16 April 2018

DUNIA SEMU #40


CHAPTER 40 - HATI YANG TERHUBUNG

            Tangan kananku memegang erat tali tambang yang telah tersimpul laso di salah satu ujungnya. Kemudian memutarnya seperti seorang koboi yang hendak menangkap seekor kuda. Dengan posisi salah satu kaki menekuk ke depan menyangga dari ujung sampan, sementara kaki satunya lurus memanjang ke belakang. Menunggu saat yang tepat, mata ini sedikit memicing memastikan kelancaran rencana ini.
            “Lena, aku mohon tunggu sebentar.” ucapku tanpa sempat menengok ke arahnya. “Doakan semoga rencana ini berhasil.”
            Aku tak sempat memandang Lena secara langsung, namun aku yakin ia sempat mengangguk dari sudut mataku.
            Jarak kami dan Scylla sudah semakin dekat. Mungkin hanya beberapa meter. Itu pun jika lehernya tidak dibentangkan menghadap kami.
            Namun apa yang ku khawatirkan akhirnya terjadi. Monster itu tiba-tiba membentangkan leher, menghadapkan kepalanya pada kami dan kemudian membuka mulutnya yang penuh dengan gigi tajam berikut lidah bercabang yang terjulur ke luar.

            Seketika tubuhku mematung tak berkutik. Bukan karena rasa takut akan serangan mengerikan Scylla. Tetapi di luar dugaan, sesuatu telah mengejutkanku sesaat sebelum Scylla mencoba menerkam kami.
            “Enutraa!!! Aku, Rombusta tak akan membiarkan kau berbuat seenaknya!!”
            “Kau pria berkepala plontos tadi??” teriakku spontan saat melihat si pemimpin kelompok tadi kini berdiri dengan gagahnya di dalam rahang Scylla yang terbuka.
            Untunglah sesaat kemudian aku mulai tersadarkan kembali. Dengan segera aku melompat sambil menarik lengan Lena yang berada di belakangku sebelum Scylla melahap habis kami berserta sampan ini. Terpaksa kami harus kembali menapaki air, mengambang di antara reruntuhan sampan yang berserakan di permukaan. Sementara itu, serangan Scylla menciptakan riak gelombang yang besar sehingga kami terbawa arus hingga akhirnya terpisah satu sama lain.
            Aku sempat tenggelam karena kuatnya arus yang diciptakan oleh serangan Scylla tadi. Dengan panik kugerakkan seluruh anggota tubuh agar tetap mengambang. Masih ada perasaan takut dalam diriku karena sebelumnya sempat mengalami tenggelam di lautan dalam ini. Untunglah keadaanku tidak sama seperti saat itu, akhirnya aku dapat bernapas lega setelah berhasil menyembul kembali ke permukaan. Namun kini aku tak yakin dengan keberadaan Lena setelah tadi sempat berpisah dengannya. Segera aku menengok ke segala arah untuk mencari gadis berambut merah tersebut.
            “Enutraa!!” sayup-sayup terdengar panggilan seorang wanita dari belakang tubuhku.
            Aku membalik badan dan setidaknya aku dapat bernapas lebih lega lagi, “Ah.. Syukurlah kau selamat, Lena.”
            Kami berdua berenang saling mendekat.
            “Aku pikir kau akan tenggelam lagi.”
            “Jangan sampai aku tenggelam lagi. Jujur karenanya, aku jadi sedikit fobia terhadap laut dalam seperti ini.” ucapku sedikit bercanda.
            “Tapi Enutra, bagaimana kita selanjutnya? Scylla pasti akan muncul kembali melahap kita bila kita tidak segera berbuat sesuatu.”
            “Tenangkanlah dulu dirimu. Lebih baik kita segera cari sisa-sisa sampan milik kelompok tadi yang masih terlihat utuh.”
            “Dalam keadaan seperti ini?”
            “Jangan khawatir. Sebelum kita melompat tadi, aku sempat melakukan hal sesuai dengan rencanaku.”
            “Jadi tadi kau sempat melakukannya?”
            “Ya, aku sempat mengikatkan tali yang terhubung dengan baju zirahku pada salah satu gigi Scylla.”
            “Syukurlah.. Kalau begitu bagaimana bila kita menyebar untuk mencari sisa sampan milik kelompok Rombusta?”
            “Jadi kelompok tadi namanya kelompok Rombusta ya? Baiklah. Tapi berteriaklah bila sesuatu terjadi padamu.”
            Lena mengangguk sesaat dan kemudian akhirnya kami berenang terpisah.
            Meski tadi terlihat tenang di hadapannya, aku masih merasa keadaan kami saat ini masih belum aman. Dengan masih hidupnya pria plontos bernama Rombusta tadi, aku memang harus bergegas untuk mencari cara untuk kembali ke daratan dengan segera.
            Ada banyak serpihan sampan di permukaan laut. Ada juga beberapa serpihan yang terlihat cukup kuat untuk dinaiki, namun setelah dicoba serpihan sampan tersebut tenggelam karena bobot tubuhku. Di sisi lain pun aku masih memperhatikan Lena yang tengah berusaha mencari sampan yang layak untuk kami berdua. Ia masih terlihat gigih dan penuh semangat meski berkali-kali gagal mendapatkan apa yang diinginkan. Seketika aku sedikit menggelengkan kepala. Seharusnya aku lebih semangat, bukan hanya diam memperhatikan gadis itu.
            “Ketemu!” seru Lena dari kejauhan. “Enutra! Akhirnya aku menemukan sampan utuh berserta dayungnya yang dapat menampung kita berdua.
            Aku tersenyum mendengarnya. Dengan segera aku berenang mendekatinya. Kadang pula menyelam agar bisa bergerak lebih cepat.
            Namun ketika aku menyelam, samar-samar terlihat sebuah bayangan besar yang meluncur cepat dari dasar laut menuju permukaan. Semakin lama bayangannya semakin besar dan jelas menampakkan wujudnya.
            “Celaka! Scylla telah berhasil lepas dari jeratan baju zirahku!”
            Aku segera mengamati jalur luncurnya, kemana ia akan muncul di permukaan. Kudongakkan kepala ke atas dan terlihat bayangan yang mengambang di permukaannya. Sontak gelembung udara keluar deras dari mulut dan hidungku.
            Aku kembali berenang menuju permukaan sambil mendekati sampan yang dinaiki oleh Lena.
            “Lena! Cepat kau bawa sampan itu menjauh dari tempatmu berada!” teriakku.
            “Apa? Kau minta aku mendekatimu lebih dekat? Jangan malas! Aku akan menunggumu di sini.” balas Lena yang diakhiri dengan tawa.
            “Bukan begitu! Kali ini keadaannya berbahaya!” teriakku lagi mencoba membujuknya.
            “Berbahaya?”
            Lena kemudian menengok ke bawah dari samping sampannya. Ia terkejut setelah melihat sebuah bayangan hitam raksasa yang semakin lama semakin membesar meluncur ke arahnya. Terlihat raut kepanikkan dari wajah Lena, dengan sekuat tenaga ia berusaha untuk mendayung menjauh.
            Aku pun juga masih mencoba berenang secepat yang aku bisa. Namun usahaku seolah sia-sia. Tubuhku seketika mematung dan mataku membelalak sangat hebat saat melihat kenyataan di hadapanku.
            “Sudah terlambat.” ucapku dalam hati.
            Mulut raksasa yang menganga penuh gigi tajam menyembul dari dasar laut. Menghisap segala yang ada di permukaan bak pusaran dahsyat.
            Termasuk Lena dan sampannya.
            Ia tak sempat menghindar meski telah berusaha menjauh. Ia terhisap oleh pusaran yang berasal dari mulut Scylla. Hingga akhirnya tertelan tanpa bekas.
            Kini sebagian tubuh Scylla sudah muncul. Menampakkan punggung serta kepala dengan lehernya yang panjang.
            Amarah disertai perasaan putus asa menyelimuti hatiku. Tak ada yang dapat kulakukan tanpa adanya kekuatan dari Imaji. Betapa tak bergunanya diriku.
            “ENUTRA! Aku tahu kau pasti tengah putus asa dari bawah sana. Tapi ini benar-benar tidak sesuai rencanaku!!” tiba-tiba kembali terdengar teriakan Rombusta menyeruak dari dalam mulut Scylla.
            Setelah itu ia melompat keluar dari mulut Scylla sambil membawa dan membekap Lena menuju salah satu puing sampan.
            “Lena!” teriakku spontan.
            Setidaknya aku bersyukur ketika melihatnya masih baik-baik saja meski dalam keadaan tak berdaya di tangan Rombusta.
            “Tenang saja, aku tidak akan membunuhnya semudah itu. Aku masih membutuhkannya sebagai rencana cadangan.”
            “Cepat lepaskan Lena!”
            “Maaf tapi tak akan semudah itu.”
            “Apa yang kau inginkan sebenarnya?!”
            Rombusta lalu menunjuk diriku dengan telunjuknya.
            “Kau menginginkan pedang ini hah?!”
            Rombusta hanya menaikkan salah satu alisnya menatapku sambil tersenyum sinis.
            Emosiku tak menentu. Segera kugerakan tangan dan kakiku untuk berenang menuju kumpulan puing-puing sampan yang masih tersisa, setelah itu aku memanjat menaikinya. Sambil menjaga keseimbangan, perlahan-lahan aku berdiri di atasnya. Kulepaskan pedang dari sarungnya dan kemudian mengacungkannya. Sejujurnya kekuatan misteriusku ini masih belum muncul semenjak terakhir kali berteleportasi dari dalam perut Scylla. Namun, aku tak bisa hanya berdiam diri saja. Biar kuserahkan saja pada tekad dan keberanianku.
            “Ambil saja pedang ini!!” teriakku lantang.
            “Ck.. Ck.. Salah..” Rombusta menggeleng, “Yang aku inginkan adalah kekuatan pedang yang ada di dalam tubuhmu itu.”
            “A-apa maksudmu?”
            Pria plontos itu mengerutkan dahinya, “Aku memang harus benar-benar berterima kasih kepada gadis ini yang telah berhasil menuntunku kepadamu. Kau memang targetku sejak namamu mulai terkenal di kalangan para pengikut Bangsa Remidi.”
            “Remidi??” ucapku pelan.
            “Aku ingin menyerahkanmu pada mereka sehingga mereka akan memberikanku kekuasaan lebih dan jabatan yang tinggi di bangsa mereka.” jelas Rombusta lagi sambil tertawa.
            “Ternyata memang Bangsa Remidi lah yang ada di balik semuanya.” ucapku geram.
            “Oh ya. Orang-orang Remidi pula lah yang memberikan peliharaan ini padaku.” jelas Rombusta kembali sambil menunjuk pada Scylla, “Mereka memang orang-orang yang menarik! Karena mereka, aku jadi bisa menjarah semua kapal pedagang yang akan mendekati kota ini.”
            Dahiku mengernyit menahan emosi oleh segala ocehan dan omong kosongnya.
            “Aku benar-benar tak peduli dengan apa yang kau katakan!” mataku menatap tajam, lurus pada Rombusta, “Lepaskan Lena segera!”
            Pria plostos itu seketika membuka lebar matanya dan menyeringai mengerikan. “Tapi serahkan dulu dirimu padaku!”
            Sesaat aku berpikir, memang tak ada pilihan lain selain menyerahkan diri padanya. Lagipula kekuatan ini tengah menghilang dari tubuhku. Tapi, aku benar-benar tak yakin padanya. Bagaimana bila omongannya hanyalah bualan belaka? Bagaimana bila ia malah melemparkan Lena pada Scylla setelah aku menyerahkan diri? Tolong aku Imaji. Tolong aku Dionze. Tolong aku.. Vivian..
            Untuk saat ini tak ada lagi yang bisa kulakukan. Aku menunduk lemas. Sepertinya memang ini lah jalan terakhir untuk bisa menyelamatkan Lena.
            Aku kembali mendongak dan berteriak lantang, “Baiklah. Aku menye-..”
            ~Aarrgghhh...
            Belum selesai aku berkata, tiba-tiba Rombusta mengerang tanpa kuketahui apa yang telah terjadi. Kufokuskan penglihatanku untuk memperhatikannya. Ternyata baru saja sebuah panah telah melesat menembus perut Rombusta dari belakangku!
            “Enutraaa!!!!”
            Tak lama setelah itu, terdengar pula suara teriakan yang tak asing di telingaku. Spontan kuhadapkan tubuh ke belakang. Pada saat itu juga, terlihat seorang gadis yang berdiri mengapung di atas air mendekatiku laksana dewi yang mencoba untuk memberikan pertolongan.
            “Viv-Vivian??” tanyaku berbisik pada diri sendiri.
            Ya! Itu memang Vivian! Ia berdiri di atas sebuah sampan kecil dengan mata sayu sembab. Dibelakangnya terdapat dua orang pria berbadan kekar yang dengan semangat mendayung.
            Meski hati ini bahagia karena akhinya dapat melihatnya kembali, namun dari hati kecilku tetap mengkhawatirkannya karena tempat ini sangat berbahaya. Aku harus segera mengingatkannya sebelum hal yang lebih buruk terjadi. “Vivian! Di sini sangat berbaha-..”
            Belum selesai bicara, aku telah terpana dengan puluhan kapal-kapal besar yang juga bergerak mengapung mendekat, mengikuti sampan Vivian. Di atas masing-masing kapal tersebut pula terdapat puluhan ksatria dan para ahli tenaga dalam ber-armor dan bersenjata lengkap. Sepertinya Vivian telah mengumpulkan mereka semua selama aku pergi meninggalkannya.
            “Enutra, kau baik-baik saja?” Vivian melompat dan memelukku setelah sampannya berhasil mendekatiku. Sementara itu aku hanya berdiri diam seolah tak percaya.
            “A-aku tidak apa-apa. Tapi.. Vivian, apa yang telah membawamu kemari?”
            “Aku rasa hatiku memang selalu terhubung denganmu.” seketika wajahku memerah setelah mendengar jawaban Vivian yang spontan, “Rasa khawatirku memang benar-benar sebuah pertanda.”
            “HEY!! ADA APA INI SEBENARNYA?!” Teriak Rombusta dari belakangku.
            Perlahan kucoba untuk melepaskan pelukan Vivian sambil membisikkan beberapa kata, “Terima kasih atas kekhawatiranmu, Vivian. Namun maafkan aku, kali ini aku harus menyelesaikan apa yang telah aku mulai.”
            Namun pelukannya justru semakin erat seakan-akan tak membiarkanku lepas darinya.
            “Tidak! Biarkan para ksatria itu saja yang melanjutkan. Bukankah kau sudah berjanji padaku bahwa kau tidak akan lagi pergi meninggalkanku?”
            Aku memperhatikan para ksatria di belakang Vivan yang telah sangat siap untuk melawan Scylla. Entah apa yang telah terjadi sebelumnya, sepertinya mereka rela melakukan ini semua setelah mengetahui jati diri Vivian yang sebenarnya.
            Vivian lalu melepaskan pelukan namun tangannya kemudian menggenggam erat pergelanganku. Menarikku pada sampan yang telah membawanya ke tempat ini. Setelah itu ia menghadap para ksatria lalu berteriak memberi perintah.
            “Wahai para ksatria Eternality! Kerahkan semua kemampuanmu dan kalahkan monster tersebut!”
            ~HIYAAAAAAAA
            “HA.. HA.. HA.. ENUTRA.. JADI KAU DIAM-DIAM MEMINTA BANTUAN DARI PARA KSATRIA DI KOTA INI? PERCUMA!!! TIDAKKAH KALIAN INGAT PERISTIWA TAHUN LALU? TAK ADA YANG MAMPU MENGALAHKAN SCYLLA!!”
            Puluhan kapal raksasa berisi para ksatria tersebut akhirnya bergerak cepat mendekati Scylla dan Rombusta. Jujur, yang kukhawatirkan saat ini adalah Lena yang sedang disekap olehnya. Dalam keadaan seperti ini bisa saja ia memanfaatkan Lena untuk membuat para kesatria tersebut mundur.
            Tapi keadaanku saat ini bagaikan dilema. Aku pun tak bisa meninggalkan Vivian begitu saja di tempat ini. Yang kukhawatikan ia akan melakukan sesuatu yang membahayakan dirinya bila aku bertindak sembarangan. Aku berpikir keras. Aku harus segera melakukan sesuatu sebelum Lena menjadi korban dari Rombusta.
            Namun tiba-tiba tubuhku kembali bergerak di luar kendali. Tanpa kusadari lengan ini telah memeluk erat Vivian. Kini jantungku benar-benar berdetak begitu kencang. Sesaat kami saling menatap, namun ia lalu memalingkan wajahnya ke bawah. Sempat terlihat wajahnya yang putih cerah berubah memerah begitu cepat. Untunglah tak ada perlawanan darinya. Entah mungkin ia ingin melawan namun tak mampu, atau mungkin hanya diam karena merasa nyaman. Yang jelas ada rasa cemas dalam hati kalau-kalau ia akan bersikap dingin lagi kepadaku nantinya.
            Sementara itu, entah apa yang terjadi. Terasa energi yang mengalir begitu besar merasuki tubuhku ketika aku masih mendekapnya. Awalnya hanya ada rasa panas yang menjalar dari ujung kepala hingga kaki dan pandangan berubah menjadi semakin kabur. Kemudian tubuh menjadi semakin ringan hingga akhirnya seluruh kesadaranku dikuasai kembali oleh kekuatan yang biasa merasukiku.
            Setelah beberapa saat memeluk Vivian, ia seketika melemah dan tak sadarkan diri. Lantas dua pria kekar di belakang pun sempat menghunuskan pedang ke arahku namun tiba-tiba saja aku melompat dan berlari cepat di atas air ke arah Scylla dan Rombusta berada tanpa mampu mengejar.
            Saat mode seperti ini, aku tak bisa melihat jelas atas apapun yang telah terjadi. Aku pun tak tahu apa yang telah dilakukan oleh kekuatan ini. Hanya sempat terdengar jeritan seorang pria yang mengerang kesakitan dan auman keras monster raksasa Scylla. Hingga akhirnya aku merasakan lelah yang teramat hebat dan setelah itu tak ada lagi yang kuingat. Semua menjadi semakin gelap.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar