CHAPTER 9 - TERURAI
~Dhhuaaaaarrrr....
Tiba-tiba
saja terdengar suara ledakan yang sangat besar dari arah pusat Kota Velika.
Suasana berubah menjadi hening. Kami bertiga terdiam dan saling menatap.
“Kalian
mendengarnya?”
“Ya,
sepertinya ledakan itu dari arah pusat kota.”
Sepertinya
pikiranku sama dengan mereka berdua, sudah dipastikan suara ledakan ini adalah
sebuah serangan bom! Kota Velika telah diserang! Apakah Remidi sudah mulai
menyerang Kota Velika? Aku mulai panik, jangan biarkan kota ini hancur sebelum
aku bertemu Raja Algeas.
Berbeda
dengan seluruh seluruh warga yang berlari menjauh, kami bertiga pergi menuju
sumber ledakan. Situasi sangat kacau saat ini, kuda Mikoto hilang ditelan
ribuan warga yang berlarian tak terkendali. Semua orang berada dalam kepanikan
dan mulai berusaha untuk meninggalkan kotanya. Mereka tidak ingin menjadi
korban kekejaman Bangsa Remidi seperti yang telah terjadi lima tahun lalu di
Soracca.
Diantara
kekacauan ini, aku melihat Dionze seperti sedang mengawasi dan memerhatikan
seluruh sisi kota dari segala arah sambil terus berlari.
“Ada
apa, Dionze?”
“Aneh,
tak ada satu pun kubah kegelapan ataupun pilar cahaya yang menjulang ke langit
seperti serangan-serangan Bangsa Remidi sebelumnya.”
Benar
dengan apa yang dikatakan Dionze, sebelumnya kucing aneh yang sempat berbicara
denganku juga pernah mengatakan bahwa kubah kegelapan adalah tempat Bangsa
Remidi berada. Jika memang begitu, apa mungkin serangan ini bukanlah serangan
dari Bangsa Remidi? Ataukah ledakan ini adalah pertama kalinya bagi Bangsa
Remidi menyerang tanpa kubah kegelapan dan pilar cahaya?
Aku
berhenti sejenak dan bertanya pada Dionze, “Dionze, bolehkah aku bertanya
sesuatu padamu?”
“Teruslah
berlari, aku akan menjawab pertanyaanmu sambil berlari.”
“Baiklah.”
aku kembali berlari dan kembali bertanya, “Apakah semua serangan Bangsa Remidi
selalu disertai dengan adanya kubah kegelapan dan pilar cahaya?”
“Selama
ini aku belum pernah mendengar ada serangan Bangsa Remidi tanpa kedua hal
tersebut. Aku masih belum yakin jika ini bukanlah serangan dari mereka, bisa
saja mereka menggunakan taktik baru untuk menguasai kota ini.”
“Taktik baru?”
“Taktik baru?”
“Kalian
berdua, aku rasa ini bukanlah serangan dari Bangsa Remidi.” Mikoto tiba-tiba
menyela pembicaraan kami.
“Bagaimana
kau tahu itu?”
“Akan
ku jelaskan nanti setelah kita sampai di sumber ledakan. Sepertinya ini adalah
sebuah jebakan.”
Belum
sempat kami bertiga sampai di tujuan kami, sebuah ledakan tiba-tiba terdengar
kembali dari tempat yang berbeda. Tidak, ada dua ledakan lagi muncul dari masing-masing
lokasi yang berbeda. Ada apa ini? Ini terlihat seperti serangan teroris yang
sangat brutal, lebih parah daripada yang pernah terjadi di duniaku.
Tak
lama setelah dua ledakan terakhir, tiba-tiba saja muncul ledakan berikutnya
berada tepat di bangunan yang ada di sebelahku. Tanah bergetar, kepulan asap
menyebar, bangunan-bangunan runtuh. Kejadian tersebut hanya terjadi sepersekian
detik, aku sama sekali tidak dapat menghindarinya. Penglihatanku pun akhirnya menjadi
lebih gelap dan suara semakin lama semakin senyap. Entah apa yang terjadi
berikutnya, tapi tubuhku terasa semakin lemah.
***
Aku
melayang di suatu tempat yang sangat gelap, sendirian, tak ada siapa pun selain
diriku. Seluruh tubuh kecuali leher dan kepalaku tidak bisa digerakkan. Situasi
seperti ini terasa pernah ku alami sebelumnya, tapi dimana? Dimana aku
sekarang?
Perlahan-lahan
sebuah bulatan cahaya melayang dari kejauhan dan bergerak menuju ke arahku.
Cahaya itu semakin lama terlihat jelas bentuknya. Bukan, itu bukan bulatan
cahaya, cahaya itu membentuk seperti seorang manusia. Aku tidak tahu apakah dia
adalah lelaki atau perempuan, yang aku lihat adalah seseorang dengan
menggunakan jubah bertudung putih yang bersinar. Wajahnya sulit untuk dilihat
karena tertutupi oleh tudungnya.
“Sepertinya
kamu memiliki masalah.”
Tiba-tiba
orang bertudung itu berbicara denganku. Dari suaranya bisa dipastikan bahwa dia
adalah seorang lelaki. Tapi, suara itu mengingatkanku akan seseorang. Siapakah
dia?
Aku
tak bisa bergerak sama sekali. Ingin rasanya aku berbicara dengannya, tapi
mulutku sulit digerakkan dan suaraku pun tak bisa keluar.
Lelaki
berjubah itu mendekati dan mengelilingiku beberapa kali. Yang aku bisa lakukan
hanya melihatnya berputar-putar mengelilingiku.
“Hmm..
Aku minta maaf jika telah membuatmu berada pada situasi seperti ini.”
Aku
benar-benar seperti pernah bertemu dengannya.
“Eril,
mungkin kau masih bingung dengan keberadaanmu disini meskipun sudah pernah
kuberitahu sebelumnya.”
Aku
mengingatnya! Aku memang pernah bertemu dengannya dengan wujud yang berbeda.
Dia adalah kucing yang waktu itu pernah berbicara denganku. Kali ini dia
menampakkan dirinya dengan wujud aslinya. Sial, saat ini dia membuatku tak
berdaya ketika bertemu dengannya kembali.
“Seluruh
jagat raya ini memiliki misteri yang tak terbatas. Termasuk yang kau alami saat
ini. Kamu adalah manusia terpilih. Manusia terpilih yang akan menyelamatkan
dunia ini. Bukan hanya dunia ini, bahkan duniamu juga. Mengapa harus kau?
Biarkanlah menjadi misteri. Tapi, setidaknya aku telah memberi tubuh Enutra beberapa
kekuatan sebelum kau berada di dunia ini.”
Kekuatan?
Kenapa dia tiba-tiba membicarakan hal ini? Lagi pula, kekuatan apa yang telah
dia berikan?
“Hahaha..
Kau terlihat masih sangat kebingungan. Ingat mengapa tanganmu bisa menangkis
serangan-serangan yang akan melukaimu? Itu bukanlah kekuatan dari Enutra.
Enutra itu sama sepertimu. Itu adalah salah satu kekuatan yang telah kuberikan
padanya sebelumnya.”
Ternyata dugaanku salah selama ini. Tapi kenapa dia harus menjelaskan ini semua? Apa yang sebenarnya kualami saat ini?
Ternyata dugaanku salah selama ini. Tapi kenapa dia harus menjelaskan ini semua? Apa yang sebenarnya kualami saat ini?
“Selagi
kita masih bertemu, aku akan sedikit menceritakan mengenai kehidupan Enutra,
orang yang kau tempati tubuhnya saat ini sebelum kau menggantikannya.”
Lelaki
berjubah itu mundur sedikit dan membalikan tubuhnya membelakangiku.
“Seperti
yang kau tahu, Enutra adalah dirimu yang berada pada dunia yang berbeda. Dia
adalah salah satu lulusan berprestasi dari sebuah sekolah menengah akhir
terbaik di kerajaannya, tapi itu semua bukan semata-mata sebuah kebetulan.
Sebelum pertarungannya melawan monster cerberus, ia hanyalah seorang siswa
biasa yang sama sekali tidak menonjol.”
Aku
semakin tidak mengerti dengan apa yang ia ceritakan.
“Suatu
hari, ia berangkat menuju sekolahnya seperti biasa. Di tengah perjalanan, tanpa
diketahui olehnya tiba-tiba saja ia terhisap oleh suatu lingkaran hitam besar
yang muncul dari permukaan tanah. Ia tertarik masuk entah kemana.”
Lelaki
bertudung itu perlahan berbalik menghadap ke arahku.
“Setelah
ia keluar dari lubang hitam itu, ia terjatuh di suatu tempat yang tidak ia
kenali. Tempat itu seperti sebuah kota yang hancur akibat peperangan yang
sangat dahsyat. Orang-orang berlarian ketakutan tak tentu arah. Hingga akhirnya
ia menyadari bahwa dia sedang berada di tempat yang sangat jauh, Kerajaan
Olympus.”
Aku
berpikir apakah lubang hitam yang ia katakan itu wormhole[1]?
“Seekor
monster besar dengan penampakan anjing raksasa berkepala tiga bernama cerberus tiba-tiba
menghampirinya. Ternyata, monster itulah yang telah menyebabkan kekacauan ini.
Enutra yang saat itu tidak mempunyai persiapan sama sekali, ia benar-benar
ketakutan dengan apa yang terjadi padanya. Tapi, tiba-tiba saja sesuatu yang
aneh terjadi padanya.”
Yang
aneh? Lama-lama aku mulai tertarik dengan ceritanya.
“Enutra
seperti dirasuki oleh sesuatu, tapi tidak seperti saat kau merasukinya, ia
dirasuki oleh kekuatan yang sangat besar. Tangannya mengeluarkan cahaya. Cahaya
itu perlahan berubah menjadi sebuah pedang hijau bernama ‘Dartmouth Eterna’.
Tak ada yang tahu bagaimana pedang itu bisa muncul, namun pedang itu terlihat mempunyai
kekuatan yang sangat besar.”
Dartmouth
Eterna, nama yang cukup bagus menurutku. Sudah kuduga bahwa pedang itu bukanlah
pedang biasa.
“Disaat
pasukan dari Kerajaan Olympus mulai kewalahan dengan serangan cerberus, Enutra
maju sendiri menghadapinya. Semua orang hanya bisa melihat apa yang telah
terjadi, tak ada satu pun yang bisa mencegahnya untuk menghadapi monster
berkepala tiga itu. Mereka semua terlalu takut untuk mendekati Enutra dan cerberus.
Tapi ternyata mereka salah, Enutra bergerak sangat lincah. Matanya mengeluarkan
cahaya putih. Mimik wajahnya memperlihatkan konsentrasi yang sangat tinggi.
Beberapa kali monster itu menyerang, Enutra dapat menghindarinya dengan
sempurna. Sebuah gerakan yang mungkin hanya bisa dilakukan oleh seorang
prajurit elit tingkat tinggi. Ia melompat beberapa kali sambil menebas kulit
tebal cerberus mulai dari kaki, perut, hingga lehernya.”
Aku
tercengang dengan apa yang ia ceritakan. Inilah pertama kalinya aku mendengar
tentang bagaimana Enutra mengalahkan Cerberus.
“Akhirnya
monster itu mati dengan tiga kepalanya terputus oleh tebasan Enutra. Semua
orang terpana melihatnya. Enutra berjalan menjauhi cerberus setelah berhasil
mengalahkannya. Tapi, beberapa lama kemudian ia terjatuh dan tak sadarkan diri.”
Terjatuh
tak sadarkan diri?
“Itulah
kekuatan yang kuberikan pada Enutra. Sebuah kekuatan luar biasa yang hanya bisa
dikeluarkan pada saat-saat tertentu. Aku tak bisa memberitahumu bagaimana cara
untuk menggunakan kekuatan itu. Kau harus mencari sendiri cara untuk
mengendalikannya. Kenapa? Karena kekuatan itu mempunyai sebuah kelemahan.”
Kelemahan?
“Saat
kau menggunakan kekuatan itu, seluruh tubuhmu tidak bisa dikendalikan
sepenuhnya. Dengan kata lain, kau seperti sedang dirasuki oleh kekuatan
tersebut. Jika kau dapat menemukan cara untuk mengendalikannya, maka kau akan
menjadi tak terkalahkan dan dapat sesegera mungkin menyelesaikan misimu. Tentu
saja, kau bisa pulang kembali menuju duniamu.”
Aku
menyadari bahwa hal ini tidaklah mudah. Butuh waktu yang lama untuk mencari
cara menggunakan kekuatan tersebut. Tapi aku sudah tidak tahan dengan ini
semua, aku harus segera menyelesaikannya.
“Baiklah,
waktuku sudah habis untuk bertemu denganmu. Lain kali aku akan bertemu lagi
denganmu. Segeralah bangun dari mimpimu dan selamatkan teman-temanmu. Bersemangatlah!”
Perlahan
lelaki berjubah putih itu melayang menjauhiku dan menghilang entah kemana. Semuanya
kembali menjadi gelap dan sepi. Meskipun aku tak bisa berbuat banyak dengan
keadaanku yang seperti ini, tapi aku mulai mengerti tentang keberadaanku di
sini.
***
Kakiku
sakit sekali. Aku tidak ingat apa yang telah terjadi. Akhirnya aku tebangun
dari mimpi aneh tadi. Entah ada dimana ini, kepulan asap yang menyesakkan
menghalangi pandanganku. Sepertinya aku berada di antara reruntuhan bangunan.
Sebongkah runtuhan bangunan menindih kaki kananku, pantas saja sejak tersadar
tadi aku merasakan sakit dari kakiku.
Terdengar
beberapa ledakan dari kejauhan. Entah suara apa itu, tapi perlahan aku mulai
mengingat apa yang telah terjadi padaku. Sebelumnya sebuah ledakan besar telah
menghantamku hingga membuatku pingsan tak sadarkan diri. Dan kini aku sedang
terbaring lemah dan kakiku terjepit oleh bongkahan bangunan yang cukup berat.
Aku
mengambil tameng di pungungku dan menggunakannya untuk mengungkit bongkahan
yang menindih kaki kananku. Perlahan aku mulai berdiri, tapi rasanya sakit
sekali. Kaki kananku sepertinya terluka cukup parah. Aku mencari Dionze dan
Mikoto yang tadi masih bersamaku sebelum ledakan terjadi. Asap tebal sisa-sisa
reruntuhan masih menghalangi pandanganku.
Sedikit
demi sedikit asap yang tadi mengepul cukup tebal mulai berangsur-angsur
menghilang. Samar-samar mulai terlihat jelas apa yang ada di balik asap tebal
tersebut.
“Apa
ini??”
Aku
terkejut melihat keadaan sekitarku yang porak poranda. Bangunan-bangunan hancur
berkeping, pohon-pohon bertumbangan, dan yang paling menyedihkan adalah orang-orang
bergeletakan tak berdaya dengan berbagai cidera di tubuhnya. Ini adalah
perbuatan yang sangat keji! Bagaimana mungkin orang-orang tak berdosa seperti
mereka harus merasakan penderitaan seperti ini?
Aku
menghampiri satu per satu orang-orang yang tergeletak untuk memastikan bahwa
mereka masih hidup, tapi sebagian besar yang kutemui sudah tak bernyawa. Meski
ada beberapa yang masih bertahan hidup, namun mereka memiliki cidera yang
sangat parah. Mengapa bantuan belum juga datang? Andaikan saja Clairres ada di sini.
Samar-samar
aku seperti melihat sesuatu yang sudah pernah ku lihat sebelumnya. Sebuah
pedang? Ya, aku melihat sebuah pedang tertancap di dekat sebuah bongkahan
bangunan yang cukup besar. Aku menghampirinya untuk memastikan benda apa yang
ku lihat itu.
Ternyata
benar apa yang kupikirkan! Itu adalah pedang Dionze! Dimana dia sekarang? Aku
berusaha untuk mengangkat bongkahan batu besar di dekat pedang Dionze. Aku
sempat berpikir bahwa dia sedang tertindih oleh bongkahan bangunan ini. Tapi setelah
aku berhasil mengangkatnya, tak ada apapun di balik bongkahan tersebut. Aku tak
menemukan Dionze!?
“Dionze!!
Dionze!!”
Aku
memanggilnya untuk mencari keberadaan dari Dionze, tapi tak ada satupun jawaban
darinya. Sepintas aku melihat bayangan seseorang dari balik kepulan asap dan bongkahan
pecahan bangunan lainnya. Tidak, itu adalah seseorang yang sedang membopong
orang lain dengan kedua tangannya dan orang itu berjalan semakin mendekatiku.
“Dionze!
Syukurlah kau selamat!!”
Ternyata
dia adalah Dionze. Dia membopong Mikoto yang sedang terluka parah dengan
tangannya.
“Enutra,
kau tidak apa-apa? Mikoto sedang tak sadarkan diri, kita harus secepatnya
mencarikan bantuan.”
“Benar!
Bukan hanya Mikoto, semua orang yang terluka di sini harus segera mendapatkan
pertolongan medis!”
Dionze
memperhatikan sekelilingnya, “Enutra, kita harus segera pergi dari sini.”
“Apa
maksudmu? Kita harus membantu mereka. Mereka benar-benar membutuhkan pertolongan!”
“Lihat
keadaanmu! Kau juga sedang terluka parah.”
“Kau
tega meninggalkan mereka dalam keadaan yang seperti ini?”
“Kamu
sama sekali tidak mengerti? Aku bilang kita harus segera pergi dari tempat ini!”
Aku
sama sekali tidak mengerti dengan sikap Dionze yang bersikeras untuk menyuruhku
pergi dari sini seakan-akan ia telah kehilangan sisi kemanusiaannya. Apa
mungkin sikap dia yang sebenarnya seperti ini? Meski dia adalah salah satu
jendral dari musuh kerajaan ini, tapi ini seperti bukan dia yang sebenarnya.
Tidak seperti saat dia mencoba membantu Amaryl dan Clairres, saat ini dia
sangat acuh dengan sekitarnya kecuali terhadapku dan Mikoto.
“Jangan
salah paham, aku merasa ada yang tidak beres dengan kejadian ini.” Dionze
menjelaskan padaku.
Aku
menoleh padanya dengan tatapan kebingungan.
“Aku
rasa kita telah dijebak. Persis dengan apa yang dikatakan Mikoto sebelum
ledakan ini terjadi.”
“Apa
maksudmu?” aku masih tidak mengerti dengan apa yang telah dikatakan Dionze.
“Akan
ku jelaskan nanti, sebaiknya kita harus segera pergi dari sini.”
Aku
pun mulai mengikutinya dengan kaki yang terpincang. Meskipun hal ini masih
terasa membingungkan bagiku, tapi aku percaya padanya.
“Aduh!”
“Kau
masih bisa berjalan, Enutra?”
“Sepertinya
kaki kananku patah akibat tertindih oleh bongkahan bangunan tadi. Semakin lama
aku semakin sulit berjalan. Rasanya sakit sekali.”
“Biar
aku coba untuk menyembuhkanmu.” tiba-tiba saja Mikoto yang sejak tadi tak sadarkan
diri berbicara padaku.
“Mikoto,
kau tidak apa-apa?” Dionze memastikan keadaan Mikoto.
“Tak
apa-apa. Tolong turunkan aku, sepertinya aku bisa berjalan sendiri.”
Mikoto
akhirnya turun dari pangkuan Dionze. Badannya masih terlihat lemah, tapi ia
masih mampu berdiri dan mendekatiku.
“Mikoto,
apa yang akan kau lakukan?”
“Sudah,
diam saja dulu kau, mesum. Biar begini aku juga bisa melakukan teknik healing.”
Mikoto
menempelkan telapak tangannya pada kaki kananku dan mengeluarkan cahaya putih
seperti teknik healing yang pernah
dilakukan Amaryl padaku. Sedikit demi sedikit rasa sakitku mulai berangsur hilang.
Meski tak secepat Amaryl tapi dia melakukan teknik healing-nya dengan sempurna. Sementara Mikoto menyembuhkanku,
Dionze memperhatikan sekitar seolah bahwa ia sedang diawasi.
“Tolong
cepat sedikit! Firasatku benar-benar tidak enak.”
Akhirnya
proses penyembuhan oleh Mikoto telah selesai, tapi keadaan Mikoto justru
menjadi semakin melemah. Aku melihat dari hidungnya sempat meneteskan darah.
“Mokoto,
kau tidak apa-apa?”
“Aku
tidak apa-apa.”
Tiba-tiba
saja sekelompok orang dengan pakaian seperti tentara eropa abad pertengahan
datang menghampiri kami bertiga. Dari dadanya terlihat sebuah lambang yang sama
seperti yang ada di gerbang masuk kota ini. Sepertinya mereka ada tentara
Kerajaan Eternality!
“Sial,
sudah terlambat.” Dionze bergumam.
“Apa
maksudmu?” aku bertanya pada Dionze.
“Kami
bertiga sungguh tidak bersalah! Ini adalah jebakan!” tiba-tiba saja Dionze
berteriak pada sekelompok tentara dihadapannya.
“Apa
maksudmu? Tentu saja kami tidak akan menangkap kalian bertiga.” salah satu tentara
itu berbicara pada kami.
“Baguslah
kalau begitu.” Dionze membalasnya.
“Tapi,
kami hanya akan menangkapmu atas kejadian ini!” tentara itu tiba-tiba menunjuk
Dionze seolah dia adalah seorang penjahat besar.
“APA??!!”
***
:18 :19 :20 :21 :22 :23 :24 :25
:26 :27 :28 :29 :30 :31 :32 :33
:34 :35 :36 :37 :38 :39
Selanjutnya: CHAPTER 10 - PENYELAMATAN
BalasHapus