26 Januari 2014

DUNIA SEMU #22


CHAPTER 22 - KEYAKINAN DIRI    

            Setelah aku menutup mata pria tak bernyawa bernama Genba yang ada di hadapanku, aku berdiri tanpa berkata sambil melihat dua orang pengikutnya yang terus menangisi kematiannya. Terpikir bahwa sepertinya pria ini memiliki pengaruh yang besar bagi mereka. Tapi dibalik itu semua, rasanya masih ada yang mengganjal di dalam diriku. Aku tak bisa tinggal diam begitu saja dengan keadaan yang menyedihkan seperti ini. Seandainya saja.. Seandainya saja jika aku bisa mengendalikan kekuatanku mungkin hal ini tidak akan terjadi.
            “Umh hei, benda apa itu yang ada di dekatnya?” tiba-tiba saja Diksy menunjuk pada benda kecil bertombol seperti sebuah remote.
            “Hati-hati dengan benda itu!” Zekko langsung mengambil benda tersebut. “Jika tombol yang ada di benda ini tertekan, kita semua akan mati terkubur di tempat ini.”
            Aku langsung bergidik mendengarnya.
            “A.. Anu.. Terus kita harus gimana nih sekarang??” aku bertanya pada Riki sambil gemetaran.
            “Kenapa kamu nanya ke saya??” Riki langsung menanggapi dengan sedikit marah. Sementara di belakang Diksy menampakkan ekspresi wajah ‘masa bodoh’.
            “Sudah.. Sudah.. Yang penting kita harus segera mengejar Tyron dulu.” Zekko lalu membuka jubahnya dan menutup mayat Genba yang ada di hadapannya. “Urusan kita dengannya masih belum selesai.”
            “Tapi.. Sepertinya aku tidak bisa membantu terlalu banyak karena energiku sudah cukup habis terkuras.” Diksy memotong.
            “Tidak, kami sangat membutuhkan kemampuanmu.” Zekko menjawabnya.
            “Kalau begitu, silahkan minum ramuan penyembuh milik kami.” lalu Riki memberikan botol kecil berisi cairan hijau di dalamnya pada Diksy.
            “Kamu juga, Enutra. Aku yakin kau juga kelelahan selama disekap di tempat ini.” Zekko pun memberikan ramuannya padaku.
            Kami berdua menerimanya. Awalnya sempat ada perasaan ragu pada ramuan ini, biar bagaimanapun juga meminum sesuatu yang aneh dari orang yang belum sepenuhnya dikenal sebenarnya sangat beresiko. Namun setelah melihat efek yang dirasakan oleh Diksy, perlahan akupun meminum ramuan itu juga. Rasa manis asam disertai aroma menthol mengalir melewati kerongkonganku. Tidak buruk juga rasanya untuk ukuran minuman aneh seperti ini. Efek ramuan tersebut langsung terasa olehku. Seluruh tubuh yang asalnya letih dan lemah tiba-tiba saja menjadi segar bugar penuh stamina seolah-olah seluruh Hit Point-ku terisi sangat penuh. Setelah itu kini apa yang ada di pikiranku adalah bahwa memang benar dunia ini seperti dunia RPG yang biasa aku mainkan di duniaku dulu, ramuan ini biasa disebut sebagai potion[1]. Sungguh luar biasa!
            “APA YANG ADA DIPIKIRANKU?? BISA-BISANYA MEMIKIRKAN HAL YANG TIDAK PENTING DI SAAT SEPERTI INI??” aku berteriak secara tiba-tiba sementara yang lainnya melihatku dengan tatapan yang aneh.
            “Lihat di monitor itu! Tyron kini sedang memimpin pertempuran yang sedang terjadi di bawah!” Diksy mengarahkan telunjuknya pada salah satu monitor yang ada di dekatnya. Sontak kami semua langsung melihat pada monitor tersebut.
            Tapi, sesaat kemudian aku melihat ke sekelililngku. Baru kusadari bahwa saat ini kami berada di sebuah ruangan gelap yang dipenuhi dengan monitor-monitor besar. Bila aku menggambarkannya, ruangan ini mirip seperti sebuah markas rahasia penuh monitor milik pahlawan super pada film-film buatan holywood.
            “Tunggu, ada apa dengan mereka? Bukankah mereka adalah teman-teman kita?” Riki bertanya pada Zekko.
            “Sial!! Sepertinya mereka telah terpengaruh hipnotis Tyron.” Zekko menggeram.
            “Hey lihat siapa wanita yang menunggang kuda di belakang sana?” Riki kembali menunjuk pada monitor yang lain.
            Tiba-tiba susana mendadak hening. “Tidak mungkin! Bukankah.. Bukankah itu..”
            “PUTRI VIVIAN?!” Riki dan Zekko menjawab bersamaan.
            Sontak aku langsung menengok pada monitor yang sedang mereka lihat untuk memastikan kebenarannya. Ternyata benar dengan apa yang telah dikatakan oleh mereka. Putri Vivian sedang ada di sini! Ada apa dengannya??
            Seketika tubuhku panas. Pandanganku kembali berubah memerah. Perasaan aneh ini terjadi lagi padaku. Sepertinya kekuatanku telah kembali menguasaiku. Entah apa yang telah memicunya tapi kekuatan ini sekali lagi sulit untuk kukendalikan.
            “Oh tidak.. Mereka sepertinya terdesak.” Diksy berteriak.
            “Kita harus segera membantu sebelum Tyron menghancurkan mereka!” Riki membalas.
            “Tapi tempat kita saat ini sangat jauh dari pertempuran di bawah.” Zekko menjelaskan. “Mungkin kita akan terlambat setelah sampai di sana.”
            “Kalian tidak perlu memikirkan itu.” Tanpa disadari aku telah berkata sendiri. “Kita akan segera menuju ke sana!”
            Sekali lagi aku mengangkat pedangku dan mengarahkannya ke atas. Cahaya hijau terang bersinar menyilaukan keluar dari bilah pedangku. Ini seperti yang pernah kulakukan saat berteleportasi saat di lorong dulu. kemudian ditusukkan pedangku dengan sangat keras ke atas lantai ruangan ini. Seketika cahaya hijau tersebut bersinar semakin terang.
***

            “Sial, kali ini kita benar-benar kewalahan.” Dionze berbicara sambil melindungi Mikoto di belakangnya.
            “Aku benar-benar tak menyangka bahwa pertempuran ini akan menjadi semakin sulit.”
            Dionze melihat ke arah kelompok yang melindungi Putri Vivian untuk memastikan keselamatannya dan sialnya ternyata mereka pun mengalami kesulitan yang sama. Ia tidak bisa berbuat apa-apa selain hanya bertarung dengan lawan yang ada di depannya. Saat ini Mikoto sedang berada di belakangnya. Mereka sedang dalam posisi saling membelakangi untuk melindungi satu sama lain dari arah yang tidak terduga. Pasukan Remidi yang bermunculan rasanya tidak ada habisnya dan terus bermunculan dari berbagai arah. Monster minotaur yang juga asalnya hanya berjumlah tiga ekor kini sudah mencapai belasan. Selain itu para serigala yang sebelumnya pernah menyerang Dionze pun mulai datang bermunculan untuk menyerang.
           Tiba-tiba Dionze sekilas melihat sesuatu yang melesat mengarah pada Mikoto. Secara refleks ia langsung bergerak. “Mikoto! Awas!”
            ~Jleebb..
            Darah segar menetes. Sebuah anak panah melesat entah darimana datangnya dan tertancap pada bahu Dionze. Ia lalu jatuh tertumpu pada lututnya. Mikoto tercengang melihat apa yang telah terjadi pada Dionze. Dengan cepat Mikoto merapalkan sebuah mantra hingga muncul perisai berbentuk setengah bola transparan yang mengelilingi mereka berdua..
            “Dionze! Kau tidak apa-apa?” Mikoto memegangi lengan Dionze.
            “Anak panah ini..” Dionze kemudian mencabut anak panah yang tertancap di bahunya. “Anak panah yang dapat menembus baja! Bukankah ini milik dari para pengikut Genba? Apa yang sedang mereka lakukan??”
            Dionze lalu melihat ke segala arah memastikan apa yang sebenarnya terjadi hingga akhirnya ia terkejut setelah melihat segerombolan pengikut Genba bersama dengan seorang pria berjubah hitam tak dikenal di depannya sedang berjalan dari bangunan pusat mendekati mereka. Pria berjubah tersebut kemudian duduk santai pada sebuah bongkahan beton sambil menghisap benda silinder cokelat berasap seukuran jempol di tangan kanannya. Sementara itu para pengikut genba yang keseluruhannya adalah pemanah langsung berlari ke segala arah dan mulai menembaki Dionze beserta para kelompok peserta terpilih Velika, termasuk Putri Vivian yang kini berada di tengah-tengah perempuran.
            Beberapa kali anak panah melesat mengarah pada mereka. Meski panah yang ditembaki para pengikut Genba tersebut dapat menembus baja, tapi panah mereka tak dapat menembus kekuatan perisai pelindung yang Mikoto buat. Dionze sama sekali tidak habis pikir dengan apa yang dialaminya sekarang. Kini seluruh pengikut Genba sedang berada dimana-mana dan menyerang mereka, tapi ia sama sekali tidak melihat Genba dimanapun. Ia sempat berpikir apa mungkin ia sebenarnya dijebak oleh Genba.
            “TUAN PUTRI!!” Tiba-tiba saja terdengar suara teriakan dari arah para kelompok pelindung Putri Vivian.
            Dengan cepat Dionze menoleh untuk melihat apa yang terjadi. Namun.. Sudah terlambat, Putri Vivian kini sedang berada dalam genggaman tangan raksasa seekor minotaur. Entah apa yang terjadi sebelumnya, para peserta yang bertugas menjaga tuan putri pun sama sekali tidak dapat berbuat apa-apa. Tak lama kemudian, monster itu mendadak mengangkat sang tuan putri sangat tinggi.
            Insting Dionze berdenyut, “Celaka, sepertinya monster itu akan segera membantingnya.” Sontak ia lalu berteriak.
            Benar saja dengan apa yang Donze pikirkan, monster itu kemudian menggerakkan tangannya ke depan. Ia benar-benar tak kuat melihatnya. Ia juga tak bisa berbuat apa-apa dalam keadaan seperti ini. Namun tiba-tiba saja sesuatu telah terjadi ...
            ~Zzzzaaasshhhh..
            Sebuah cahaya hijau terang menyilaukan muncul di tengah-tengah pertempuran. Entah cahaya apa itu, setelah itu terlihat sebuah bayangan hitam bergerak sangat cepat mendekati minotaur yang akan membanting Putri Vivian sampai akhirnya ...
            ~Zzzziinggg..
            Tangan Minotaur yang sedang menggenggam Putri Vivian terlepas dari tubuhnya?! Apa yang sedang terjadi sebenarnya? Dionze tak dapat memperhatikan dengan jelas apa yang telah terjadi barusan. Sungguh kekuatan yang luar biasa. Sebenarnya bayangan hitam apa tadi yang ia lihat sebelumnya? Tapi kemudian Dionze baru tersadar, ada dimana Putri Vivian sekarang berada? Setelah kejadian aneh tadi, ia tak dapat memastikan keberadaan sang tuan putri.
            Dionze terus memperhatikan sekitarnya. Keadaan masih sangat kacau meski hal aneh telah terjadi barusan. Mikoto yang tadi berada tepat di sampingnya lalu menyuruhnya untuk berdiri. Ia terlihat sangat kelelahan karena perisai yang telah ia buat sudah terlalu lama melindungi mereka. Sedikit demi sedikit kekuatan perisai tersebut mulai berkurang seiring dengan melemahnya Mikoto, sementara di luar para pasukan remidi tak berhenti berusaha untuk menembus perisainya. Dionze tak tahu mesti berbuat apa, tapi yang jelas ia akan berusaha sekuat tenaga untuk melindungi siapapun yang berhak untuk ia lindungi.
            Perisai Mikoto semakin kehilangan kekuatannya. Tampak getaran gelombang dari dinding perisai tersebut.
            “Dionze, aku sudah tidak tahan lagi.” Mikoto berbicara dengan sedikit berbisik pada Dionze. Wajahnya memerah dan tubuhnya penuh dengan keringat. “Perisai ini akan segera hancur.”
            “Jangan terlalu memaksakan diri, Mikoto! Aku akan melindungimu.”
            “Tapi lukamu?”
            “Tenang saja. Aku sudah terbiasa dengan luka kecil seperti ini.” Dionze lalu memeluk Mikoto yang semakin melemah di sampingnya. “Serahkan saja selanjutnya padaku.”
            Mikoto lalu berkata sambil tersenyum simpul pada Dionze. “Terima kasih, Dionze.”
            Tak lama kemudian pelindung transparan yang mengelilingi mereka akhirnya hancur sepenuhnya. Dionze mengangkat tameng serta pedangnya. Dengan penuh percaya diri, ia hadapi semua serangan pasukan Remidi yang ada di hadapannya sendirian. Seolah kekuatan baru telah bangkit dalam dirinya, bahkan seluruh terjangan panah yang menyerang mereka berdua pun dapat dengan mudah ditangkis oleh tamengnya. Berbagai skil spesial telah ia keluarkan. Rasanya seperti mendapatkan kekuatan tambahan yang entah darimana datangnya.
            Sementara Mikoto yang berada di pelukannya terlihat sedang merapalkan sebuah mantra. Mantra yang berefek untuk memulihkan dirinya sendiri dan juga memberikan aura tambahan pada Dionze sehingga Dionze dapat melakukan skil-skil spesial tanpa ia sadari.
            Ketika Dionze terus menerus menghadapi serangan demi serangan dari pasukan Remidi, ia menyadari satu per satu pasukan Remidi yang ada di dekatnya jatuh secara tiba-tiba. Ia tak begitu jelas memperhatikan apa yang sedang terjadi dengan mereka karena ia sudah terlalu sibuk menghadang serangan yang ada dihadapannya. Namun tiba-tiba seseorang menghampirinya dengan sangat cepat dan berbisik padanya.
            “Dionze.. Sudah lama kita tidak bertemu.”
***

            Rasanya seperti baru saja terbangun dari tidur yang panjang. Kepalaku sangat berat dan pusing. Entah apa yang terjadi, tapi seingatku tadi rasanya kekuatan anehku mulai kembali mengendalikan tubuhku. Tapi yang terpenting adalah aku tidak tahu ada dimana sekarang ini? Penglihatanku masih terlalu buram untuk menyadari keberadaanku saat ini. Namun samar-samar mulai terdengar riuh suara yang begitu ramai. Apa aku berada di suatu pesta?
            Penglihatanku yang buram akhirnya sedikit demi sedikit mulai semakin jelas. Suara detak jantungku terdengar seiring dengan kesadaran yang semakin membaik. Seluruh bagian tubuhku yang berat kini semakin terasa dan bisa ku kendalikan. Tapi meski kesadaranku mulai membaik, rasanya ada beban yang cukup berat pada kedua tanganku saat ini.
            “Whoaaaa!!!”
            Alangkah terkejutnya aku ketika seluruh kesadaranku mulai pulih sepenuhnya. Nampak seorang gadis cantik berambut panjang dengan pakaian gaun kerajaan sedang tak sadarkan diri di kedua tanganku. Tunggu.. Setelah kuperhatikan lagi, ternyata gadis ini.. gadis ini adalah Vivian?!
            Dalam keadaan setengah sadar tadi, hampir saja aku menjatuhkan Vivian. Entah sejak kapan aku menggendongnya, sepertinya ini adalah ulah dari kekuatan anehku tadi. Tapi apa yang terjadi pada Vivian? Kenapa ia tak sadarkan diri seperti ini? Lalu kuperiksa nadi di pergelangan tangannya dan untunglah ia masih hidup.
            Di tengah kebingungan ini, aku memperhatikan sekelilingku yang sejak tadi kuhiraukan. Perlahan aku mulai mengingat apa yang telah terjadi sebelumnya. Kini aku sedang berada di luar bangunan pusat kubah kegelapan milik Tyron. Tempat penuh pertempuran yang tadi sempat kulihat di monitor.
            Seketika terasa kembali panas membara yang mengelilingi tubuhku. Kekuatan aneh ini sepertinya akan kembali menguasaiku. Tapi tidak! Kali ini aku bisa menguasai tubuhku sendiri!? Apa mungkin aku akhirnya bisa mengendalikan kekuatanku ini?
            Tubuh Vivian yang terasa berat di tanganku berangsur-angsur menjadi lebih ringan. Pendengaran serta penglihatanku pun menjadi lebih sensitif dari sebelumnya. Gerakan motorikku semakin bertambah seiring dengan tingkat reflektifitas yang terus naik secara mengagumkan. Rasanya aku bisa melihat sekitarku dalam gerakan lambat dan dapat merasakan seluruh bahaya yang mungkin akan datang  menghampiriku. Dengan kekuatanku ini, rasanya aku ingin segera menghabisi si keparat Tyron!
            Namun kini yang menjadi masalah untukku, aku harus mencari tempat aman untuk melindungi Vivian dari pertempuran ini. Sebenarnya saat ini aku dan Vivian berada pada tempat yang cukup terpisah dari pertempuran, rasanya cukup aman jika aku menyembunyikan Vivian di sini sementara aku bertarung melawan para pasukan Remidi.
            Aku berkeliling dan mengambil beberapa reruntuhan bangunan di sekitarku. Setelah itu kususun reruntuhan-reruntuhan tersebut hingga membentuk suatu ruangan untuk menyembunyikan Vivian dari bahaya yang mengintainya.
            “Vivian, tunggu aku di sini sebentar.” Aku berbisik padanya. “Aku pasti akan kembali.”
            Dengan perasaan harap-harap cemas, kemudian aku berlari dan melompat sangat jauh meninggalkan Vivian menuju medan pertempuran. Semoga saja tak ada satupun bahaya yang mendekatinya.
            Kekuatan ini sungguh luar biasa. Meski pertama kali menggunakannya, tapi dengan mudah aku dapat beradaptasi dengan kekuatan aneh ini. Mungkin ini efek dari kebiasaanku yang sering menonton film animasi aksi saat di duniaku dulu dan berimajinasi menjadi karakter utama dalam film tersebut. Sungguh sangat menyenangkan.
            Aku melompat sangat tinggi untuk memantau pertempuran. Dari udara aku perhatikan begitu mengerikannya tempat ini. Seluruh temanku di pelatihan Velika ada di sini bertarung melawan para pasukan Remidi dan keadaan mereka sungguh sangat memprihatinkan. Dari sini pula aku melihat Mikoto dan Dionze yang sedang berjuang mempertahankan diri dari serangan-serangan pasukan Remidi.
            ~Zzzaaassshhh..
            “Apa itu?” Aku terkejut setelah menyadari sesuatu baru saja melewatiku. Ternyata, setelah kuperhatikan lebih jelas ada puluhan anak panah sedang melesat cepat mengarah padaku! “Celaka, posisiku saat ini tidak terlalu bagus. Aku tak dapat bermanuver di atas udara.”
            Dalam keadaan terdesak, tiba-tiba saja tangan kananku mengeluarkan sinar terang berwarna hijau. Sinar itu kemudian memanjang dan membentu menjadi sebuah benda yang tak asing lagi bagiku. Pedang ‘Dartmouth Eterna’! Pantas saja tadi rasanya ada yang hilang dari diriku. Dengan pedang ini, aku dapat menangkis semua panah yang ada di hadapanku.
            ~Dang.. ~Dang.. ~Dang..
            Seluruh anak panah itu telah kutangkis dengan sempurna. Kini aku telah mendarat dengan mulus di tengah-tengah pertempuran berdarah ini. Belum lima detik berada di tanah, sebuah pedang mengayun kencang hampir mengenaiku. Aku masih belum terbiasa untuk bertarung dalam keadaan sadar. Lagi-lagi yang kulakukan hanya menghindar dan menangkis.
            “Kau harus terbiasa membunuh demi kebaikan atau kau yang akan terbunuh.”
            Tiba-tiba terdengar suara yang tidak asing mendengung di kepalaku. Entah suara apa itu, namun setelah itu kemudian pedangku menjadi bersinar dan tanganku mengayun dengan sendirinya menghempaskan lebih dari lima pasukan Remidi yang ada di hadapanku.
            Aku lalu terdiam. Apa yang baru saja kulakukan? Secara tak sadar aku teringat bagaimana aku menusuk Javier dulu hingga akhirnya ia kehilangan nyawanya. Aku merasa sangat berdosa. Sekali lagi aku telah menghilangkan nyawa manusia.
            “Sadarlah, Enutra! Meski mereka adalah manusia yang mirip dengan kita, tapi mereka telah menyebabkan banyak bencana di dunia ini! Bunuhlah mereka demi menyelamatkan jutaan nyawa yang tidak bersalah! Jangan sampai kau menyesal seperti saat Genba kehilangan nyawanya.”
            Suara itu kembali mendengung di kepalaku. Entah apa yang kupikirkan saat ini, rasanya seluruh perasaanku menjadi tercampur aduk.
            Setelah itu aku terdiam. Aku berpikir cukup lama. Tanganku semakin erat menggenggam pedang berbilah hijau ini. Kemudian, pedang tersebut kembali bersinar dan kemudian ku ayunkan dengan sepenuh tenaga pada para pasukan Remidi yang ada di depanku.
            “KEDATANGANKU KE DUNIA INI TIDAKLAH UNTUK DISIA-SIAKAN BEGITU SAJA!!”
***




[1] Potion adalah ramuan berupa cairan untuk diminum dan memiliki efek yang berbeda-beda pada peminumnya sesuai dengan jenisnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar