CHAPTER 24 - TERKORBANKAN
“Mikoto,
awas di sebelah kananmu!” Dionze berteriak ketika melihat rekannya berada dalam
posisi yang berbahaya.
Mikoto
menoleh, dan hanya bisa terdiam mematung. Ia tak dapat mengelak dari serangan
cepat yang dilancarkan oleh para pasukan Remidi. Kini yang dilakukannya
hanyalah menutup mata dan pasrah dengan apa yang terjadi. Namun...
~Zwiingg..
“Ada
apa ini?!” Teriak Dionze keheranan.
Tiba-tiba
saja seluruh pasukan Remidi serta makhluk-makhluk lain yang menyerang mereka
menghilang secara bersamaan. Medan pertempuran yang asalnya penuh sesak, kini
terlihat seperti lapangan luas. Hanya ada beberapa orang yang tersisa dengan
kondisi yang berbeda-beda.
“Dionze,
Mikoto, lihat itu!” Diksy menunjuk pada dua orang yang sedang berdiri saling
berhadapan. Di sekitarnya bergeletakan orang-orang yang mungkin sudah tidak
bernyawa. Tidak terlalu jelas siapa dan apa yang mereka berdua lakukan sebenarnya.
“Hey,
bukankah itu Enutra?” Mikoto menunjuk salah satu dari dua orang yang saling
berhadapan itu.
“Ya
benar, itu Enutra? Syukurlah, ternyata dia masih hidup. Tapi siapa orang yang
sedang berhadapan dengannya itu?” Dionze berusaha memperhatikan sambil
memicingkan matanya agar dapat melihat dengan jelas.
“Tyron.”
Diksy menjawab dengan ekspresi penuh kebencian. “Dia adalah Tyron, penguasa
tempat ini.”
Mikoto
dan Dionze langsung melihat Diksy setelah mendengar perkataannya.
“Jadi
dia penguasa tempat ini? Lalu apa sebenarnya yang akan dia lakukan dengan
Enutra disana?” Dionze bertanya-tanya.
“Entahlah,
tapi kelihatannya dia akan melakukan hal yang buruk pada Enutra.” Diksy
mengepalkan tangannya keras-keras. “Kita harus segera membantunya!”
“TEMAN-TEMAN!” Tiba-tiba Enutra melihat
dan berteriak memanggil mereka.
Tak
lama setelah itu sesuatu yang aneh terjadi. Seketika badan mereka menjadi lemah
tak berdaya. Semua orang yang berada di medan pertempuran terjatuh tanpa
tenaga. Tubuh mereka terasa sangat berat untuk digerakkan, terkecuali leher dan
kepala yang hanya bisa digunakan untuk berkomunikasi satu sama lain. Mereka
seperti telah dilumpuhkan oleh kekuatan yang sangat besar. Namun Enutra dan
Tyron yang sejak tadi saling berhadapan masih berdiri tegap. Terlihat bahwa
mereka sedang saling membicarakan sesuatu. Entah apa yang mereka bicarakan,
tapi Dionze, Mikoto, dan Diksy hanya bisa diam dan berharap sesuatu yang baik
akan terjadi pada mereka semua.
***
“Apa
maksudmu dengan membuat mereka lumpuh seperti itu?!” Tanyaku dengan penuh
amarah.
“Apa
maksudku? Bukankah tadi sudah kubilang kalau aku hanya ingin berduel satu lawan
satu denganmu saja?”
“Tapi
kenapa kau harus melumpuhkan mereka?!”
“Masih
belum mengerti juga rupanya.” Tyron lalu mengarahkan pedangnya ke belakang ke
arah teman-temanku yang sedang tidak berdaya tersebut. “Apa kau pikir mereka
tidak akan membantumu jika kubiarkan mereka bebas begitu saja?”
“Tapi..”
“Tapi
apa? Bukannya aku tidak sanggup jika menghadapi kalian semua.” Tyron kemudian
menurunkan kembali pedangnya. “Sebenarnya aku bisa dengan mudah membunuh kalian
meskipun hanya sendiri, tapi saat ini yang kuinginkan hanya berduel denganmu
saja. Aku ingin mengetahui kekuatan misterius apa yang ada di dalam dirimu
hingga dapat dengan mudah mengalahkan pasukan-pasukanku dan monster Cerberus di
Kerajaan Olympus dulu.”
Aku
tertunduk. Aku sangat merasa bersalah, karena aku mereka semua akhirnya
terseret ke dalam masalah ini. Tak ada yang bisa kukatakan lagi. Namun, setidaknya
aku telah mengetahui bahwa teman-temanku hanya dilumpuhkan sementara dan semoga
saja tidak akan terjadi hal yang serius pada mereka.
“Baiklah,
kalau begitu aku ingin kita bertarung di tempat yang lebih aman agar tak
melukai semua teman-temanku yang telah kau lumpuhkan.”
“Lagi-lagi
kau membuat permintaan.” Tyron menusukkan pedangnya ke tanah. “Baiklah, ini
adalah permintaan terakhirmu.”
Lalu
tusukan pedang tersebut mengeluarkan cahaya hijau yang sangat terang hingga tak
terlihat apapun kecuali yang nampak hanya cahaya hijau tersebut. Setelah cahaya
itu menghilang dari pandanganku, aku dan Tyron sudah berada di sebuah atap
salah satu bangunan tinggi di dalam kubah kegelapan.
Kali
ini Tyron tak banyak bicara. Ia hanya menggerakkan tangan kanannya ke depan
dengan posisi seolah sedang menumpahkan pasir ke bawah. Setelah itu dari lantai
terdapat sinar hijau yang kemudian membentuk seperti sesuatu yang ku kenal. Ya,
sinar tersebut akhirnya berubah menjadi satu set pakaian beserta perlengkapan
perangku namun minus dengan tameng Cerberus. Memang, selama ini perlengkapanku telah
dilucuti semenjak berada di tahanan dan hanya mengenakan kaus lengan panjang dan
celana berbahan kulit tipis yang lusuh. Tapi apa maksudnya dengan yang ia
lakukan ini?
“Apa
ini maksudnya?” tanyaku pada Tyron.
“Aku
hanya menginginkan pertarungan yang adil denganmu.”
“Sulit
ku percaya. Bukankah kau adalah orang yang penuh dengan kelicikan?”
Tyron
kembali tersenyum menyeringai. “Aku memang licik, tapi tak ada salahnya kan
jika aku sekali saja berbuat adil. Silahkan pakai peralatanmu.”
Meskipun
aku tak begitu percaya dengannya, tapi tak ada salahnya jika pakaian ini
kembali kugunakan.
“Dimana
tamengku?”
“Maaf,
kalau itu aku tidak bisa mengembalikannya padamu. Tamengmu sudah kupergunakan
untuk pembuatan pakaian yang sedang kugunakan saat ini. Hahahaha..” Tyron
tertawa keras.
“Sialan.”
Aku bergumam.
“Tapi
tak apa kan jika kau tak menggunakan tameng jelekmu itu? Aku yakin kau masih
bisa melawanmu meski tanpa tameng di tangan kirimu.”
Semakin
erat ku genggam gagang pedang ini. Rasanya ingin segera ku tebas si Tyron
sialan itu. Tanpa pikir panjang, aku langsung berlari sekencang-kencangnya dan
bersiap untuk mengayunkan pedangku padanya. “Aku sudah tak peduli dengan
kata-katamu lagi!!”
Tyron
menatap tajam padaku. “Oh, jadi sudah dimulai ya?”
Sebelum
pedangku mengenainya, sempat terlihat senyuman dari wajah Tyron yang sedang
menatap tajam padaku. Setelah itu..
~Ziiinggg..
Tiba-tiba
saja Tyron menghilang dari hadapanku. Entah dimana ia sekarang? Gerakannya
begitu cepat. Apakah ia menggunakan kekuatan teleportasi? Tapi, bukankah
kekuatan tersebut memerlukan waktu yang cukup untuk mengaktifkannya? Lagipula tak
terlihat cahaya hijau yang biasanya muncul saat kekuatan tersebut diaktifkan.
Tanpa
kusadari, terdengar suara bisikkan dari telinga kiriku. “Terlalu lambat.”
Belum
sempat menoleh, sebuah kekuatan yang sangat dahsyat mengenai dadaku dan
menghempaskanku hingga terpelanting sangat jauh melewati bangunan tinggi lainnya
dan menghancurkan dindingnya. Sakit sekali rasanya meski baju zirah yang
kukenakan ini mampu melindungi tubuhku dari sayatan pedang Tyron. Bila saja
baju zirah ini tidak ada, mungkin barusan aku sudah mati seketika.
“Ah,
mengecewakan sekali. Kenapa kau begitu lemah?” Entah darimana datangnya, Tyron
kini sudah ada di sampingku.
Sama
sekali tidak kugubris perkatanyaan. Aku hanya bisa meringis menahan rasa sakit yang
terasa di sekujur tubuhku.
Sepertinya
Tyron tidak begitu senang dengan sikapku yang dingin ini. Sekali lagi ia ayunkan
pedangnya dan mencoba untuk menebasku kembali. Tapi, tidak seperti sebelumnya,
aku akan menahan serangannya dengan menggunakan pedangku ini.
~Dang!! Blassstttt!!
Tidak
mungkin! Tenaganya begitu kuat! Meski sudah kutahan sekuat tenaga dengan
menggunakan pedang, tetap saja aku terhempas hingga menghancurkan tembok-tembok
bangunan di sekitarku. Kekuatan yang luar biasa. Aku pikir kekuatan yang
kumiliki saat ini bisa menandingi serangannya. Jika terus begini, mana mungkin
aku bisa menang melawannya.
Sementara
itu terlihat Tyron berdiri tegap pada salah satu atap bangunan sambil menatap
tajam padaku. Pedangnya yang berukuran besar pun berdiri tanpa ia pegang karena
ditusukkan pada lantai bangunan tersebut. Jubah hitamnya berkibar diterpa angin
kering khas kubah kegelapan. Ia tak banyak bergerak dan hanya terus menatapku
seolah ingin menghancurkanku. Perlahan ia mulai menyeringai dengan senyuman
khasnya diiringi dengan gerakan kedua tangannya yang ia gerakkan kesamping
hingga ke atas. Entah apa maksud dari gerakan itu, tapi firasatku mengatakan
bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi.
Tak
lama kemudian mulai kusadari bahwa benda-benda di sekitarku mulai bergetar
seolah berusaha untuk bergerak. Apa ini memang benar terjadi atau hanya
perasaanku saja?
Tyron
masih berada di tempatnya dengan sikap yang sama, kedua tangannya ia angkat
tinggi-tinggi seolah sedang menopang langit. Dari ujung tangannya terlihat
setitik cahaya kuning kecil dengan beberapa kilatan-kilatan listrik di
sekitarnya. Titik cahaya tersebut semakin lama semakin besar hingga seperti bola
plasma Tesla[1]
raksasa yang mengambang di udara. Langit pun mendadak menjadi lebih gelap dari
sebelumnya. Awan hitam berkumpul di atasnya membentuk sebuah pusaran raksasa. Sungguh
energi yang sangat luar biasa. Belum pernah aku melihat kekuatan seperti ini
kecuali pada film-film aksi yang pernah ku tonton.
“Enutra,
terpaksa harus kulakukan ini karena aku sangat kecewa bahwa ternyata kau
benar-benar lemah.” Tyron berkata sambil terus mengeluarkan kekuatannya.
Aku
tak tahu harus berbuat apa. Apa aku harus mati di tempat seperti ini olehnya?
Mataku
terpejam, berharap semua ini cepat selesai.
“RASAKAN
INI!!” Tyron berteriak keras sambil mendorongkan energi besarnya ke arahku.
“HHAAAARRRGGGGHHHHH!!!!”
~Zinnkkk..
“Aku
akan menyelamatkanmu.” Tiba-tiba
terdengar suara bisikkan setelah Tyron berteriak.
Sesaat
setelah itu badanku di dorong dengan kuatnya hingga terlempar jauh dari sasaran
tembak Tyron.
Siapa
yang telah mendorongku? Aku membuka mata dan terlihat Ryo sedang berdiri di
sana sambil merapalkan mantra untuk memunculkan skil tameng. Apa yang dia
lakukan? Kenapa ia tidak dilumpuhkan seperti yang lainnya?
Tembakan
energi Tyron pun akhirnya melesat dan menyerang skil tameng Ryo dengan sangat
kuat. Kilatan energi yang dikeluarkan begitu sangat menyilaukan. Sulit untuk
melihat apa yang terjadi dengannya. Terdengar suara remukkan bebatuan dan
ledakkan-ledakkan kecil di sekitarnya. Aku hanya bisa diam tanpa bisa melakukan
apa-apa.
Energi
tersebut akhirnya meledak dengan sangat hebat hingga sempat menghempaskanku
beberapa meter. Terlihat material-material sisa ledakkan berhamburan terlempar
ke segala arah. Tak bisa kubayangkan apa yang terjadi pada Ryo saat ini.
Kabut
debu mengelilingi. Sulit rasanya untuk melihat sekitarku setelah ledakkan besar
tersebut terjadi. Dalam keadaan yang lemah ini, kucoba untuk mengumpulkan sisa-sisa
tenaga agar dapat berjalan mendekati Ryo. Entah apa yang ada di pikiranku saat
ini, semuanya begitu tercampur aduk. Dalam hati berkali-kali terus kukatakan
‘semoga Ryo masih selamat’.
~Wuusshhh..
Belum
sempat aku mendekati Ryo, seketika debu-debu ledakan menghilang dengan
sendirinya. Tidak. Debu-debu tersebut sengaja dihilangkan oleh Tyron yang masih
berdiri di tempatnya.
“Lah?
Kenapa orang yang ku tembak jadi berubah?” Tyron lalu mengamati sekitar ledakan
seolah sedang mencari-cari sesuatu. “Haa.. Jadi kau ada di sana? Tak ku sangka
kalau kau masih bisa bertahan dari seranganku tadi.”
Aku
menatap tajam pada Tyron. Ingin rasanya kuucapkan sumpah serapah padanya. Namun,
segera kupalingkan wajahku darinya. Aku tak peduli lagi dengannya dan terus
berjalan. Entah apa yang dipikirkan Tyron saat ini, yang jelas ia seperti
sedang membiarkanku untuk berjalan mendekati bekas ledakan tadi.
Terkejut
aku ketika melihat apa yang terjadi, sebuah cekungan yang sangat dalam dengan
diameter puluhan meter terbentuk akibat ledakan serangan Tyron. Semua benda
yang ada di sekitarnya pun hancur berkeping-keping olehnya.
“Ryo!”
Sontak kuteriakkan namanya setelah melihat seorang pria yang terkapar tak
sadarkan diri di tengah cekungan tersebut. Tubuhnya bersimbah darah penuh
dengan luka. Pakaiannya hancur dan hanya menyisakan pelindung-pelindung metal
yang melindungi bagian vitalnya.
Aku
berlari sambil terus meneriaki namanya. “Ryo! Aku mohon sadarlah!” Kugapai
pergelangan tangan Ryo untuk memeriksa nadinya. Tak ada detakan lagi! Segera kutempatkan
kedua telapak tangan dan menekannya berkali-kali pada dadanya sesuai dengan
langkah-langkah pertolongan ala CPR[2].
Namun, ia masih terdiam. Ia tak akan kembali tersadar.
Tanpa
kusadari air mataku menetes dengan sendirinya. Sudah tak dapat kupungkiri lagi
bahwa Ryo memang telah meninggalkan dunia ini. Ia telah mengorbankan dirinya
sendiri untuk menyelamatkanku. Aku sangat merasa bersalah. Sangat bersalah.
Kenapa ini harus terjadi padanya?!
Terdengar
suara dari atas. “Oi.. Oi.. Sudah selesai drama-dramaannya?” Aku menengok dan
melihat Tyron sedang duduk melihatku.
Tanganku
mengepal sangat kuat. Urat-uratku menegang disertai keringat panas yang menguap
dari kulitku. Aku menatap tyron dengan perasaan penuh kebencian.
“BRENGSEK!
Bukankah sudah kukatakan untuk tidak melibatkan teman-temanku dalam pertarungan
kita!!” Teriakanku memecahkan amarahku.
“Tunggu
dulu. Aku memang tidak melibatkan temanmu itu dalam pertarungan kita. Bahkan
aku sama sekali tidak tahu kalau yang aku serang tadi itu adalah temanmu.”
“Tidak
usah mengelak begitu!!”
“Waahh..
Kok jadi marah-marah begitu?” Tyron lalu perlahan turun dari atap tersebut
seolah melayang dengan lembut dan ketika mendarat ia mulai berjalan
mendekatiku. “Aku bahkan tidak menyangka kalau dia bisa terbebas dari efek
pelumpuhku.”
“Tidak
usah bertele-tele! Kau memang sengaja kan?! Dasar Iblis!!” Aku semakin marah
mendengar perkataan Tyron. Sementara itu ia tidak terlalu mendengarkan
perkataanku dan malah terus berjalan sambil memerhatikan Ryo yang tergeletak di
dekatku.
“Eh..
Pantas saja..” Mendadak Tyron menghentikan langkahnya setelah mengamati Ryo. “Ternyata
dia adalah seorang Atentator yang juga ahli dalam penyamaran. Pantas saja dia
tidak terkena efek pelumpuh karena sebelumnya tidak terdeteksi olehku. Tapi sayang
sekali ia harus mati sia-sia begini.”
Aku
tak mengerti dengan apa yang dikatakan olehnya. Yang jelas amarahku kali ini
sudah semakin memuncak. Namun entah apa yang harus ku lakukan? Kekuatanku hanya
sebatas sampai di sini. Aku masih belum bisa melampaui kekuatan mengerikan yang
dimiliki Tyron.
“Entah
apa yang akan kau lakukan lakukan lagi kepadaku, aku tak akan pernah menyerah
sedikit pun!” Aku mengarahkan telunjukku tepat pada wajah Tyron.
“Wah
berani sekali kau berkata seperti itu? Padahal kau tadi hampir mati olehku.” Tyron
menurunkan tanganku yang tadi menunjuk pada wajahnya. “Sabar, aku masih mengisi
tenagaku setelah tadi hampir kukeluarkan semuanya.”
Jadi,
dia sudah melemah karena serangan tadi? Ini harusnya jadi kesempatanku untuk
menyerangnya. Dengan cepat aku mengayunkan pedang yang tergenggam di tangan
kiriku dan mengarahkannya tepat pada wajah Tyron.
“Ups,
masih terlalu cepat seratus tahun untuk bisa mengalahkanku.” Tyron berbisik dan
langsung menghilang sebelum pedang yang ku ayunkan mengenai wajahnya. Ini
seperti yang terjadi saat pertama kali aku menyerangnya.
Aku
menoleh ke semua sudut untuk mencari Tyron yang menghilang. Namun, bayangan
hitam besar nampak mendekatiku dan arahnya berasal dari belakangku. “Sial,
lagi-lagi aku telah lengah.” Setelah aku menoleh ke belakang, sebuah batu besar
menghantamku dengan sangat kuat. Aku terhempas sangat jauh dan menabrak salah
satu dinding bangunan di kubah ini.
“Maaf,
aku lupa telah meninggalkan pedangku di atas. Tapi menyerangmu dengan batu ternyata
boleh juga.” Tyron tertawa keras setelah melihatku tengah meringis kesakitan.
“Dasar
kurang ajar....”
“Diam!”
Tyron memotong omonganku dan menghantamku kembali dengan potongan beton besar
yang terbang di dekatku.
Darah
segar mengalir dari kepalaku. Dunia terasa semakin gelap. Mungkinkah aku akan
segera menyusul Ryo? Mati di tangan monster tak berperasaan itu.
~“Jangan mati!”
Tiba-tiba
saja terdengar suara wanita yang terasa tidak asing di dalam kepalaku. Apa aku
sudah mulai tidak sadarkan diri?
~“Aku mohon jangan mati!”
Lagi-lagi suara itu muncul. Suara
siapa itu? Rasanya dulu aku pernah mendengar suara itu.
~“Hanya kaulah satu-satunya penyelamat kami,
Tuan Enutra. Aku mohon bertahanlah.”
“Vivian!”
Entah mengapa tiba-tiba aku meneriakkan namanya, tapi.. Tapi suara itu memang
mirip dengan suaranya.
Seketika
tubuhku menjadi terasa ringan. Penglihatanku berubah menjadi semakin buram. Sepertinya
ini terjadi lagi.
“Ayo
serang aku, Enutra!” Tyron masih menyerangku dengan melempar-lemparkan batu dan
pecahan beton.
Aku
masih tersadar dengan apa yang terjadi padaku, tapi aku tak dapat mengendalikan
tubuhku. Tanganku bergerak dengan sedirinya dan..
~Dhuaarrr..
Batu besar yang seharusnya
menghantamku langsung hancur seketika.
Tyron
terkejut setelah melihat apa yang terjadi dan langsung menghentikan
serangannya. “Hmm.. Ini baru menarik.” Kemudian Tyron memasang senyuman khas di
wajahnya.
***
[1] Sebuah bola
lampu lucutan gas yang menggunakan plasma sebagai
sumber cahaya. Lampu plasma diciptakan oleh Nikola Tesla setelah percobaannya
dengan arus listrik frekuensi tinggi pada tabung gelas hampa untuk kepentingan
mempelajari fenomena tegangan tinggi.
[2] CPR
(Cardiopulmonary resuscitation) adalah tindakan pertolongan pertama pada orang yang mengalami henti
napas karena sebab-sebab tertentu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar