang diambil akan berdampak pada kehidupan selanjutnya.
Begitupun juga dengan kemungkinan lain yang tidak diputuskan, semuanya akan
berdampak pada kehidupan selanjutnya. Tak terhingga banyaknya jalan percabangan
hidup yang dilalui manusia setiap detiknya, semua cabang tersebut akan
menciptakan dunia-dunia lain yang tidak diketahui berjalan sejajar dengan
kehidupan saat ini. Itulah dunia semu yang salah satunya sedang kujalani saat
ini, dunia paralel.
***
“Jadi
kamu yakin pergi meninggalkan mereka secepat ini?” Dionze berbicara denganku
sambil mengunyah roti yang digenggamnya.
Hari
ini cuaca cukup cerah, sudah kutetapkan bahwa hari ini adalah saat yang tepat
untuk memulai perjalananku lagi. Aku dan Dionze akhirnya meninggalkan kediaman
Amaryl. Dua hari yang cukup menyenangkan disana, tapi aku tak bisa membuang
waktu terlalu lama agar dapat kembali pulang. Saat ini kami masih berada di
wilayah barat Kota Emerald, masih sekitar satu hari perjalanan menuju istana
Raja Algeas.
“Yakin lah. Lagipula sekarang kita kan sudah di jalan, masa balik lagi.”
“Yakin lah. Lagipula sekarang kita kan sudah di jalan, masa balik lagi.”
“Ahhh..
Padahal aku sudah nyaman dengan tempat itu.”
“Memang
iya sih.. Tapi.. Aku tidak bisa terus berada di sana. Aku harus bertemu dengan
Raja Algeas secepat mungkin. Lagian mereka juga akan segera meninggalkan rumah
itu dan pergi menuju markas Arthemis.”
“Huh,
baiklah kalau begitu.”
“Ngomong-ngomong
apa tidak apa-apa kalau kamu terus bersamaku? Kamu sudah terlalu lama
meninggalkan kerajaanmu.”
“Tenang
saja.. Aku akan kembali secepatnya setelah berhasil mengantarmu mencapai
tujuanmu. Lagipula aku melakukan ini hanya untuk menebus kesalahanku waktu itu.”
“Tapi
bukankah membutuhkan waktu yang cukup lama untuk bisa sampai ke markasmu?”
“Oh
ya.. Aku belum memikirkan sampai kesana.” Dionze menjulurkan lidahnya sambil
tersenyum.
“Dasar
aneh.” aku melihatnya dengan mata memicing, “Tapi, mudah-mudahan aku bisa
membantu untuk mencarikanmu kendaraan.”
***
Derap
langkah kuda menggema dari ujung timur Kota Emerald. Seorang wanita berambut pendek
potongan angled bobs[1]
dengan warna kastanye mengendarai seekor kuda coklat yang berlari dengan
cepatnya. Dia adalah Minagi Mikoto, seorang pengembara dari Kerajaan Yumekuni.
Velika,
sebuah kata yang terus menerus menggema di kepalanya saat ini. Ia terus
memegang tali kekang kudanya dan menatap lurus ke depan seolah tak ada yang harus
dihiraukan selain jalan di hadapannya.
“Mimpiku
akan segera terwujud. Aku yakin itu.”
***
“Andai
saja ada kendaraan umum seperti taksi atau kereta di dunia ini, pasti kita gak
akan repot-repot berjalan kaki sampai berhari-hari seperti ini.” aku mengeluh
pada diri sendiri.
“Apa
yang tadi kamu bicarakan?”
“Eeuu.. Bukan apa-apa kok.. Hehe..”
“Eeuu.. Bukan apa-apa kok.. Hehe..”
Sudah
hampir dua minggu aku berada di dunia ini, masih jelas teringat bayangan
mengenai kehidupanku sebelumnya di Bandung sebagai seorang mahasiswa. Terkadang
hidup di dunia seperti ini mengajariku banyak hal akan arti kehidupan yang
sebenarnya, selama ini aku hanya menganggap bahwa hidup hanya untuk dijalani
apa adanya tak peduli apa yang akan terjadi selanjutnya. Melewatkan hari demi
hari hanya digunakan untuk mengisi waktu tanpa tujuan. Semoga setelah aku
kembali, aku dapat merasakan arti kehidupan yang sebenarnya seperti saat di
dunia ini. Semoga saja.
“Apa
kamu mendengar suara langkah kuda yang kencang, Enutra?”
“Suara
langkah kuda?”
Belum
sempat aku melihat ke belakang, seorang wanita dengan kuda sedang melaju
kencang berteriak ke arah kami.
“MIIIINGGGGGIIIIIIIIRRRRR
KALIAAAANNNN”
~BRUAAAKKK....
Kami
bertiga akhirnya bertabrakan cukup keras. Tak banyak yang kuingat setelah itu.
Bagian belakang kepalaku membentur permukaan jalan dengan keras. Saat ini
badanku tertindih oleh seseorang. Aku tidak tahu siapa, tapi sepertinya dia
adalah orang yang tadi ada di atas kuda. Aku mengangkat tanganku dan memegang
orang bodoh di atasku untuk mendorongnya bangun.
“Hmm..??”
Aku
merasakan sesuatu yang aneh dan kenyal ditanganku. Aku meremasnya dua hingga
tiga kali untuk memastikan apa benda kenyal dan elastis yang ada di tanganku.
“WAAA...!!”
Tiba-tiba
sebuah teriakan keras terdengar di telingaku hingga kepalaku membentur jalan
lagi. Pada saat yang sama, berat yang menimpa tubuhku menghilang.
Di
depanku, ada seorang wanita berdiri mengenakan pakaian yang agak terbuka
berwarna biru muda dengan lambang putih di dadanya dan sebuah rok mini selutut
disertai sebuah tongkat berwarna coklat di punggungnya. Pada saat itu entah kenapa
dia melotot kearahku dengan mata yang terlihat sangat marah. Seluruh wajahnya
memerah hingga ke telinganya dan kedua tangannya menyilang untuk melindungi
dadanya.
“Eh..
Dada…?”
Aku
segera sadar dengan apa yang baru saja kuremas dengan tangan kananku. Pada saat
yang sama, agak sedikit terlambat untuk menyadari bahwa aku sedang berada dalam
situasi yang berbahaya. Semua langkah menghindari bahaya yang biasanya aku
lakukan tiba-tiba tidak bisa kugunakan. Sambil membuka dan menutup tangan
kananku tanpa tahu harus melakukan apa dengannya, aku kemudian membuka mulutku.
“Hai..”
entah kenapa hanya kata inilah yang keluar dari mulutku.
Kemarahan
terlihat lebih jelas lagi di matanya. Itu adalah mata dari orang yang sudah
berniat untuk mengeluarkan jurusnya dan akan segera menghajarku.
“DASAR
KAMU MESUM SIALAN!!” wanita itu berteriak ke arahku.
Aku
berpikir mungkin ini saat yang tepat untuk segera kabur. Tapi terlambat sudah,
aku sudah terpental jauh oleh kekuatan yang sangat dahsyat hingga ke langit.
Mengapa setiap pertemuan pertamaku dengan wanita di dunia ini harus berawal
seperti ini?
Sementara
dari sebelah kiri wanita itu Dionze berteriak, “Hei kalian!! Tolong bantu aku
menyingkirkan kuda ini dari badanku!!”
Wanita
itu melihat ke arah Dionze, “Cih, kalian berdua menghambat waktuku saja.”
“Ugh..
Siapa kamu sebenarnya?! Kamu sendiri yang sudah menabrak kami berdua!” Dionze
membalas perkataannya sambil menyingkirkan kuda yang tadi menghimpit badannya.
“Aku
Minagi Mikoto dari Kerajaan Yumekuni.”
Sementara
itu aku baru saja jatuh setelah tadi terlempar dari angkasa, “Sakitnyaa..”
“Mikoto?
Dari Kerajaan Yumekuni?” Dionze terlihat berpikir.
“Ya..
Kamu pernah mendengar namaku?”
“Tidak,
aku belum pernah mendengar namamu.”
“Ah
sudahlah, apa yang kamu lakukan bersama si mesum itu di tempat sesepi ini
berdua?”
“Mesum
katamu?” aku menyela sambil memicingkan mata.
“Kami
akan menuju Velika untuk bertemu dengan Raja Algeas.” Dionze menjawabnya dengan
tenang.
“Kebetulan sekali, aku pun akan segera ke sana. Tapi maaf saja, akulah yang akan terlebih dahulu sampai di sana.” ucap mikoto sambil menaiki kudanya.
“Kebetulan sekali, aku pun akan segera ke sana. Tapi maaf saja, akulah yang akan terlebih dahulu sampai di sana.” ucap mikoto sambil menaiki kudanya.
Namun
tiba-tiba Mikoto terjatuh setelah menaiki kudanya. Sepertinya kudanya terluka
setelah menabrak kami berdua, kakinya terlihat pincang dan kesulitan membawa
beban di punggungnya.
“Haha..
Itulah yang namanya karma.” aku menertawakan Mikoto.
“Cih,
sial! Kalau saja kalian tidak menghalangi jalanku, mungkin aku sudah sampai di
Velika sejak tadi.” Mikoto terlihat sangat marah.
“Kalau
begitu mari kita pergi bersama.” dengan santainya Dionze berkata pada Mikoto.
“Apa
boleh buat meskipun aku tidak suka dengan kalian berdua.” Mikoto memalingkan
wajahnya.
“Tenang
saja, biar aku yang menjaga si mesum itu darimu.”
“Dasar
pengkhianat.” aku menatap Dionze dengan sinis.
***
Olympus,
merupakan salah satu dari empat kerajaan di Dunia ini, kini sedang mengalami
krisis yang cukup serius. Kekacauan mulai muncul dari luar maupun dari dalam
tubuh kerajaan. Semua itu dimulai ketika Bangsa Remidi datang dan membangun
kubah-kubah kegelapan di wilayah-wilayah terpenting mereka. Sudah sekitar empat
buah kubah remidi telah muncul di kerajaan ini dan belum ada satupun kubah yang
ditaklukan, termasuk salah satunya adalah di Hutan Emerald, wilayah sengkata
yang berisikan sumber daya mineral terbesar yang pernah ada.
Sudah
lima hari semenjak penyerangan kubah di Hutan Emerald. Namun, keberadaan dari
ketiga jendral dan para pasukannya belum juga diketahui. Mereka semua
dikabarkan telah gugur oleh pasukan Remidi. Kabar tersebut telah memicu
ketidakstabilan situasi politik di dalam kerajaan. Banyak yang mengatakan bahwa
penyerangan tersebut adalah sebuah konspirasi politik untuk menggulingkan
pemerintahan kerajaan. Meskipun itu hanya sebuah rumor, namun itu semua tidak
menutup kemungkinan bahwa itulah kenyataan yang sebenarnya.
Sebuah
bangunan mirip benteng batu yang besar berdiri di barat Kota Atheins, Ibukota
Kerajaan Olympus. Bangunan tersebut merupakan pusat pertahanan Kerajaan Olympus
yang saat ini dipimpin oleh seorang jendral besar kerajaan, dia adalah pria
berbadan besar dan tegap yang kini sedang berjalan menuju balkon lantai tiga.
Wajahnya penuh dengan keseriusan dengan mata tajam menatap lurus menuju
cakrawala. Rambut hitam ikal dengan potongan pendek semakin menguatkan sisi
ketegasan dalam dirinya.
“Sepertinya
ini sudah saatnya.” jendral besar itu berkata dengan penuh percaya diri.
Tiba-tiba
seorang lelaki dengan pakaian seragam tentara kerajaan datang menghampiri dan
berlutut padanya.
“Jendral
Besar Diksy, kami sudah menyiapkan kuda untuk anda.”
“Terima
kasih. Aku hargai usahamu.” jendral besar itu pun tersenyum dan meninggalkan
ruangannya.
***
“Dionze..
Berjalan bersamanya benar-benar membuatku tidak nyaman.” aku berkata pada
Dionze sambil menampakkan ekspresi ketidaknyamanan.
“Apa
boleh buat, arah perjalan kita sama.”
“Tapi
kenapa tanganku harus diikat??”
“Itu
harus dilakukan untuk mencegah perbuatan mesummu lagi!” tiba-tiba Mikoto
menyela.
“Huhuhu..”
aku tertunduk lesu.
Saat
ini kami bertiga sudah mulai memasuki perbatasan Kota Velika, ibu kota Kerajaan
Eternality. Dari gerbang masuk kota sudah terlihat bangunan-bangunan besar beserta
riuhnya penduduk kota yang sibuk. Dibandingkan dengan kota-kota sebelumnya yang
sudah aku jelajahi di Dunia ini, rasanya kota Velika adalah kota terbesar yang
pernah aku lihat.
“Kita
sudah sampai di Velika nih, berapa lama lagi kita bisa sampai ke Istana
Algeas?”
“Masih
cukup jauh, tempatnya ada di pusat kota ini. Mungkin kita bisa sampai besok
pagi.”
“Oh
begitu ya?”
Kali
ini Mikoto hanya diam saja melihat percakapan kami berdua. Dari pandangannya,
sepertinya dia merasakan sesuatu yang aneh dari kami berdua.
“Oy,
Mikoto.. Tumben kamu diam saja?”
“Sepertinya aku mengenal perisai yang ada di punggungmu itu.” Mikoto menunjuk perisai Cerberus yang ada di punggungku.
“Sepertinya aku mengenal perisai yang ada di punggungmu itu.” Mikoto menunjuk perisai Cerberus yang ada di punggungku.
“Oh
ini? Ini perisai Cerberus.”
“Perisai
Cerberus? Jadi kamu Enutra si Ksatria Cerberus itu? Tidak dapat dipercaya kalau
orang mesum sepertimu adalah ksatria Cerberus.”
Aku
menatap kesal padanya, “Dasar kau ini.. Tapi setidaknya kamu sudah mengetahui
jati diriku yang sebenarnya.” aku sedikit menyombong dihadapannya.
“Kalau
begitu, aku ingin bertarung denganmu.”
“Eeeehh??”
aku terkejut dengan perkataannya.
“Selama
ini aku ingin mengetahui kemampuan orang yang mampu mengalahkan monster
Cerberus itu. Tidak disangka ternyata dia adalah orang mesum sepertimu.” Mikoto
memegang tongkatnya dan memasang posisi siap berkelahi.
“Tu..
Tunggu.. Tujuan kita kemari kan untuk bertemu Raja Algeas?? Dionze, kenapa kamu
malah diam saja??” aku mulai panik.
“Sudah
lama aku juga ingin melihat aksi bertarungmu.” Dionze hanya diam sambil
menonton.
“TAPI
TANGANKU MASIH DIIKAT!!”
Tiba-tiba
ikatan di tanganku terlepas oleh cahaya yang sangat cepat.
“Sudah
ku lepas ikatanmu, mari kita bertarung.” Mikoto memasang kuda-kuda bertarung
sambil memegang tongkat yang sejak tadi ada di punggungnya seolah sudah bersiap
untuk menghajarku.
“Hmm..
Baiklah.” aku mengeluarkan pedangku dari sarungnya dan memasang perisai
cerberus di tangan kiriku.
Aku
tidak tahu apa mungkin aku bisa mengalahkannya. Sudah jelas bahwa yang
mengalahkan monster Cerberus itu adalah diriku yang lain. Tapi dengan fisik
Enutra yang sudah terlatih serta peralatan bertarung berlevel tinggi seperti
ini, mungkin aku bisa menahan serangan-serangannya dan sesegera mungkin
mengakhiri pertarungan dengannya.
“Okay..
Supaya pertarungan ini bisa cepat selesai, aku akan menyerangmu lebih dulu.”
aku menyerangnya terlebih dahulu dengan pedangku.
Tapi,
Mikoto sama sekali tidak melakukan pergerakan. Entah gerakan dia memang lambat
atau tidak siap dengan seranganku, dia terlihat tidak berniat untuk menghindari
seranganku.
“Kamu
tidak siap dengan seranganku hah??” aku berteriak pada Mikoto.
Namun
ketika aku mengayunkan pedangku, Mikoto tiba-tiba saja menghilang dari
hadapanku. Aku terkejut melihat pergerakkan secepat itu. Sudah jelas aku tadi
memastikan bahwa dia akan terkena seranganku, tapi kini dia sudah menghilang
entah dimana.
Sebelum
aku menyadari kehadirannya kembali, aku merasakan tekanan yang sangat hebat
mengenai punggungku. Ya, itu adalah Mikoto yang sudah tepat berada di
belakangku sambil melakukan tendangan yang sangat kuat pada punggungku. Aku
terlempar cukup jauh hingga mengenai pohon yang letaknya beberapa meter dari posisiku
sebelumnya.
“Jadi
hanya itu saja kehebatan ksatria Cerberus ya? Padahal aku sama sekali belum mengeluarkan
jurus-jurus spesialku.” Mikoto sedikit kecewa setelah dia berhasil
menyudutkanku.
Dionze
yang sejak tadi memperhatikan pertarungan ini hanya terus duduk dan mengamati
kami berdua. Entah mengapa, aku merasa takut kalau dia tidak akan mempercayaiku
lagi setelah melihat pertarunganku yang payah dengan Mikoto.
Aku
kembali berdiri dan mencoba untuk menyerangnya sekali lagi.Tapi kali ini aku
tidak akan gagal, yang harus aku perhatikan adalah pergerakannya. Aku
berkonsentrasi dan menatapnya dengan tajam. Mikoto hanya diam berdiri melihatku
dengan ekspresi wajah yang sombong.
Dengan
cepat aku berlari ke arahnya dan mengayunkan pedangku. Lagi-lagi ia hanya diam
seolah pasrah menerima seranganku. Kemudian.. ~Zzzssaaahhh... Mikoto kembali menghilang dari hadapanku. Sepintas
aku melihat bayangan putih dari samping kiriku dan kemudian..
~Dddaaaanggg...
Seperti yang sudah kuperkirakan,
ia sudah ada di belakangku. Tendangannya sempat ku tahan dengan perisaiku.
Tanpa harus menunggu lama, aku memulai serangan keduaku dengan mengayunkan
pedangku ke arahnya.
Tapi..
Lagi-lagi
dia menghilang entah kemana. Kali ia tidak ada di belakangku. Aku terus
memperhatikan sekitarku tapi mikoto masih belum terlihat. Tiba-tiba aku
mendengar sesuatu yang mencurigakan dari atas kepalaku.
Benar
saja! Mikoto sejak tadi berada atasku seolah ia sedang terbang. Kemudian,
tangannya ia rapatkan seperti sedang merapalkan sesuatu. Aku hanya terpaku
melihatnya hingga akhirnya asap putih muncul dari tubuhnya dan mengeluarkan
sesuatu seperti rudal-rudal yang mengarah padaku.
Dengan
cekatan aku menahan semua serangan rudal-rudal itu dengan tameng di tangan
kiriku. Aku tak bisa bergerak menghadapi serangannya yang bertubi-tubi
menghantam diriku.
Serangan
rudal itu pun berhenti. Mikoto yang tadi berada di atasku sudah tidak ada.
Setelah kusadari, ternyata dia sudah ada di samping kiriku dan menyerangku
dengan tongkat coklat miliknya. Meskipun keadaanku sedang tidak menguntungkan,
tapi tangan kananku masih cekatan menahan serangannya dengan pedangku.
Cahaya
putih tiba-tiba muncul sesaat setelah pedangku dan tongkatnya saling
bersentuhan hingga akhirnya kami berdua saling terpental dan terseret beberapa
meter oleh gaya yang sangat besar. Aku tak tahu apa yang menyebabkan kami
berdua saling terpental, tapi kemungkinan besar penyebabnya adalah kekuatan
dari masing-masing senjata kami.
Aku
pun akhirnya berdiri dan menatap Mikoto yang juga sedang berusaha untuk bangkit
kembali. Dionze masih duduk memperhatikan seolah bahwa pertarungan kami adalah
tontonan yang sangat menarik. Aku kembali memasang kuda-kuda untuk bersiap jika
Mikoto melakukan serangan tiba-tiba.
Tapi..
~Dhhuaaaaarrrr....
Tiba-tiba
saja aku mendengar suara ledakan yang sangat besar dari arah pusat kota sebelum
kami kembali bertarung. Suasana menjadi hening setelah kami semua mendengar
suara ledakan tersebut.
“Kalian
mendengarnya?” aku bertanya pada Mikoto dan Dionze.
“Ya,
sepertinya ledakan itu dari arah pusat kota.”
Kami
semua akhirnya sepakat menghentikan pertarungan kami dan kemudian berlari
menuju sumber ledakan tersebut. Entah suara ledakan apa itu, tapi aku sangat
khawatir jika itu adalah serangan dari Bangsa Remidi.
***
[1] Ciri
khas gaya potongan rambut ini adalah dengan
memendekkan
bagian belakang dan berangsur-angsur semakin panjang di bagian depan.
:18 :19 :20 :21 :22 :23 :24 :25
:26 :27 :28 :29 :30 :31 :32 :33
:34 :35 :36 :37 :38 :39
Selanjutnya: CHAPTER 9 - TERURAI
BalasHapus