CHAPTER 34 - PANTAI
Sinar
mentari pagi perlahan menembus melewati celah-celah dinding, memberi kehangatan
nyaman selepas dinginnya udara malam. Beberapa kicauan merdu para burung pun mengalun
seolah mengiringi riuh keramaian manusia yang mulai terdengar di luar sana. Aku
membuka mata menatap sekitar dan sejenak terduduk di atas ranjang busa sederhana
berukuran satu kali dua meter.
“Huft..
Aku masih berada di dunia antah berantah ini.” gumamku mengawali hari pada
sebuah kamar penginapan sederhana di pinggiran kota Celadoni. Setiap pagi
selalu berharap untuk terbangun di kamarku sendiri. Di sebuah dunia dimana semua
kenangan bersama keluarga dan teman-temanku berada. Meski kadang ingatan itu
semakin samar seiring dengan berlalunya hari.