CHAPTER 6 - KEKUATAN HATI
“APAA??
TIDAK!! KELUAR KAMU!! KAK ENUTRA, TOLONG USIR WANITA INI!!”
Aku
tersentak kaget, tiba-tiba saja Amaryl berteriak kepadaku dan menyuruh wanita
itu keluar. Ada apa dengannya? Apakah wanita itu yang telah membuat Amaryl
pingsan tadi Pagi?
“Amaryl,
Ada apa denganmu?” aku berusaha menenangkan Amaryl.
“Baiklah,
aku akan keluar.” wanita berjubah itu tiba-tiba saja keluar sambil menundukan
wajahnya.
“Tu..
Tunggu..”
Aku
dan Dionze berusaha untuk mengejarnya tapi Amaryl masih memegang tanganku dan
mencegahku agar tak mengejar wanita itu. Aku hanya bisa mengisyaratkan Dionze
agar segera mengejar wanita berjubah itu. Entah apa yang membuat Amaryl begitu
marah terhadap wanita itu, tapi aku tidak mau terjadi kesalahpahaman padanya. Setelah
itu Amaryl kembali tak sadarkan diri.
***
Masih
terdapat banyak tanda tanya yang menyelimuti pikiran Dionze. Tadi wanita
berjubah itu memintanya agar ikut menjenguk Amaryl, tapi kini tiba-tiba dia
hanya pergi tanpa arah. Dari belakang Dionze berusaha mengikuti dan
mendekatinya.
Ia
berlari mengikuti wanita itu yang kini sudah berada di jalanan kota. Dionze
masih belum mampu menyebutkan nama wanita berjubah itu, ia lupa untuk
menanyakan siapa dirinya. Meskipun demikian, ia merasa bahwa wanita itu pernah
ditemuinya di suatu tempat.
Tiba-tiba
wanita berjubah itu menghentikan langkah kakinya. Dia terdiam dan menundukkan
kepalanya. Dionze berjalan menghampirinya namun tiba-tiba tanah yang wanita itu
pijak menjadi basah. Bukan. Bukan karena hujan. Wanita berjubah itu meneteskan
air matanya. Dionze merasa bahwa Amaryl dan wanita berjubah itu memiliki
hubungan yang sangat kuat.
Wanita
itu berbalik menghadap Dionze. Sambil mengusap air matanya, ia memberikan
senyuman seolah mengisyaratkan bahwa dia tidak apa-apa.
“Ka..
Kamu tidak apa-apa?”
Tanpa
berbicara apa-apa, wanita itu hanya menggelengkan kepalanya.
“Saya
mohon maaf atas apa yang terjadi barusan.”
“Tidak
apa-apa, hal seperti tadi memang sudah sering terjadi.”
“Sering
terjadi?”
***
Lagi-lagi
gadis ini memejamkan matanya. Tangannya masih menggenggam erat tanganku.
Sepertinya memang benar bahwa wanita berjubah itu yang telah membuatnya tak
sadarkan diri ketika pagi tadi. Tak banyak bisa kulakukan selain menunggunya
hingga ia sadar kembali.
Aku
memperhatikan sekitarku. Meskipun dunia ini dipenuhi hal-hal yang tidak masuk
akal seperti tenaga dalam yang dapat menyembuhkan, tapi masih saja terdapat
klinik pengobatan seperti ini. Bahkan dokter pun bukan seorang healer seperti gadis ini, dia hanya
orang biasa yang telah mempelajari ilmu pengobatan layaknya dokter di duniaku.
Jika
saja aku dapat menelusup menuju ingatan Enutra, mungkin semua ini akan menjadi
mudah bagiku. Tapi tak seperti yang aku bayangkan, menggunakan ingatan Enutra
menjadi ingatanku adalah sesuatu yang sulit. Kadang aku berpikir untuk menemui
kembali orang yang memasuki raga kucing saat di rumah Javier seminggu yang
lalu.
Tiba-tiba
suara aneh muncul dari dalam perutku.
“SIALAN
DIONZE, MAKAN SIANGKU DIMANAA??”
***
Kini
Dionze duduk di sebuah bangku taman bersama dengan seorang wanita berjubah
putih yang telah ia temui sejak siang tadi. Hari semakin senja, entah sudah
berapa lama ia berdiam disini tanpa berbicara sedikit pun dengannya. Wanita
berjubah itu masih saja terdiam menundukkan kepalanya. Meskipun ia sempat
berbicara dengannya, tapi setelah itu dia hanya diam dan kembali meneteskan air
matanya.
“Kenapa
kamu hanya terus berdiam diri seperti ini?” Dionze mencoba untuk membuka pembicaraan.
Wanita
itu masih saja berdiam diri.
“Hmm..
Aku mungkin tidak bisa berbuat banyak untukmu. Tapi sekali lagi aku meminta
maaf atas apa yang terjadi saat di klinik pengobatan tadi.”
“Aku
sudah mengatakan padamu bahwa aku tidak apa-apa. Kenapa kamu masih saja
mengikutiku?” wanita itu akhirnya berbicara pada Dionze.
“Akhirnya
kau bicara juga.” Dionze tersenyum pada wanita itu. “Aku hanya khawatir
denganmu, sejak tadi aku melihatmu terus menangis.”
Wanita
itu mengusapkan kedua matanya.
“Baiklah,
sekarang aku tidak akan menangis lagi. Sekarang kamu bisa meninggalkanku.”
wanita itu tersenyum pada Dionze.
“Aku
tidak akan pergi sebelum kamu menjelaskan semuanya.”
“Kamu
tidak akan mengerti.”
“Tapi,
aku selalu berpikir bahwa kita pernah sering bertemu sebelumnya. Siapa tahu kita
bisa menyelesaikan masalahmu dan masalah Amaryl.”
“Jendral
Dionze, jendral yang terkenal tangguh dan berani dalam segala medan perang dari
Kerajaan Olympus. Memiliki keahlian yang luar biasa dalam mengendalikan tameng.
Bergelar ‘Cor Fortium Tanker’ karena selalu mempunyai keberanian dalam
melindungi setiap pasukan. Sebenarnya dari awal aku sudah mengetahui siapa
dirimu.”
“K..
Kau mengetahui diriku sampai sedetail itu?” Dionze terkejut dengan semua
penjelasan wanita berjubah itu.
“Aku
Clairres, pemimpin Arthemis yang baru. Aku rasa kita memang selalu bertemu
dalam setiap perundingan antar kerajaan Olympus dan Eternality. Sudah lama aku
tak bertemu denganmu.”
“Clairres??
Pantas saja aku seperti pernah melihatmu. Kau sengaja tidak menggunakan seragam
Arthemismu kan?”
“Aku
sedang tidak membutuhkannya. Aku hanya ingin membawa Amaryl menuju markas
Arthemis.”
“Membawa
Amaryl?”
“Sebenarnya
aku seharusnya membawanya sejak lima tahun yang lalu semenjak orang tuanya
meninggal. Tapi..” Clairres menitikkan air matanya.
“Tapi?”
“Amaryl
selalu menolak dan menganggapku sebagai pembunuh kedua orang tuanya. Tidak
hanya itu, sering kali ia tak sadarkan diri setiap kali aku bertemu dengannya
seperti yang terjadi pagi tadi.”
Dionze
menyadari bahwa ini semua menjadi semakin rumit.
“Kenapa
kamu bersikeras untuk membawa Amaryl ke markas Arthemis?”
“Karena
dia adalah satu-satunya orang yang bisa melakukan kekuatan super healing
rahasia milik keluarga Leister.” Clairres sedikit berbohong pada Dionze.
“Super
Healing rahasia keluarga Leister?” Dionze merasa bingung.
“Berdasarkan
info yang aku dapatkan dari sekolah Amaryl, akhir-akhir ini prestasinya
mengalami penurunan drastis. Entah apa yang terjadi, padahal dulu dia adalah
murid yang paling berprestasi sebelum orang tuanya meninggal. Aku merasa
bersalah.. Aku merasa gagal.. Padahal orang tuanya sudah berpesan padaku untuk
merawat Amaryl.” Clairres menundukan kepalanya semakin dalam.
“Teruslah
berjuang, semangatlah. Aku mungkin masih belum mengerti dan belum bisa berbuat
banyak, tapi aku dan Enutra akan membantumu sekuat tenaga.”
Clairres
menatap Dionze dengan senyuman berharap secercah harapan hadir dalam dirinya.
“Aku
mempercayai kalian.”
“Kalau
bagitu aku akan kembali lagi ke klinik. Mungkin sebentar lagi kami akan
membawanya pulang ke rumahnya. Tetap semangat, Okeh!” Dionze tersenyum dan
mengedipkan sebelah matanya.
“Okeh?”
***
Entah
sampai kapan aku harus menunggu Amaryl di klinik ini. Tangannya yang lembut
masih menggenggam erat tanganku. Aku tak menyangka kalau harus berurusan dengan
hal seperti ini, sudah dua kali dia tak sadarkan diri di hari yang sama.
“Ayaahh.. Ibuu.. Aku mohon jangan tinggalkan
aku..” suara lirih Amaryl dari balik ‘tidur’nya.
Sejenak
aku mengira bahwa Amaryl telah sadar, tapi setelah kuperhatikan bahwa matanya masih
terpejam dan masih belum ada pergerakan dari anggota tubuh lainnya. Sepertinya
ia sedang memimpikan kedua orang tuanya. Dilihat dari pengamatanku, ia
mengalami trauma psikologis yang cukup berat dan terekam secara terus menerus dalam
memori pikiran sehingga melemahkan fisiknya. Biar bagaimanapun, wanita berjubah
putih itu pasti memiliki jawaban dari semua masalah ini.
Tangan
Amaryl tiba-tiba semakin keras menggenggam tanganku. Matanya mulai terbuka
perlahan-lahan dan menatapku. Aku tersenyum dan bersyukur, akhirnya ia bisa
kembali siuman setelah berkali-kali tak sadarkan diri.
“Kak
Enutra kenapa pegang-pegang tangan aku??!!” tiba-tiba Amaryl berteriak kepadaku
dan melepaskan genggamannya.
“Eh??
Bukannya kamu yang duluan pegang tangan aku???”
“Dasar,
kakak mesum. Manfaatin kesempatan selagi aku pingsan ya?”
“WAAA.. Kurang ajar juga nih lama-lama.” aku memasang ekpresi wajah tidak senang.
“WAAA.. Kurang ajar juga nih lama-lama.” aku memasang ekpresi wajah tidak senang.
“Hihi..
Kakak lucu.” tapi tiba-tiba Amaryl tersenyum kepadaku.
Aku
benar-benar tidak mengerti dengan apa yang ada dipikirannya, tapi syukurlah
akhirnya dia kini sudah benar-benar sadar. Sekarang aku tinggal menunggu
Dionze, aku ingin menghajarnya karena makan siangku belum juga datang.
“Kak,
aku ingin pulang.” tiba-tiba Amaryl berkata padaku.
“Oh
ya, nanti saya tanyakan pada dokter ya.”
Setelah
aku tanyakan pada dokter, akhinya Amaryl sudah diperbolehkan pulang. Selama ini
ia ditempatkan di sini hanya untuk mengistirahatkan dan menenangkan tubuhnya. Syukurlah,
setidaknya Amaryl memang tidak mengalami masalah yang serius.
Tak
lama setelah aku menanyakan pada dokter, akhirnya Dionze datang. Aku yakin dia
akan memberikan kabar buruk untukku. Aku sama sekali tidak melihat bungkusan
makanan yang seharusnya ia bawa dari tadi.
“Wah..
Amaryl sudah siuman lagi ya?” Dionze berkata pada Amaryl.
“KAMU
DARIMANA AJA??!! LAMA BANGET??!! MAKANAN BUATKU MANA WOOYY!!”
“Iya
kak, aku malah sudah diperbolehkan pulang sama dokter.”
“Sial,
saya dicuekin.” aku memasang tampang murung.
“Kalian
mau menginap di rumahku?” tiba-tiba Amaryl mengajak aku dan Dionze.
Aku
dan Dionze saling menatap. “PASTINYAA!!”
***
“Aku
memang tidak pantas berada disini. Berkali-kali aku berusaha, tak akan pernah
bisa sebanding dengan mereka. Andai mereka masih ada disini, semua ini tidak
harus terjadi.”
Clairres,
seorang wanita berjubah putih duduk merenung di sebuah kursi taman sudut Kota
Emerald. Tangannya mengepal seolah kecewa dengan semua yang telah ia lakukan
selama ini. Dia adalah pemimpin dari Arthemis Union, sebuah organisasi perdamaian
dunia yang berisikan orang-orang berkemampuan khusus.
Saat
ini Arthemis mengalami masa-masa yang sulit. Berbagai masalah muncul dari sekedar
masalah kriminal kecil hingga perebutan wilayah antar kerajaan. Namun, masalah-masalah
tersebut tidak sebanding setelah datangnya bangsa Remidi beserta monster-monster
aneh yang menyerang dan berusaha menghancurkan seluruh umat manusia.
Lima
tahun yang lalu ketika semua masalah ini dimulai. Entah darimana munculnya,
tiba-tiba berdiri kubah-kubah hitam di beberapa titik di seluruh dunia. Salah
satu yang terbesar yaitu di Kota Soracca, Kerajaan Pacifier, yang letaknya
tidak jauh dari markas pusat Arthemis. Sebuah tempat yang tak akan pernah
terlupakan bagi umat manusia di seluruh dunia.
Saat
itu, kubah hitam yang berdiameter ratusan kilometer menutupi sebagian besar Kota
Soracca. Semua orang mengira bahwa itu hanya awan hitam yang menutupi kota.
Namun, tiba-tiba sebuah cahaya terang memancar dari pusat kubah menuju langit. Tanah
bergetar sangat hebat, bangunan-bangunan runtuh berkeping-keping, orang-orang
berlarian tak menentu arah. Semua berpikir ini adalah kiamat, tak terkecuali
orang-orang yang berada di markas pusat Arthemis.
Cahaya
itu semakin terang dan terus menyala hingga akhirnya tanah berhenti bergetar.
Semua orang tak berdaya dengan apa yang telah terjadi pada hari itu. Tiba-tiba,
dari balik cahaya muncul ratusan hingga ribuan orang berpakaian aneh menyebar
menyisir isi Kota Soracca. Mereka menghancurkan setiap bangunan yang ada dan membunuh
orang-orang yang masih hidup di dalam kubah tersebut. Kekacauan semakin menjadi
ketika kubah itu semakin bertambah luas dan menutupi seluruh Kota Soracca.
Arthemis
tak tinggal diam melihat kekacauan ini. Sebagai sebuah organisasi perdamaian dunia
yang terdiri dari empat kerajaan, mereka mendatangi kubah tersebut dan mencoba
untuk menyelamatkan penduduk dari musibah ini. Belum sampai masuk menuju kubah
tersebut, mereka sudah dihadang oleh ratusan prajurit berpakaian aneh yang
menyerang membabi buta. Misi penyelamatan akhirnya berubah menjadi medan perang
yang sangat menakutkan. Banyak korban berjatuhan dari kedua belah pihak
terutama dari pihak Arthemis yang semakin lama semakin melemah. Meskipun semua
tenaga dikerahkan, dari sekian banyak korban yang tersisa hanya sekitar satu
persen penduduk yang berhasil dievakuasi.
Namun
itu semua belum selesai, seekor monster raksasa dengan wujud seperti naga
berkepala seratus dengan sayap dipunggungnya muncul entah darimana. Monster itu
menyerang rombongan Arthemis yang baru saja berhasil menghindari serangan
brutal dari orang-orang berpakaian aneh. Selain itu, orang-orang berpakaian
aneh tidak habis-habisnya muncul dari dalam kubah dan meneriakkan “HIDUP BANGSA
REMIDI!!”. Mereka juga sempat berkata bahwa monster menakutkan itu bernama
Tifon.
Diantara
para perjuang Arthemis yang masih hidup, ada tiga Healer legendaris yang masih berjuang mati-matian menyelamatkan
semuanya, mereka adalah Hamarold, Grissel, dan Clairres. Bila saja ketiga healer legendaris itu tidak ada, mungkin
saja Arthemis Union sudah hancur sejak tadi. Meski demikian, keadaan mereka pun
saat ini tidak dalam keadaan yang sangat baik.
Serangan
bertubi-tubi datang tak henti-hentinya menghancurkan setiap pertahanan
Arthemis. Dari sekitar dua ratus pasukan Arthemis, kini hanya tersisa tujuh
puluh lima orang yang masih bisa bertahan. Belum ada bantuan yang datang dari
pasukan pertahanan Kerajaan Pacifier.
Suatu
ketika, Tifon yang sejak tadi mengamuk liar tiba-tiba saja menyerang pada satu
target. Clairres saat itu menjadi target utama dari monster raksasa mengerikan
tersebut. Entah apa yang terjadi, Tifon hanya menyerangnya meskipun pasukan
lain berusaha mengalihkan perhatiannya. Meski dia adalah salah satu orang yang
terkuat diantara mereka, tentu saja energi yang terpakai tak akan bisa bertahan
selamanya.
Hingga
akhirnya, sebuah semburan api luar bisa disertai kilat keluar dari dua kepala Tifon
mengarah pada Clairres. Ia tak bisa berbuat apa-apa, yang dipikirkan hanya
pasrah menyerahkan diri pada nasib. Namun diluar dugaan, dua orang tiba-tiba
saja menutupi dua serangan dahsyat tersebut dan menghindarkan Clairres dari
kematiaan. Dua orang itu adalah, Hamarold dan Grissel Leister, orang yang rela
melindunginya dengan segenap kemampuan. Clairres menyaksikan hal paling
mengerikan dalam hidupnya, dua orang yang telah merawat dan mengajarkan
berbagai hal padanya rela mengorbankan hidup demi melindunginya.
Lima
jam telah berlalu. Sebuah usaha penyelamatan yang berakhir menjadi pembantaian
akhirnya selesai dengan menyisakan empat belas anggota Arthemis dan dua orang
penduduk Kota Soracca. Semua ini berakhir ketika puluhan ribu pasukan pertahanan
Kerajaan Pacifier datang dan berhasil mengevakuasi seluruh korban kekejaman
bangsa remidi. Tifon saat ini masih belum di hancurkan. Monster itu beserta
para pasukan Bangsa Remidi tiba-tiba saja pergi setelah muncul bantuan dari
pertahanan Kerajaan Pacifier.
Dari
sekian banyak korban yang telah gugur, dua diantaranya adalah pemimpin dari
Arthemis Union, Hamarold dan Grissel Leister. Clairres masih belum mempercayai
semua yang telah terjadi. Berkali-kali ia mencoba untuk membangunkan mereka
berdua dengan tenaga dalamnya, tapi itu semua berakhir nihil.
Clairres
masih teringat kata-kata terakhir yang dikatakan oleh Hamarold sebelum ia gugur.
“Clairres, katakan permintaan maaf kami pada Amaril.
Kami mohon tolong rawatlah anak kami seperti kami merawatmu sejak kecil. Terima
kasih. Selamat tinggal.”
Tak
henti-hentinya air mata Clairres turun setiap kali ia mengingat kata-kata
tersebut. Kini ia merasa dirinya hanya sebagai seorang pecundang. Jangankan
merawat Amaryl, bertemu pun rasanya masih sulit baginya.
***
Entah
apa yang ada dihadapanku saat ini. Untuk sebuah rumah, bangunan ini tampak
seperti sebuah gedung besar berlantai empat. Sungguh luar biasa megah rumah
dari anak healer legendaris ini.
“A..
Amaryl, apa benar kamu tinggal di rumah besar ini sendirian?”
“Yup.
Dulu sebenarnya aku memang bersama para pelayan sih. Tapi seiring dengan
berkurangnya harta keluarga kami, satu persatu pelayan kami pun pergi dan
meninggalkan aku sendiri di rumah ini. Ayo cepat masuk, hari sudah mulai gelap
nih. Aku yakin kalian juga pasti sudah lapar. Mari kita sama-sama memasak.”
Aku
dan Dionze tidak berhenti mengagumi rumah besar dihadapan kami. Selama di
Bandung, belum pernah aku melihat rumah sebesar dan semegah ini. Saking
besarnya rumah ini, aku bahkan tidak mampu mengingat dimana pintu keluar dan
pintu masuknya. Sungguh luar biasa dunia ini, dunia yang penuh dengan kejutan
dan misteri.
***
:18 :19 :20 :21 :22 :23 :24 :25
:26 :27 :28 :29 :30 :31 :32 :33
:34 :35 :36 :37 :38 :39
Selanjutnya: CHAPTER 7 - TERSEMBUNYI
BalasHapus