16 September 2013

DOMINO


            Suara angin kencang bertiup begitu kerasnya menerpa setiap sela-sela pohon. Badai topan di pagi hari ini sungguh sangatlah mengerikan. Awan hitam membentang luas seakan bertugas menggantikan matahari yang masih enggan untuk menampakkan dirinya. Tetesan hujan yang begitu rapat mencoba untuk menghalangi pandangan. Petir dan kilat terus menerus menggelegar semakin menambah kesuraman di sudut kota kecil ini.
            Namun suramnya langit saat ini yang begitu nyata dan mengerikan sama sekali tidak dihiraukan oleh Doni, seorang pengusaha terkaya di daerahnya. Ia hanya merasakan sejuknya AC dan tenangnya alunan musik klasik yang mengalun lembut dari pemutar musik di ruang kerja pribadi di rumahnya. Suatu suasana yang kontras bila membandingkan dengan apa yang ada di luar sana.

            ~kriiingg.. kriiiingg..
            Seketika saja suara telepon genggamnya memecah ketenangan yang ia nikmati sambil memeriksa kinerja perusahaannya lewat komputer portable miliknya. Ia melihat sejenak melalui layar teleponnya untuk memastikan siapa yang telah memanggilnya. Namun yang nampak hanyalah nomor yang tidak dikenal olehnya.
            “Halo.” suara Doni yang tegas dan berwibawa menjawab panggilan telepon tersebut.
            “Apakah benar ini dengan Bapak Doni?” terdengar jawaban dari telepon tersebut.
            “Ya benar. Maaf dengan siapa saya berbicara?”
            “Selamat pagi bapak Doni. Saya dari pihak kepolisian.”
            Seketika Doni tersentak kaget ketika mendengar jawaban dari telepon tersebut. Untuk apa polisi memanggil dirinya?
            “Oh ya, se.. selamat pagi. Ada keperluan apa ya?”
            “Begini pak. Saya hanya menyampaikan sesuatu mengenai anak bapak..”
            “Ada apa dengan anak saya?!” belum selesai polisi tersebut berbicara, Doni sudah memotongnya dengan penuh kepanikan.
            “Anak bapak yang bernama Rama kini sedang berada di kantor polisi karena keterlibatannya dengan penyalahgunaan obat-obatan terlarang. Dia tertangkap basah ketika sedang melakukan pesta sabu-sabu bersama teman-temannya.”
            “Tidak mungkin! Tidak mungkin itu terjadi!”
            Doni melepas telepon genggam yang sedang ia gunakan hingga terjatuh tanpa sempat ia mematikannya. Terdengar suara ‘halo’ dari telepon tersebut, namun ia sama sekali tidak menghiraukannya. Dia begitu shock mendengar kabar mengejutkan tersebut.
            Tanpa berpikir panjang, ia langsung meninggalkan ruang kerja pribadinya dan bergegas mengambil kunci mobil miliknya. Istrinya yang sedang kebingungan dengan tingkahnya berusaha untuk berbicara dan meminta penjelasan tentang apa yang sebenarnya terjadi.
            “Pah, ada apa sih kok buru-buru begitu?”
            “Haduh mah, gawat. Anak kita..”
            “Ada apa dengan anak kita, pah?” mendadak ekspresi istrinya menjadi semakin terlihat khawatir.
            “Anak kita sekarang ada di kantor polisi. Katanya dia terlibat penyalahgunaan narkoba.”
            “Hah?!”
            “Papah sekarang mesti kesana. Mamah di rumah dulu ya. Tunggu kabar dari papah selanjutnya.”
            Istrinya hanya diam terpana dengan apa yang dikatakan Doni. Wajahnya semakin lama semakin pucat. Tubuhnya seketika lemas dan akhirnya pingsan tepat dihadapan Doni.
            “Ma! Mamah! Bangun mah!”
            Doni memanggil beberapa pembantunya untuk membopong istrinya menuju kamar. Seolah tak terlalu memerdulikan istrinya, ia berlari menuju garasi dan segera menaiki mobil sedan sport merah miliknya.
            Dalam perjalanan menuju kantor polisi, Doni sama sekali tidak memperhatikan seluruh keadaan yang terjadi di luar mobil. Jalanan yang gelap dan licin karena badai topan pun ia hiraukan meski hal tersebut dapat membahayakan dirinya.
            Lampu besar ia nyalakan untuk menerangi jalan yang sedang dilaluinya. Tapi percuma, guyuran hujan yang begitu padat membatasi pandangannya hingga beberapa meter saja. Dalam keadaan yang gelap, tiba-tiba muncul dari arah berlawanan sebuah truk besar pembawa pasir dengan kecepatan yang sangat tinggi. Doni sangat terkejut melihat apa yang ada di depannya. Berkali-kali ia menginjak pedal rem namun mobilnya sama sekali sulit dikendalikan karena jalanan yang licin. Tak hanya Doni, supir truk yang sebelumnya tenang mengendarai kendaraan besarnya pun tersentak kaget melihat mobil sedan yang melaju kencang ke arahnya dengan keadaan tidak terkendali.
            Akhirnya, tabrakan pun tak dapan terelakan lagi. Mobil sedan yang dikendarai Doni hancur seketika seperti kaleng minuman yang telah diinjak. Begitu juga dengan truk besar yang menghantamnya, pasir muatannya tumpah ruah ke jalanan menutupi aspal yang basah.
            Air hujan bercampur darah membasahi. Tabrakan hebat tersebut merenggut dua nyawa. Doni dan supir truk tersebut tewas seketika dengan keadaan yang sangat memprihatinkan. Suara sirine terus menerus berbunyi seakan menjadi pengantar perjalanan dua arwah menuju dunia kekal di akhirat.
***

            Keesokan harinya cuaca lebih cerah dari biasanya, kontras dengan yang telah terjadi sehari sebelumnya. Rina, istri Doni menanti suaminya yang sejak kemarin pagi tidak terdengar kabarnya. Ia belum mengetahui apa yang telah terjadi pada suaminya. Rasa cemasnya sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan apapun, terlebih lagi dengan keadaan anaknya yang kini sedang mendekam di kantor polisi.
            Suasana di rumah itu kembali menjadi suram ketika telepon berdering. Rina dengan segera mengangkatnya dengan perasaan yang was-was. Dengan terbata, ia mengangkat dan menjawab telepon itu.
            “Selamat pagi, kami dari Rumah Sakit Melisa.”
            “I.. Iya, selamat pagi.”
            “Sebelumnya kami mengucapkan turut berduka cita.”
            “Ada apa? Apa yang terjadi?!”
            “Suami ibu, Doni, telah meninggal dunia dalam kecelakaan kemarin pagi.”
            Belum sempat Rina membalas, ia langsung jatuh tergeletak tak sadarkan diri.
***

            Rina perlahan membuka matanya, sadar bahwa kini ia sedang terbaring di atas tempat tidurnya.  Ia duduk sejenak dan memperhatikan sekitarnya. Sayup-sayup terdengar suara banyak orang dari luar kamarnya. Ia lupa apa yang telah terjadi sebelumnya. Ia hanya teringat sesuatu yang mengerikan telah menimpa dirinya.
            Rina membuka pintu kamarnya dan mendapati orang-orang dengan pakaian serba hitam tengah duduk sambil membacakan surat yasin. Ia masih bingung dengan apa yang terjadi hingga ia terkejut ketika melihat suaminya yang ia cintai telah terbaring dengan balutan kain kafan. Rina menangis histeris tanpa henti. Semua orang yang datang langsung menenangkan Rina yang terus menerus menangis.
            Rina tak menyangka semua ini harus terjadi pada dirinya. Ia meminta semua orang untuk terus membacakan doa untuk suaminya di luar. Ia tak sanggup untuk melihat suaminya langsung seperti itu. Ia ingin sendiri untuk saat ini.
            Sesaat Rina melihat sebuah pisau dapur yang tersimpan bersama dengan buah-buahan yang sempat diberikan para tamunya.  Terlintas pemikiran untuk segera mengakhiri hidupnya. Tak ada satu pun yang pantas dipertahankan baginya. Keluarganya kini telah hancur. Ia ingin segera mengakhirinya sesegera mungkin.
            Tanpa pikir panjang, Rina menggoreskan pisau dapur tersebut tepat pada nadi di tangannya. Darah segar mengalir dengan deras setelah ia menggoreskannya. Perlahan Rina semakin lemas tak berdaya hingga nyawanya pergi menghilang dari raganya.
***

            Rama menggigil kesakitan karena menahan sakitnya sakau. Ia hanya duduk terdiam tak tahu apa yang harus dilakukan. Berharap ayahnya segera datang dan memberikan jaminan sudah dirasa tidak mungkin lagi. Dua hari sudah ia berada di ruang tahanan ini tanpa informasi sedikit pun mengenai keluarganya. Ia berpikir mungkin keluarganya telah membenci dirinya yang sudah melakukan kesalahan seperti ini.
            Perlahan-lahan tubuhnya semakin melemah karena efek sakau yang dialaminya. Polisi sama sekali tidak memperhatikan apa yang telah terjadi padanya. Sakit itu semakin lama semakin tak terbendung hingga membuatnya menjerit-jerit.
            Tak lama kemudian datang seseorang dengan pakaian serba putih. Entah siapa orang itu. Rama tak mampu melihatnya dengan jelas karena sakit yang ia alami.
            Orang itu kemudian menjulurkan tangannya pada Rama. Tapi, Rama dengan kondisinya yang semakin lemah tak bisa berbuat apa-apa. Pandangannya semakin lama semakin kabur. Ia sempat melihat cahaya putih muncul dari atas dan kemudian menghilang.
***

            “Apa kamu pernah mendengar berita tentang keluarga Pak Doni?”
            “Yang mana ya?”
            “Itu yang satu keluarga meninggal gara-gara anaknya pesta narkoba.”
            “Ah mana tau saya tentang cerita begituan.”
            “Ya sudahlah, Rama. Yang penting mari kita lanjutkan pesta sabu-sabu ini!!”
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar