CHAPTER 44 - IKATAN DARAH
Baru saja langit malam tergantikan
terang sesaat setelah terbitnya sang surya dari ufuk timur, kini kembali redup
diselimuti awan kelabu pekat yang menggelayut perlahan menutupi setiap pancaran
hangat mentari. Dari arah timur laut, angin bergemuruh ikut memamerkan aksinya,
menghempaskan ombak laut lepas, berkali-kali menghantam haluan kapal.
Aura mencekam mulai memenuhi atmosfir. Namun ini bukanlah akibat dari rangkaian
perubahan cuaca yang terjadi di luar, melainkan kejadian mengerikan yang baru
saja terjadi beberapa saat setelah dimulainya jamuan sarapan. Pembunuh merajalela dan berkeliaran bebas di
dalam kapal besar ini.
Aku, Vivian,
dan beberapa Pejuang Vivian kini telah meninggalkan ruang. Awalnya aku meminta
Vivian untuk tetap tinggal demi keselamatannya. Namun ia tetap bersikeras
menolak dan tak ingin terpisah dariku. Meski membuat hatiku senang, di lain hal keputusannya tersebut
membuat beberapa penumpang pria di kelas bangsawan menunjukan tatapan sinis
padaku. Tentu saja
aku harus menghiraukannya, yang jelas prioritas saat ini adalah keselamatan
Vivian.