CHAPTER 22 - KEYAKINAN DIRI
Setelah
aku menutup mata pria tak bernyawa bernama Genba yang ada di hadapanku, aku berdiri
tanpa berkata sambil melihat dua orang pengikutnya yang terus menangisi
kematiannya. Terpikir bahwa sepertinya pria ini memiliki pengaruh yang besar
bagi mereka. Tapi dibalik itu semua, rasanya masih ada yang mengganjal di dalam
diriku. Aku tak bisa tinggal diam begitu saja dengan keadaan yang menyedihkan
seperti ini. Seandainya saja.. Seandainya saja jika aku bisa mengendalikan
kekuatanku mungkin hal ini tidak akan terjadi.
“Umh
hei, benda apa itu yang ada di dekatnya?” tiba-tiba saja Diksy menunjuk pada
benda kecil bertombol seperti sebuah remote.
“Hati-hati
dengan benda itu!” Zekko langsung mengambil benda tersebut. “Jika tombol yang
ada di benda ini tertekan, kita semua akan mati terkubur di tempat ini.”
Aku
langsung bergidik mendengarnya.
“A..
Anu.. Terus kita harus gimana nih sekarang??” aku bertanya pada Riki sambil
gemetaran.
“Kenapa
kamu nanya ke saya??” Riki langsung menanggapi dengan sedikit marah. Sementara
di belakang Diksy menampakkan ekspresi wajah ‘masa bodoh’.
“Sudah..
Sudah.. Yang penting kita harus segera mengejar Tyron dulu.” Zekko lalu membuka
jubahnya dan menutup mayat Genba yang ada di hadapannya. “Urusan kita dengannya
masih belum selesai.”
“Tapi..
Sepertinya aku tidak bisa membantu terlalu banyak karena energiku sudah cukup
habis terkuras.” Diksy memotong.
“Tidak,
kami sangat membutuhkan kemampuanmu.” Zekko menjawabnya.
“Kalau
begitu, silahkan minum ramuan penyembuh milik kami.” lalu Riki memberikan botol
kecil berisi cairan hijau di dalamnya pada Diksy.
“Kamu
juga, Enutra. Aku yakin kau juga kelelahan selama disekap di tempat ini.” Zekko
pun memberikan ramuannya padaku.
Kami
berdua menerimanya. Awalnya sempat ada perasaan ragu pada ramuan ini, biar bagaimanapun
juga meminum sesuatu yang aneh dari orang yang belum sepenuhnya dikenal sebenarnya
sangat beresiko. Namun setelah melihat efek yang dirasakan oleh Diksy, perlahan
akupun meminum ramuan itu juga. Rasa manis asam disertai aroma menthol mengalir
melewati kerongkonganku. Tidak buruk juga rasanya untuk ukuran minuman aneh
seperti ini. Efek ramuan tersebut langsung terasa olehku. Seluruh tubuh yang
asalnya letih dan lemah tiba-tiba saja menjadi segar bugar penuh stamina
seolah-olah seluruh Hit Point-ku
terisi sangat penuh. Setelah itu kini apa yang ada di pikiranku adalah bahwa memang
benar dunia ini seperti dunia RPG yang biasa aku mainkan di duniaku dulu, ramuan
ini biasa disebut sebagai potion[1].
Sungguh luar biasa!
“APA
YANG ADA DIPIKIRANKU?? BISA-BISANYA MEMIKIRKAN HAL YANG TIDAK PENTING DI SAAT
SEPERTI INI??” aku berteriak secara tiba-tiba sementara yang lainnya melihatku
dengan tatapan yang aneh.
“Lihat
di monitor itu! Tyron kini sedang memimpin pertempuran yang sedang terjadi di
bawah!” Diksy mengarahkan telunjuknya pada salah satu monitor yang ada di
dekatnya. Sontak kami semua langsung melihat pada monitor tersebut.
Tapi,
sesaat kemudian aku melihat ke sekelililngku. Baru kusadari bahwa saat ini kami
berada di sebuah ruangan gelap yang dipenuhi dengan monitor-monitor besar. Bila
aku menggambarkannya, ruangan ini mirip seperti sebuah markas rahasia penuh
monitor milik pahlawan super pada film-film buatan holywood.
“Tunggu,
ada apa dengan mereka? Bukankah mereka adalah teman-teman kita?” Riki bertanya
pada Zekko.
“Sial!!
Sepertinya mereka telah terpengaruh hipnotis Tyron.” Zekko menggeram.
“Hey
lihat siapa wanita yang menunggang kuda di belakang sana?” Riki kembali
menunjuk pada monitor yang lain.
Tiba-tiba
susana mendadak hening. “Tidak mungkin! Bukankah.. Bukankah itu..”
“PUTRI
VIVIAN?!” Riki dan Zekko menjawab bersamaan.
Sontak
aku langsung menengok pada monitor yang sedang mereka lihat untuk memastikan
kebenarannya. Ternyata benar dengan apa yang telah dikatakan oleh mereka. Putri
Vivian sedang ada di sini! Ada apa dengannya??
Seketika
tubuhku panas. Pandanganku kembali berubah memerah. Perasaan aneh ini terjadi
lagi padaku. Sepertinya kekuatanku telah kembali menguasaiku. Entah apa yang
telah memicunya tapi kekuatan ini sekali lagi sulit untuk kukendalikan.
“Oh
tidak.. Mereka sepertinya terdesak.” Diksy berteriak.
“Kita
harus segera membantu sebelum Tyron menghancurkan mereka!” Riki membalas.
“Tapi
tempat kita saat ini sangat jauh dari pertempuran di bawah.” Zekko menjelaskan.
“Mungkin kita akan terlambat setelah sampai di sana.”
“Kalian
tidak perlu memikirkan itu.” Tanpa disadari aku telah berkata sendiri. “Kita
akan segera menuju ke sana!”
Sekali
lagi aku mengangkat pedangku dan mengarahkannya ke atas. Cahaya hijau terang
bersinar menyilaukan keluar dari bilah pedangku. Ini seperti yang pernah
kulakukan saat berteleportasi saat di lorong dulu. kemudian ditusukkan pedangku
dengan sangat keras ke atas lantai ruangan ini. Seketika cahaya hijau tersebut
bersinar semakin terang.
***
“Sial, kali ini kita
benar-benar kewalahan.” Dionze berbicara sambil melindungi Mikoto di
belakangnya.
“Aku benar-benar tak
menyangka bahwa pertempuran ini akan menjadi semakin sulit.”
Dionze melihat ke arah kelompok
yang melindungi Putri Vivian untuk memastikan keselamatannya dan sialnya ternyata
mereka pun mengalami kesulitan yang sama. Ia tidak bisa berbuat apa-apa selain
hanya bertarung dengan lawan yang ada di depannya. Saat ini Mikoto sedang
berada di belakangnya. Mereka sedang dalam posisi saling membelakangi untuk
melindungi satu sama lain dari arah yang tidak terduga. Pasukan Remidi yang
bermunculan rasanya tidak ada habisnya dan terus bermunculan dari berbagai
arah. Monster minotaur yang juga asalnya hanya berjumlah tiga ekor kini sudah
mencapai belasan. Selain itu para serigala yang sebelumnya pernah menyerang Dionze
pun mulai datang bermunculan untuk menyerang.
Tiba-tiba Dionze sekilas
melihat sesuatu yang melesat mengarah pada Mikoto. Secara refleks ia langsung
bergerak. “Mikoto! Awas!”
~Jleebb..
Darah segar menetes. Sebuah anak panah melesat
entah darimana datangnya dan tertancap pada bahu Dionze. Ia lalu jatuh tertumpu
pada lututnya. Mikoto tercengang melihat apa yang telah terjadi pada Dionze.
Dengan cepat Mikoto merapalkan sebuah mantra hingga muncul perisai berbentuk
setengah bola transparan yang mengelilingi mereka berdua..
“Dionze! Kau tidak
apa-apa?” Mikoto memegangi lengan Dionze.
“Anak panah ini..” Dionze
kemudian mencabut anak panah yang tertancap di bahunya. “Anak panah yang dapat
menembus baja! Bukankah ini milik dari para pengikut Genba? Apa yang sedang mereka
lakukan??”
Dionze lalu melihat ke
segala arah memastikan apa yang sebenarnya terjadi hingga akhirnya ia terkejut
setelah melihat segerombolan pengikut Genba bersama dengan seorang pria
berjubah hitam tak dikenal di depannya sedang berjalan dari bangunan pusat
mendekati mereka. Pria berjubah tersebut kemudian duduk santai pada sebuah
bongkahan beton sambil menghisap benda silinder cokelat berasap seukuran jempol
di tangan kanannya. Sementara itu para pengikut genba yang keseluruhannya
adalah pemanah langsung berlari ke segala arah dan mulai menembaki Dionze
beserta para kelompok peserta terpilih Velika, termasuk Putri Vivian yang kini
berada di tengah-tengah perempuran.
Beberapa kali anak panah
melesat mengarah pada mereka. Meski panah yang ditembaki para pengikut Genba
tersebut dapat menembus baja, tapi panah mereka tak dapat menembus kekuatan perisai
pelindung yang Mikoto buat. Dionze sama sekali tidak habis pikir dengan apa
yang dialaminya sekarang. Kini seluruh pengikut Genba sedang berada dimana-mana
dan menyerang mereka, tapi ia sama sekali tidak melihat Genba dimanapun. Ia
sempat berpikir apa mungkin ia sebenarnya dijebak oleh Genba.
“TUAN PUTRI!!” Tiba-tiba
saja terdengar suara teriakan dari arah para kelompok pelindung Putri Vivian.
Dengan cepat Dionze menoleh
untuk melihat apa yang terjadi. Namun.. Sudah terlambat, Putri Vivian kini
sedang berada dalam genggaman tangan raksasa seekor minotaur. Entah apa yang
terjadi sebelumnya, para peserta yang bertugas menjaga tuan putri pun sama
sekali tidak dapat berbuat apa-apa. Tak lama kemudian, monster itu mendadak mengangkat
sang tuan putri sangat tinggi.
Insting Dionze berdenyut, “Celaka,
sepertinya monster itu akan segera membantingnya.” Sontak ia lalu berteriak.
Benar saja dengan apa yang
Donze pikirkan, monster itu kemudian menggerakkan tangannya ke depan. Ia benar-benar
tak kuat melihatnya. Ia juga tak bisa berbuat apa-apa dalam keadaan seperti
ini. Namun tiba-tiba saja sesuatu telah terjadi ...
~Zzzzaaasshhhh..
Sebuah cahaya hijau terang
menyilaukan muncul di tengah-tengah pertempuran. Entah cahaya apa itu, setelah
itu terlihat sebuah bayangan hitam bergerak sangat cepat mendekati minotaur
yang akan membanting Putri Vivian sampai akhirnya ...
~Zzzziinggg..
Tangan Minotaur yang sedang menggenggam Putri
Vivian terlepas dari tubuhnya?! Apa yang sedang terjadi sebenarnya? Dionze tak
dapat memperhatikan dengan jelas apa yang telah terjadi barusan. Sungguh
kekuatan yang luar biasa. Sebenarnya bayangan hitam apa tadi yang ia lihat
sebelumnya? Tapi kemudian Dionze baru tersadar, ada dimana Putri Vivian
sekarang berada? Setelah kejadian aneh tadi, ia tak dapat memastikan keberadaan
sang tuan putri.
Dionze terus memperhatikan
sekitarnya. Keadaan masih sangat kacau meski hal aneh telah terjadi barusan.
Mikoto yang tadi berada tepat di sampingnya lalu menyuruhnya untuk berdiri. Ia
terlihat sangat kelelahan karena perisai yang telah ia buat sudah terlalu lama
melindungi mereka. Sedikit demi sedikit kekuatan perisai tersebut mulai
berkurang seiring dengan melemahnya Mikoto, sementara di luar para pasukan
remidi tak berhenti berusaha untuk menembus perisainya. Dionze tak tahu mesti
berbuat apa, tapi yang jelas ia akan berusaha sekuat tenaga untuk melindungi
siapapun yang berhak untuk ia lindungi.
Perisai Mikoto semakin
kehilangan kekuatannya. Tampak getaran gelombang dari dinding perisai tersebut.
“Dionze, aku sudah tidak
tahan lagi.” Mikoto berbicara dengan sedikit berbisik pada Dionze. Wajahnya
memerah dan tubuhnya penuh dengan keringat. “Perisai ini akan segera hancur.”
“Jangan terlalu memaksakan
diri, Mikoto! Aku akan melindungimu.”
“Tapi lukamu?”
“Tenang saja. Aku sudah
terbiasa dengan luka kecil seperti ini.” Dionze lalu memeluk Mikoto yang
semakin melemah di sampingnya. “Serahkan saja selanjutnya padaku.”
Mikoto lalu berkata sambil
tersenyum simpul pada Dionze. “Terima kasih, Dionze.”
Tak lama kemudian
pelindung transparan yang mengelilingi mereka akhirnya hancur sepenuhnya. Dionze
mengangkat tameng serta pedangnya. Dengan penuh percaya diri, ia hadapi semua
serangan pasukan Remidi yang ada di hadapannya sendirian. Seolah kekuatan baru
telah bangkit dalam dirinya, bahkan seluruh terjangan panah yang menyerang
mereka berdua pun dapat dengan mudah ditangkis oleh tamengnya. Berbagai skil
spesial telah ia keluarkan. Rasanya seperti mendapatkan kekuatan tambahan yang
entah darimana datangnya.
Sementara Mikoto yang
berada di pelukannya terlihat sedang merapalkan sebuah mantra. Mantra yang berefek
untuk memulihkan dirinya sendiri dan juga memberikan aura tambahan pada Dionze
sehingga Dionze dapat melakukan skil-skil spesial tanpa ia sadari.
Ketika Dionze terus
menerus menghadapi serangan demi serangan dari pasukan Remidi, ia menyadari
satu per satu pasukan Remidi yang ada di dekatnya jatuh secara tiba-tiba. Ia
tak begitu jelas memperhatikan apa yang sedang terjadi dengan mereka karena ia
sudah terlalu sibuk menghadang serangan yang ada dihadapannya. Namun tiba-tiba
seseorang menghampirinya dengan sangat cepat dan berbisik padanya.
“Dionze.. Sudah lama kita
tidak bertemu.”
***
Rasanya seperti
baru saja terbangun dari tidur yang panjang. Kepalaku sangat berat dan pusing.
Entah apa yang terjadi, tapi seingatku tadi rasanya kekuatan anehku mulai
kembali mengendalikan tubuhku. Tapi yang terpenting adalah aku tidak tahu ada
dimana sekarang ini? Penglihatanku masih terlalu buram untuk menyadari
keberadaanku saat ini. Namun samar-samar mulai terdengar riuh suara yang begitu
ramai. Apa aku berada di suatu pesta?
Penglihatanku
yang buram akhirnya sedikit demi sedikit mulai semakin jelas. Suara detak
jantungku terdengar seiring dengan kesadaran yang semakin membaik. Seluruh bagian
tubuhku yang berat kini semakin terasa dan bisa ku kendalikan. Tapi meski kesadaranku
mulai membaik, rasanya ada beban yang cukup berat pada kedua tanganku saat ini.
“Whoaaaa!!!”
Alangkah
terkejutnya aku ketika seluruh kesadaranku mulai pulih sepenuhnya. Nampak
seorang gadis cantik berambut panjang dengan pakaian gaun kerajaan sedang tak
sadarkan diri di kedua tanganku. Tunggu.. Setelah kuperhatikan lagi, ternyata
gadis ini.. gadis ini adalah Vivian?!
Dalam
keadaan setengah sadar tadi, hampir saja aku menjatuhkan Vivian. Entah sejak
kapan aku menggendongnya, sepertinya ini adalah ulah dari kekuatan anehku tadi.
Tapi apa yang terjadi pada Vivian? Kenapa ia tak sadarkan diri seperti ini? Lalu
kuperiksa nadi di pergelangan tangannya dan untunglah ia masih hidup.
Di
tengah kebingungan ini, aku memperhatikan sekelilingku yang sejak tadi
kuhiraukan. Perlahan aku mulai mengingat apa yang telah terjadi sebelumnya.
Kini aku sedang berada di luar bangunan pusat kubah kegelapan milik Tyron.
Tempat penuh pertempuran yang tadi sempat kulihat di monitor.
Seketika
terasa kembali panas membara yang mengelilingi tubuhku. Kekuatan aneh ini
sepertinya akan kembali menguasaiku. Tapi tidak! Kali ini aku bisa menguasai
tubuhku sendiri!? Apa mungkin aku akhirnya bisa mengendalikan kekuatanku ini?
Tubuh
Vivian yang terasa berat di tanganku berangsur-angsur menjadi lebih ringan.
Pendengaran serta penglihatanku pun menjadi lebih sensitif dari sebelumnya.
Gerakan motorikku semakin bertambah seiring dengan tingkat reflektifitas yang
terus naik secara mengagumkan. Rasanya aku bisa melihat sekitarku dalam gerakan
lambat dan dapat merasakan seluruh bahaya yang mungkin akan datang menghampiriku. Dengan kekuatanku ini, rasanya
aku ingin segera menghabisi si keparat Tyron!
Namun
kini yang menjadi masalah untukku, aku harus mencari tempat aman untuk
melindungi Vivian dari pertempuran ini. Sebenarnya saat ini aku dan Vivian
berada pada tempat yang cukup terpisah dari pertempuran, rasanya cukup aman
jika aku menyembunyikan Vivian di sini sementara aku bertarung melawan para
pasukan Remidi.
Aku
berkeliling dan mengambil beberapa reruntuhan bangunan di sekitarku. Setelah
itu kususun reruntuhan-reruntuhan tersebut hingga membentuk suatu ruangan untuk
menyembunyikan Vivian dari bahaya yang mengintainya.
“Vivian,
tunggu aku di sini sebentar.” Aku berbisik padanya. “Aku pasti akan kembali.”
Dengan
perasaan harap-harap cemas, kemudian aku berlari dan melompat sangat jauh
meninggalkan Vivian menuju medan pertempuran. Semoga saja tak ada satupun
bahaya yang mendekatinya.
Kekuatan
ini sungguh luar biasa. Meski pertama kali menggunakannya, tapi dengan mudah
aku dapat beradaptasi dengan kekuatan aneh ini. Mungkin ini efek dari
kebiasaanku yang sering menonton film animasi aksi saat di duniaku dulu dan
berimajinasi menjadi karakter utama dalam film tersebut. Sungguh sangat
menyenangkan.
Aku
melompat sangat tinggi untuk memantau pertempuran. Dari udara aku perhatikan
begitu mengerikannya tempat ini. Seluruh temanku di pelatihan Velika ada di
sini bertarung melawan para pasukan Remidi dan keadaan mereka sungguh sangat
memprihatinkan. Dari sini pula aku melihat Mikoto dan Dionze yang sedang
berjuang mempertahankan diri dari serangan-serangan pasukan Remidi.
~Zzzaaassshhh..
“Apa itu?” Aku terkejut setelah
menyadari sesuatu baru saja melewatiku. Ternyata, setelah kuperhatikan lebih
jelas ada puluhan anak panah sedang melesat cepat mengarah padaku! “Celaka,
posisiku saat ini tidak terlalu bagus. Aku tak dapat bermanuver di atas udara.”
Dalam
keadaan terdesak, tiba-tiba saja tangan kananku mengeluarkan sinar terang
berwarna hijau. Sinar itu kemudian memanjang dan membentu menjadi sebuah benda
yang tak asing lagi bagiku. Pedang ‘Dartmouth Eterna’! Pantas saja tadi rasanya
ada yang hilang dari diriku. Dengan pedang ini, aku dapat menangkis semua panah
yang ada di hadapanku.
~Dang.. ~Dang.. ~Dang..
Seluruh
anak panah itu telah kutangkis dengan sempurna. Kini aku telah mendarat dengan
mulus di tengah-tengah pertempuran berdarah ini. Belum lima detik berada di
tanah, sebuah pedang mengayun kencang hampir mengenaiku. Aku masih belum
terbiasa untuk bertarung dalam keadaan sadar. Lagi-lagi yang kulakukan hanya
menghindar dan menangkis.
“Kau harus terbiasa membunuh demi kebaikan
atau kau yang akan terbunuh.”
Tiba-tiba
terdengar suara yang tidak asing mendengung di kepalaku. Entah suara apa itu,
namun setelah itu kemudian pedangku menjadi bersinar dan tanganku mengayun
dengan sendirinya menghempaskan lebih dari lima pasukan Remidi yang ada di
hadapanku.
Aku
lalu terdiam. Apa yang baru saja kulakukan? Secara tak sadar aku teringat
bagaimana aku menusuk Javier dulu hingga akhirnya ia kehilangan nyawanya. Aku
merasa sangat berdosa. Sekali lagi aku telah menghilangkan nyawa manusia.
“Sadarlah, Enutra! Meski mereka adalah
manusia yang mirip dengan kita, tapi mereka telah menyebabkan banyak bencana di
dunia ini! Bunuhlah mereka demi menyelamatkan jutaan nyawa yang tidak bersalah!
Jangan sampai kau menyesal seperti saat Genba kehilangan nyawanya.”
Suara
itu kembali mendengung di kepalaku. Entah apa yang kupikirkan saat ini, rasanya
seluruh perasaanku menjadi tercampur aduk.
Setelah
itu aku terdiam. Aku berpikir cukup lama. Tanganku semakin erat menggenggam
pedang berbilah hijau ini. Kemudian, pedang tersebut kembali bersinar dan
kemudian ku ayunkan dengan sepenuh tenaga pada para pasukan Remidi yang ada di
depanku.
“KEDATANGANKU
KE DUNIA INI TIDAKLAH UNTUK DISIA-SIAKAN BEGITU SAJA!!”
***
[1] Potion adalah ramuan berupa cairan untuk diminum
dan memiliki efek yang berbeda-beda pada peminumnya sesuai dengan jenisnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar