24 Juni 2013

DUNIA SEMU #9


CHAPTER 9 - TERURAI

            ~Dhhuaaaaarrrr....
            Tiba-tiba saja terdengar suara ledakan yang sangat besar dari arah pusat Kota Velika. Suasana berubah menjadi hening. Kami bertiga terdiam dan saling menatap.
            “Kalian mendengarnya?”
            “Ya, sepertinya ledakan itu dari arah pusat kota.”
            Sepertinya pikiranku sama dengan mereka berdua, sudah dipastikan suara ledakan ini adalah sebuah serangan bom! Kota Velika telah diserang! Apakah Remidi sudah mulai menyerang Kota Velika? Aku mulai panik, jangan biarkan kota ini hancur sebelum aku bertemu Raja Algeas.

            Berbeda dengan seluruh seluruh warga yang berlari menjauh, kami bertiga pergi menuju sumber ledakan. Situasi sangat kacau saat ini, kuda Mikoto hilang ditelan ribuan warga yang berlarian tak terkendali. Semua orang berada dalam kepanikan dan mulai berusaha untuk meninggalkan kotanya. Mereka tidak ingin menjadi korban kekejaman Bangsa Remidi seperti yang telah terjadi lima tahun lalu di Soracca.
            Diantara kekacauan ini, aku melihat Dionze seperti sedang mengawasi dan memerhatikan seluruh sisi kota dari segala arah sambil terus berlari.
            “Ada apa, Dionze?”    
            “Aneh, tak ada satu pun kubah kegelapan ataupun pilar cahaya yang menjulang ke langit seperti serangan-serangan Bangsa Remidi sebelumnya.”
            Benar dengan apa yang dikatakan Dionze, sebelumnya kucing aneh yang sempat berbicara denganku juga pernah mengatakan bahwa kubah kegelapan adalah tempat Bangsa Remidi berada. Jika memang begitu, apa mungkin serangan ini bukanlah serangan dari Bangsa Remidi? Ataukah ledakan ini adalah pertama kalinya bagi Bangsa Remidi menyerang tanpa kubah kegelapan dan pilar cahaya?
            Aku berhenti sejenak dan bertanya pada Dionze, “Dionze, bolehkah aku bertanya sesuatu padamu?”
            “Teruslah berlari, aku akan menjawab pertanyaanmu sambil berlari.”
            “Baiklah.” aku kembali berlari dan kembali bertanya, “Apakah semua serangan Bangsa Remidi selalu disertai dengan adanya kubah kegelapan dan pilar cahaya?”
            “Selama ini aku belum pernah mendengar ada serangan Bangsa Remidi tanpa kedua hal tersebut. Aku masih belum yakin jika ini bukanlah serangan dari mereka, bisa saja mereka menggunakan taktik baru untuk menguasai kota ini.”
            “Taktik baru?”
            “Kalian berdua, aku rasa ini bukanlah serangan dari Bangsa Remidi.” Mikoto tiba-tiba menyela pembicaraan kami.
            “Bagaimana kau tahu itu?”
            “Akan ku jelaskan nanti setelah kita sampai di sumber ledakan. Sepertinya ini adalah sebuah jebakan.”
            Belum sempat kami bertiga sampai di tujuan kami, sebuah ledakan tiba-tiba terdengar kembali dari tempat yang berbeda. Tidak, ada dua ledakan lagi muncul dari masing-masing lokasi yang berbeda. Ada apa ini? Ini terlihat seperti serangan teroris yang sangat brutal, lebih parah daripada yang pernah terjadi di duniaku.
            Tak lama setelah dua ledakan terakhir, tiba-tiba saja muncul ledakan berikutnya berada tepat di bangunan yang ada di sebelahku. Tanah bergetar, kepulan asap menyebar, bangunan-bangunan runtuh. Kejadian tersebut hanya terjadi sepersekian detik, aku sama sekali tidak dapat menghindarinya. Penglihatanku pun akhirnya menjadi lebih gelap dan suara semakin lama semakin senyap. Entah apa yang terjadi berikutnya, tapi tubuhku terasa semakin lemah.
***

            Aku melayang di suatu tempat yang sangat gelap, sendirian, tak ada siapa pun selain diriku. Seluruh tubuh kecuali leher dan kepalaku tidak bisa digerakkan. Situasi seperti ini terasa pernah ku alami sebelumnya, tapi dimana? Dimana aku sekarang?
            Perlahan-lahan sebuah bulatan cahaya melayang dari kejauhan dan bergerak menuju ke arahku. Cahaya itu semakin lama terlihat jelas bentuknya. Bukan, itu bukan bulatan cahaya, cahaya itu membentuk seperti seorang manusia. Aku tidak tahu apakah dia adalah lelaki atau perempuan, yang aku lihat adalah seseorang dengan menggunakan jubah bertudung putih yang bersinar. Wajahnya sulit untuk dilihat karena tertutupi oleh tudungnya.
            “Sepertinya kamu memiliki masalah.”
            Tiba-tiba orang bertudung itu berbicara denganku. Dari suaranya bisa dipastikan bahwa dia adalah seorang lelaki. Tapi, suara itu mengingatkanku akan seseorang. Siapakah dia?
            Aku tak bisa bergerak sama sekali. Ingin rasanya aku berbicara dengannya, tapi mulutku sulit digerakkan dan suaraku pun tak bisa keluar.
            Lelaki berjubah itu mendekati dan mengelilingiku beberapa kali. Yang aku bisa lakukan hanya melihatnya berputar-putar mengelilingiku.
            “Hmm.. Aku minta maaf jika telah membuatmu berada pada situasi seperti ini.”
            Aku benar-benar seperti pernah bertemu dengannya.
            “Eril, mungkin kau masih bingung dengan keberadaanmu disini meskipun sudah pernah kuberitahu sebelumnya.”
            Aku mengingatnya! Aku memang pernah bertemu dengannya dengan wujud yang berbeda. Dia adalah kucing yang waktu itu pernah berbicara denganku. Kali ini dia menampakkan dirinya dengan wujud aslinya. Sial, saat ini dia membuatku tak berdaya ketika bertemu dengannya kembali.
            “Seluruh jagat raya ini memiliki misteri yang tak terbatas. Termasuk yang kau alami saat ini. Kamu adalah manusia terpilih. Manusia terpilih yang akan menyelamatkan dunia ini. Bukan hanya dunia ini, bahkan duniamu juga. Mengapa harus kau? Biarkanlah menjadi misteri. Tapi, setidaknya aku telah memberi tubuh Enutra beberapa kekuatan sebelum kau berada di dunia ini.”
            Kekuatan? Kenapa dia tiba-tiba membicarakan hal ini? Lagi pula, kekuatan apa yang telah dia berikan?
            “Hahaha.. Kau terlihat masih sangat kebingungan. Ingat mengapa tanganmu bisa menangkis serangan-serangan yang akan melukaimu? Itu bukanlah kekuatan dari Enutra. Enutra itu sama sepertimu. Itu adalah salah satu kekuatan yang telah kuberikan padanya sebelumnya.”
            Ternyata dugaanku salah selama ini. Tapi kenapa dia harus menjelaskan ini semua? Apa yang sebenarnya kualami saat ini?
            “Selagi kita masih bertemu, aku akan sedikit menceritakan mengenai kehidupan Enutra, orang yang kau tempati tubuhnya saat ini sebelum kau menggantikannya.”
            Lelaki berjubah itu mundur sedikit dan membalikan tubuhnya membelakangiku.
            “Seperti yang kau tahu, Enutra adalah dirimu yang berada pada dunia yang berbeda. Dia adalah salah satu lulusan berprestasi dari sebuah sekolah menengah akhir terbaik di kerajaannya, tapi itu semua bukan semata-mata sebuah kebetulan. Sebelum pertarungannya melawan monster cerberus, ia hanyalah seorang siswa biasa yang sama sekali tidak menonjol.”
            Aku semakin tidak mengerti dengan apa yang ia ceritakan.
            “Suatu hari, ia berangkat menuju sekolahnya seperti biasa. Di tengah perjalanan, tanpa diketahui olehnya tiba-tiba saja ia terhisap oleh suatu lingkaran hitam besar yang muncul dari permukaan tanah. Ia tertarik masuk entah kemana.”
            Lelaki bertudung itu perlahan berbalik menghadap ke arahku.
            “Setelah ia keluar dari lubang hitam itu, ia terjatuh di suatu tempat yang tidak ia kenali. Tempat itu seperti sebuah kota yang hancur akibat peperangan yang sangat dahsyat. Orang-orang berlarian ketakutan tak tentu arah. Hingga akhirnya ia menyadari bahwa dia sedang berada di tempat yang sangat jauh, Kerajaan Olympus.”
            Aku berpikir apakah lubang hitam yang ia katakan itu wormhole[1]?
            “Seekor monster besar dengan penampakan anjing raksasa berkepala tiga bernama cerberus tiba-tiba menghampirinya. Ternyata, monster itulah yang telah menyebabkan kekacauan ini. Enutra yang saat itu tidak mempunyai persiapan sama sekali, ia benar-benar ketakutan dengan apa yang terjadi padanya. Tapi, tiba-tiba saja sesuatu yang aneh terjadi padanya.”
            Yang aneh? Lama-lama aku mulai tertarik dengan ceritanya.
            “Enutra seperti dirasuki oleh sesuatu, tapi tidak seperti saat kau merasukinya, ia dirasuki oleh kekuatan yang sangat besar. Tangannya mengeluarkan cahaya. Cahaya itu perlahan berubah menjadi sebuah pedang hijau bernama ‘Dartmouth Eterna’. Tak ada yang tahu bagaimana pedang itu bisa muncul, namun pedang itu terlihat mempunyai kekuatan yang sangat besar.”
           Dartmouth Eterna, nama yang cukup bagus menurutku. Sudah kuduga bahwa pedang itu bukanlah pedang biasa.
            “Disaat pasukan dari Kerajaan Olympus mulai kewalahan dengan serangan cerberus, Enutra maju sendiri menghadapinya. Semua orang hanya bisa melihat apa yang telah terjadi, tak ada satu pun yang bisa mencegahnya untuk menghadapi monster berkepala tiga itu. Mereka semua terlalu takut untuk mendekati Enutra dan cerberus. Tapi ternyata mereka salah, Enutra bergerak sangat lincah. Matanya mengeluarkan cahaya putih. Mimik wajahnya memperlihatkan konsentrasi yang sangat tinggi. Beberapa kali monster itu menyerang, Enutra dapat menghindarinya dengan sempurna. Sebuah gerakan yang mungkin hanya bisa dilakukan oleh seorang prajurit elit tingkat tinggi. Ia melompat beberapa kali sambil menebas kulit tebal cerberus mulai dari kaki, perut, hingga lehernya.”
            Aku tercengang dengan apa yang ia ceritakan. Inilah pertama kalinya aku mendengar tentang bagaimana Enutra mengalahkan Cerberus.
            “Akhirnya monster itu mati dengan tiga kepalanya terputus oleh tebasan Enutra. Semua orang terpana melihatnya. Enutra berjalan menjauhi cerberus setelah berhasil mengalahkannya. Tapi, beberapa lama kemudian ia terjatuh dan tak sadarkan diri.”
            Terjatuh tak sadarkan diri?
            “Itulah kekuatan yang kuberikan pada Enutra. Sebuah kekuatan luar biasa yang hanya bisa dikeluarkan pada saat-saat tertentu. Aku tak bisa memberitahumu bagaimana cara untuk menggunakan kekuatan itu. Kau harus mencari sendiri cara untuk mengendalikannya. Kenapa? Karena kekuatan itu mempunyai sebuah kelemahan.”
            Kelemahan?
            “Saat kau menggunakan kekuatan itu, seluruh tubuhmu tidak bisa dikendalikan sepenuhnya. Dengan kata lain, kau seperti sedang dirasuki oleh kekuatan tersebut. Jika kau dapat menemukan cara untuk mengendalikannya, maka kau akan menjadi tak terkalahkan dan dapat sesegera mungkin menyelesaikan misimu. Tentu saja, kau bisa pulang kembali menuju duniamu.”
            Aku menyadari bahwa hal ini tidaklah mudah. Butuh waktu yang lama untuk mencari cara menggunakan kekuatan tersebut. Tapi aku sudah tidak tahan dengan ini semua, aku harus segera menyelesaikannya.
            “Baiklah, waktuku sudah habis untuk bertemu denganmu. Lain kali aku akan bertemu lagi denganmu. Segeralah bangun dari mimpimu dan selamatkan teman-temanmu. Bersemangatlah!”
            Perlahan lelaki berjubah putih itu melayang menjauhiku dan menghilang entah kemana. Semuanya kembali menjadi gelap dan sepi. Meskipun aku tak bisa berbuat banyak dengan keadaanku yang seperti ini, tapi aku mulai mengerti tentang keberadaanku di sini.
***

            Kakiku sakit sekali. Aku tidak ingat apa yang telah terjadi. Akhirnya aku tebangun dari mimpi aneh tadi. Entah ada dimana ini, kepulan asap yang menyesakkan menghalangi pandanganku. Sepertinya aku berada di antara reruntuhan bangunan. Sebongkah runtuhan bangunan menindih kaki kananku, pantas saja sejak tersadar tadi aku merasakan sakit dari kakiku.
            Terdengar beberapa ledakan dari kejauhan. Entah suara apa itu, tapi perlahan aku mulai mengingat apa yang telah terjadi padaku. Sebelumnya sebuah ledakan besar telah menghantamku hingga membuatku pingsan tak sadarkan diri. Dan kini aku sedang terbaring lemah dan kakiku terjepit oleh bongkahan bangunan yang cukup berat.
            Aku mengambil tameng di pungungku dan menggunakannya untuk mengungkit bongkahan yang menindih kaki kananku. Perlahan aku mulai berdiri, tapi rasanya sakit sekali. Kaki kananku sepertinya terluka cukup parah. Aku mencari Dionze dan Mikoto yang tadi masih bersamaku sebelum ledakan terjadi. Asap tebal sisa-sisa reruntuhan masih menghalangi pandanganku.
            Sedikit demi sedikit asap yang tadi mengepul cukup tebal mulai berangsur-angsur menghilang. Samar-samar mulai terlihat jelas apa yang ada di balik asap tebal tersebut.
            “Apa ini??”
            Aku terkejut melihat keadaan sekitarku yang porak poranda. Bangunan-bangunan hancur berkeping, pohon-pohon bertumbangan, dan yang paling menyedihkan adalah orang-orang bergeletakan tak berdaya dengan berbagai cidera di tubuhnya. Ini adalah perbuatan yang sangat keji! Bagaimana mungkin orang-orang tak berdosa seperti mereka harus merasakan penderitaan seperti ini?
            Aku menghampiri satu per satu orang-orang yang tergeletak untuk memastikan bahwa mereka masih hidup, tapi sebagian besar yang kutemui sudah tak bernyawa. Meski ada beberapa yang masih bertahan hidup, namun mereka memiliki cidera yang sangat parah. Mengapa bantuan belum juga datang? Andaikan saja Clairres ada di sini.
            Samar-samar aku seperti melihat sesuatu yang sudah pernah ku lihat sebelumnya. Sebuah pedang? Ya, aku melihat sebuah pedang tertancap di dekat sebuah bongkahan bangunan yang cukup besar. Aku menghampirinya untuk memastikan benda apa yang ku lihat itu.
            Ternyata benar apa yang kupikirkan! Itu adalah pedang Dionze! Dimana dia sekarang? Aku berusaha untuk mengangkat bongkahan batu besar di dekat pedang Dionze. Aku sempat berpikir bahwa dia sedang tertindih oleh bongkahan bangunan ini. Tapi setelah aku berhasil mengangkatnya, tak ada apapun di balik bongkahan tersebut. Aku tak menemukan Dionze!?
            “Dionze!! Dionze!!”
            Aku memanggilnya untuk mencari keberadaan dari Dionze, tapi tak ada satupun jawaban darinya. Sepintas aku melihat bayangan seseorang dari balik kepulan asap dan bongkahan pecahan bangunan lainnya. Tidak, itu adalah seseorang yang sedang membopong orang lain dengan kedua tangannya dan orang itu berjalan semakin mendekatiku.
            “Dionze! Syukurlah kau selamat!!”
            Ternyata dia adalah Dionze. Dia membopong Mikoto yang sedang terluka parah dengan tangannya.
            “Enutra, kau tidak apa-apa? Mikoto sedang tak sadarkan diri, kita harus secepatnya mencarikan bantuan.”
            “Benar! Bukan hanya Mikoto, semua orang yang terluka di sini harus segera mendapatkan pertolongan medis!”
            Dionze memperhatikan sekelilingnya, “Enutra, kita harus segera pergi dari sini.”
            “Apa maksudmu? Kita harus membantu mereka. Mereka benar-benar membutuhkan pertolongan!”
            “Lihat keadaanmu! Kau juga sedang terluka parah.”
            “Kau tega meninggalkan mereka dalam keadaan yang seperti ini?”
            “Kamu sama sekali tidak mengerti? Aku bilang kita harus segera pergi dari tempat ini!”
            Aku sama sekali tidak mengerti dengan sikap Dionze yang bersikeras untuk menyuruhku pergi dari sini seakan-akan ia telah kehilangan sisi kemanusiaannya. Apa mungkin sikap dia yang sebenarnya seperti ini? Meski dia adalah salah satu jendral dari musuh kerajaan ini, tapi ini seperti bukan dia yang sebenarnya. Tidak seperti saat dia mencoba membantu Amaryl dan Clairres, saat ini dia sangat acuh dengan sekitarnya kecuali terhadapku dan Mikoto.
            “Jangan salah paham, aku merasa ada yang tidak beres dengan kejadian ini.” Dionze menjelaskan padaku.
            Aku menoleh padanya dengan tatapan kebingungan.
            “Aku rasa kita telah dijebak. Persis dengan apa yang dikatakan Mikoto sebelum ledakan ini terjadi.”
            “Apa maksudmu?” aku masih tidak mengerti dengan apa yang telah dikatakan Dionze.
            “Akan ku jelaskan nanti, sebaiknya kita harus segera pergi dari sini.”
            Aku pun mulai mengikutinya dengan kaki yang terpincang. Meskipun hal ini masih terasa membingungkan bagiku, tapi aku percaya padanya.
            “Aduh!”
            “Kau masih bisa berjalan, Enutra?”
            “Sepertinya kaki kananku patah akibat tertindih oleh bongkahan bangunan tadi. Semakin lama aku semakin sulit berjalan. Rasanya sakit sekali.”
            “Biar aku coba untuk menyembuhkanmu.” tiba-tiba saja Mikoto yang sejak tadi tak sadarkan diri berbicara padaku.
            “Mikoto, kau tidak apa-apa?” Dionze memastikan keadaan Mikoto.
            “Tak apa-apa. Tolong turunkan aku, sepertinya aku bisa berjalan sendiri.”
            Mikoto akhirnya turun dari pangkuan Dionze. Badannya masih terlihat lemah, tapi ia masih mampu berdiri dan mendekatiku.
            “Mikoto, apa yang akan kau lakukan?”
            “Sudah, diam saja dulu kau, mesum. Biar begini aku juga bisa melakukan teknik healing.”
            Mikoto menempelkan telapak tangannya pada kaki kananku dan mengeluarkan cahaya putih seperti teknik healing yang pernah dilakukan Amaryl padaku. Sedikit demi sedikit rasa sakitku mulai berangsur hilang. Meski tak secepat Amaryl tapi dia melakukan teknik healing-nya dengan sempurna. Sementara Mikoto menyembuhkanku, Dionze memperhatikan sekitar seolah bahwa ia sedang diawasi.
            “Tolong cepat sedikit! Firasatku benar-benar tidak enak.”
            Akhirnya proses penyembuhan oleh Mikoto telah selesai, tapi keadaan Mikoto justru menjadi semakin melemah. Aku melihat dari hidungnya sempat meneteskan darah.
            “Mokoto, kau tidak apa-apa?”
            “Aku tidak apa-apa.”
            Tiba-tiba saja sekelompok orang dengan pakaian seperti tentara eropa abad pertengahan datang menghampiri kami bertiga. Dari dadanya terlihat sebuah lambang yang sama seperti yang ada di gerbang masuk kota ini. Sepertinya mereka ada tentara Kerajaan Eternality!
            “Sial, sudah terlambat.” Dionze bergumam.
            “Apa maksudmu?” aku bertanya pada Dionze.
            “Kami bertiga sungguh tidak bersalah! Ini adalah jebakan!” tiba-tiba saja Dionze berteriak pada sekelompok tentara dihadapannya.
            “Apa maksudmu? Tentu saja kami tidak akan menangkap kalian bertiga.” salah satu tentara itu berbicara pada kami.
            “Baguslah kalau begitu.” Dionze membalasnya.
            “Tapi, kami hanya akan menangkapmu atas kejadian ini!” tentara itu tiba-tiba menunjuk Dionze seolah dia adalah seorang penjahat besar.
            “APA??!!”
***


[1] Dalam fisika dan fiksi, wormhole (lubang cacing) adalah jalan pintas melalui ruang dan waktu.

1 komentar:

:10 :11 :12 :13 :14 :15 :16 :17
:18 :19 :20 :21 :22 :23 :24 :25
:26 :27 :28 :29 :30 :31 :32 :33
:34 :35 :36 :37 :38 :39