CHAPTER 16 - BANGKIT
“Aku tak
menyangka bahwa kamulah yang membuat semua rencanaku menjadi tidak menarik
lagi.”
Seorang pria
dengan pakaian berjubah serba hitam bergumam tepat di depan selku. Entah siapa
dia, tapi sepertinya ia akan merencanakan sesuatu padaku. Tak lama kemudian ia
tersenyum menyeringai sambil menatapku.
“Enutra,
sebenarnya apa yang ada di dalam tubuhmu itu?” pria itu tiba-tiba berbicara
lagi dan kali ini menyebutkan namaku. Aku tak tahu apa yang dia maksudkan. Aku
hanya diam saja sambil menatap tajam matanya.
Si pria berjubah
tersebut kemudian menoleh ke arah samping sambil menggerak-gerakkan salah satu
tangannya seolah sedang memanggil seseorang. Terdengar suara langkah kaki dari
arah saat pria tersebut menoleh. Terdengar dari suaranya, kemungkinan ada
sekitar lebih dari lima orang akan mendekati selku.
“Sstt.. Imaji,
kau masih disitu?” aku sedikit berbisik pada pada tikus yang tadi berbicara
denganku.
“Ya, kenapa?” Imaji
menjawab bisikanku.
“Aku tidak tahu
apa yang akan terjadi selanjutnya padaku.” Aku sedikit menundukkan kepalaku
pada Imaji yang saat ini berwujud sebagai seekor tikus, “Tapi, aku minta tolong
padamu.”
“Apa yang kau
inginkan?”
“Aku mohon agar
kau dapat memastikan keadaan Vivian baik-baik saja.”
“Vivian? Kenapa
kau begitu mengkhawatirkannya?”
“Entahlah, tapi
aku mohon.”
“Bagaimana
denganmu sendiri?”
“Meskipun aku
masih belum bisa mengendalikannya. Tapi sepertinya aku bisa memanfaatkan
kekuatan yang pernah kau berikan itu.”
“Oh begitu ya?
Hmm.. Tapi aku akan tetap mengawasimu.”
“Aku mohon..”
Tikus itu
kemudian mencicit seperti tikus biasa lainnya dan kemudian berlari entah
kemana. Imaji sepertinya sudah meninggalkan tubuh tersebut dan kini aku harus
bisa menghadapi apapun yang akan terjadi padaku selanjutnya sendirian. Semoga
saja di saat-saat genting aku dapat mengendalikan kekuatanku seperti pada
film-film pahlawan.
Sesuai dengan
yang aku duga sebelumnya, ternyata memang ada delapan orang datang mendekati
selku bersama dengan pria berjubah hitam tersebut. Entah mereka anak buahnya
atau bukan, mereka terlihat tunduk pada pria tersebut.
“Cepat buka sel
ini!” pria berjubah hitam tersebut kemudian memerintah kepada delapan anak
buahnya yang baru saja datang.
“Baik tuanku!”
Salah satu dari
mereka kemudian membuka pintu selku. Perasaanku mengatakan ada yang tidak beres
dengan mereka semua. Pria berjubah itu masuk terlebih dahulu ke dalam selku
diikuti dengan delapan orang lainnya.
“Entah apa
sebenarnya yang ada di dalam tubuhmu ini.” Pria berjubah itu semakin
mendekatiku dan terlihat seperti mengamati sesuatu pada tubuhku. “Tapi, kau
benar-benar seperti orang biasa.”
“Apa sebenarnya
maumu?!” aku membentaknya dengan tatapan yang sama tajam seperti sebelumnya.
“Aahh.. Akhirnya
kau bicara juga.” Pria tersebut kemudian menyentuh wajahku dengan tangannnya
yang berkuku panjang dan hitam. “Aku pikir kau bisu karena efek bius
sebelumnya.”
“Tak usah banyak
berkelit!” lagi-lagi aku membentaknya tepat di depan wajahnya. “Sebenarnya apa
yang kau inginkan?!”
“Apa yang ku
inginkan?” pria berjubah tersebut kemudian berbalik dan berjalan sedikit
menjauhiku. “Yang aku inginkan adalah sesuatu yang ada di dalam dirimu!” ia
kemudian tiba-tiba berbalik kembali dan menunjukan jarinya telunjuknya tepat
pada dadaku.
Aku menatapnya
tajam. Siapapun dia, aku sangat benar-benar ingin menyingkirnya dari hadapanku.
Bila memang ada sesuatu dalam diriku, sepertinya yang ia maksudkan adalah
kekuatan tersembunyi yang telah diberikan Imaji kepadaku. Tapi, entah apa yang
selanjutnya mereka rencanakan padaku. Yang jelas, aku tak akan begitu saja
menyerah pada mereka.
“Tuan Tyrone,
kami mendeteksi adanya sekelompok orang yang tidak dikenal menuju ke arah
kubah.” Tiba-tiba saja datang seseorang menyampaikan laporan pada pria berjubah
hitam tersebut.
“Hmm..
Sepertinya lagi-lagi ada hama yang mencoba mendekat. Baiklah, kita sudahi saja
dulu pertemuan dengan bocah ini. Mari kita bermain-main kembali dengan para
tamu tak diundang itu.” Pria berjubah tersebut kemudian pergi dari ruangan sel
setelah diberitahu oleh orang tadi.
“Tyrone..
Ternyata nama dia adalah Tyrone.. Aku akan membuatnya menyesal karena telah
membuatku seperti ini.” Aku bergumam sendiri setelah mereka semua pergi dari
hadapanku.
***
Kubah
hitam itu semakin lama semakin dekat dengan Dionze. Ia masih belum tahu apa
yang sebenarnya direncanakan oleh Genba. Baginya, pria itu penuh dengan misteri
dan kejutan. Setidaknya untuk sementara ini ia harus mengikuti keinginan Genba
sebagai balasan karena telah membantunya keluar dari penjara bawah tanah
Kerajaan Eternality.
~Zzzziinnkk..
Tiba-tiba
saja insting Dionze merasakan sesuatu yang berbahaya sedang mendekati mereka.
“Genba,
bukannya aku mencoba untuk memerintahmu, tapi aku minta sebaiknya kita
menghentikan perjalanan ini.” Dionze menghentikan langkah Genba dengan
tangannya.
“Hee?
Memangnya kenapa?” Genba menampakkan wajah yang sedikit polos.
“Aku
merasakan bahaya yang sangat besar sedang mendekati kita.”
“Hahaha..
Instingmu sebagai seorang jenderal memang benar-benar tidak perlu diragukan
lagi.” “Apa maksudmu, Genba??”
“Ya..
Aku pun merasakan itu sejak tadi.” Genba memindahkan tangan Dionze yang sempat
menghalanginya tadi. “Tapi, tenang saja.. Semua sudah kurencanakan dengan baik
olehku.”
“Aku
benar-benar tidak mengerti. Sebenarnya apa yang sedang kau rencanakan??”
“Sudah
ku bilang sebelumnya, kau hanya perlu memperhatikan saja.” Genba tersenyum dan
terus melanjutkan perjalanannya. “Sekali lagi kukatakan, ini akan terlihat
sangat menarik bagi kita berdua.”
Dionze
tak bisa melanjutkan kata-katanya dan hanya bisa mengikuti Genba dari belakang.
Sementara ia berjalan, matanya terus mengawasi sekitarnya untuk mencegah
terjadinya hal buruk. Tangannya dengan sigap memegang pedang yang sebelumnya
diberikan oleh Genba padanya. Saat ini ia menggunakan peralatan perang yang
telah diberikan Genba karena peralatan perang miliknya telah disita oleh
Kerajaan Eternality sebelumnya. Meski seluruh peralatan yang dipakainya saat
ini tidak sebaik peralatannya dulu, tapi ia bisa dengan mudah beradaptasi
dengan semua perubahan ini.
Baru
saja Dionze memulai kembali perjalanannya yang sempat terhenti, tiba-tiba sekelompok
pasukan bangsa Remidi muncul dari berbagai arah mengepung Dionze beserta Genba
dan seluruh anak buahnya. Memang benar apa yang ia perkirakan sebelumnya,
perjalanan ini terlalu berbahaya. Ia melihat Genba terhenti setelah pasukan
Remidi menghadangnnya, tapi wajahnya terlihat sangat tenang sekali. Apa
sebenarnya yang ada dibenaknya?
“Oii..
Kenapa kalian diam saja?” Tiba-tiba saja Genba berteriak pada para pasukan
remidi dengan wajah yang sangat tenang.
“Ge..
Genba, apa yang telah kamu katakan??” Dionze panik setelah mendengar apa yang
telah dikatakan oleh Genba. Tentu saja Dionze masih mengingat keganasan para
pasukan Remidi yang telah menghancurkan pasukannya dengan sangat mudah
sebelumnya.
Tapi
apa sebenarnya yang telah terjadi? Mereka nampak tidak berniat untuk menyerang
kami sama sekali. Mereka hanya terdiam seolah mematung.
“Hahahaha..
Sepertinya apa yang kurencanakan telah berhasil.” seketika Genba tertawa
setelah memastikan bahwa para pasuka Remidi hanya terdiam tak melakukan apapun pada
kami semua. “Ayo kita lanjutkan perjalanan kita!”
Dionze
bertanya-tanya dalam hatinya dengan apa yang telah terjadi barusan. Mereka
hanya terdiam seolah mematung bahkan setelah Genba beserta semua anak buahnya melewatinya.
“Genba,
tunggu sebentar..” Dionze berlari mengejar Genba yang tertinggal setelah
melihat kejadian aneh tadi. “Apa itu tadi??”
“Bagaimana?
Menarik bukan?”
“Ba..
Bagaimana bisa mereka membiarkan kita semua tadi. Apa sebenarnya yang terjadi
dengan mereka?”
“Itu
semua karena pakaian yang kita semua kenakan.”
“Hah?
Bagaimana mungkin?”
“Pokoknya
jangan pernah melepas peralatan perangmu hingga perjalanan kita selesai,
termasuk helm yang kau gunakan.”
Genba
terus memimpin perjalanan untuk mendekati kubah kegelapan. Berkali-kali bangsa Remidi kembali
datang menghadang namun kejadian yang sama terus berulang. Mereka seolah-olah
mematung setelah mendekati kelompoknya.
“Aku
masih belum mengerti dengan penjelasanmu.” Dionze berusaha mencari tahu dan
mendekati Genba.
“Hmm..
Baiklah kalau kau memaksa.” Genba melipat tangannya sambil berjalan menyusuri
Hutan Emerald. “Sebenarnya semua itu terletak pada pakain zirah yang kita kenakan.
Di balik baja yang berguna untuk melindungi kita dari hantaman senjata,
terdapat suatu ruangan kosong yang berisi gas pematung yang terus menerus
disemprotkan selama kita berjalan. Dan helm yang sedang kita kenakan saat ini
dapat menetralisir gas tersebut sehingga kita tidak ikut mematung seperti
mereka.”
“Menakjubkan.”
“Yup..
Itu semua berkat kerja keras para tim peneliti di Kallita. Maka dari itu,
jangan pernah melepas helm yang sedang kau gunakan itu.”
“Mengagumkan!!”
Dionze
sangat terpukau dengan kehebatan orang-orang dari Desa Kallita setelah Genba
selesai menjelaskannya.
“Tapi,
tetaplah berhati-hati dengan senjata jarak jauh Bangsa Remidi. Gas ini hanya
bisa memberikan efek dalam radius lima meter.”
“Benar
juga, sebelumnya pasukanku juga diserang oleh senjata jarak jauh mereka. Mereka
memiliki senjata yang sangat kuat. Entah apa itu, namun senjata itu melesatkan
sinar yang dapat melelehkan apapun yang mengenainya.”
“Oleh
karena itu, berhati-hatilah.” Genba masih belum merubah ekspresi wajahnya yang
tenang. “Meskipun sebenarnya aku masih memiliki beberapa hal yang menarik untuk
kuperlihatkan padamu.” Ia tersenyum sembari meneruskan perjalanannya.
***
Berkali-kali
aku meronta berharap rantai yang mencengkram kedua tanganku terlepas. Semakin
lama emosi dan pikiranku semakin tak menentu. Meski percuma, aku berteriak dan
berteriak berharap pertolongan datang padaku. Aku sudah tidak tahan dengan
keadaanku ini.
Tyrone.
Ya.. Tyrone. Rasanya aku ingin segera menghajarnya. Tapi meskipun kini emosiku
meluap dan sangat ingin berontak, tidak muncul perasaan aneh seperti saat di
ruang pertemuan istana Velika. Tubuhku tidak panas dan masih bisa dikendalikan,
entah apa yang memicunya pada saat itu. Namun aku yakin, itu pasti efek dari
kekuatan yang diberikan oleh Imaji. Andai aku bisa mengendalikan kekuatan itu,
pasti aku sudah lama kabur dari tempat ini.
“Oi..
Udah berenti berontaknya?”
“Siapa
itu?!”
“Aaaahh..
Kita sudah beberapa kali bertemu tapi kamu masih belum mengenali suaraku.”
Aku
menengok ke segala arah untuk mencari sumber suara tadi hingga akhirnya aku
melihat seekor tikus di samping kananku. “Aaahh.. Ternyata kamu, tikus dekil..”
“Imaji
woy!! Imajii!” Imaji memasang ekspresi kesal yang cukup aneh untuk seekor
tikus.
“Iya..
Iya.. Terserah..” dengan cuek aku mejawabnya. “Eh, bukankah aku menyuruhmu
untuk mengawasi Vivian? Kenapa kamu kembali ke sini??”
“Soal
itu, aku sudah memastikan kalau dia sudah berada di tempat yang aman.”
“Syukurlah
jika memang begitu.” Aku lega mendengarnya. “Memangnya dia sekarang sedang
berada dimana?”
“Dia sudah berada di kamarnya di Istana Velika. Tapi..”
“Dia sudah berada di kamarnya di Istana Velika. Tapi..”
“Tapi
apa maksudmu?!” Aku penasaran.
“Aku
lihat saat itu dia sedang menangis. Entah apa yang ia tangisi. Yang jelas ia
hanya meringkuk di tempat tidurnya.”
“Aku
yakin.. Ini pasti perbuatan Raja Algeas dan orang berjubah bernama Tyrone
tadi.”
“Oh
ya, aku juga ingin memberitahumu kalau kamu sekarang jadi buronan di Kerajaan
Eternality.”
“Aku
tidak peduli dengan itu. Yang jelas aku harus segera memberi pelajaran pada
mereka yang telah berbuat jahat pada Vivian!”
Mendadak
tubuhku menjadi sangat panas dan tidak terkontrol. Perasaan ini sama seperti
saat di ruang pertemuan beberapa waktu lalu. Tapi kali ini benar-benar tak bisa
ku hentikan. Penglihatanku semakin lama semakin kabur.
“Woo..
Sudah saatnya ya?” Imaji berkata padaku dengan tenangnya. “Kekuatanmu akhirnya
bangkit kembali.” Setelah itu ia pergi dan menghilang.
Apa
yang baru saja ia katakan? Meski tadi aku ingin membalas perkataannya, tapi lidahku
pun benar-benar tak bisa kukontrol. Sepertinya ini memang efek dari kekuatan
yang diberikan oleh imaji saat itu.
Ruangan
selku bergetar dengan hebatnya. Cahaya sedikit demi sedikit memancar dari seluruh
bagian tubuhku. Aku mengerang sangat keras. Beberapa orang dengan pakaian
seperti tentara berbaju besi datang menghampiri selku dan seolah penasaran
dengan apa yang terjadi, mungkin mereka adalah penjaga sel ini. Sampai
akhirnya..
~Klang!..
Rantai
yang mengikat kedua tangan dan kakiku terlepas. Entah apa yang terjadi namun sepertinya
kekuatan inilah yang melepakan cengkraman rantai yang membelengguku.
Para
penjaga yang tadi hanya melihatku menjadi sangat panik dan bersiap dengan
senjata mereka. Mereka bersenjatakan pedang, tonfa, dan benda aneh yang
terlihat seperti senjata api.
Aku
berjalan dengan sendirinya hingga tanganku memegang sel-sel besi yang ada di
hadapanku. Tunggu, apa sebenarnya yang terjadi? Tanganku terlihat seperti
berusaha membengkokkan jeruji besi sel!? Dan benar saja, jeruji-jeruji yang
terlihat sangat kuat itu dengan mudah dibengkokkan hingga dapat dilewati olehku.
Meski
pandanganku kabur, tapi aku masih bisa memperhatikan apa yang terjadi
disekitarku. Para penjaga yang tadi bersiap di depan selku malah semakin mundur
dengan ekspresi wajah ketakutan. Salah satu dari mereka mencoba untuk maju dan
menyerangku dengan tonfa[1]
di tangannya. Aku sama sekali tak bisa mengendalikan tubuhku dan malah justru
terus maju hingga akhirnya..
~Dang!!
Sebuah pedang menahan serangan
tonfa milik penjaga. Entah darimana datangnya pedang tersebut, yang jelas kini
aku sedang menggengam pedang yang biasa kubawa, Dartmouth Eterna. Penjaga
tersebut kemudian terpental dan merobohkan penjaga lainnya yang ada di
belakangnya. Aku terus maju seolah sesuatu telah merasuki tubuhku. Beberapa
penjaga yang membawa benda mirip senjata api akhirnya maju dan bersiap untuk
menembakiku. Salah satu dari mereka memberikan aba-aba hingga akhirnya
menembakiku dengan sinar yang mirip dengan laser seperti pada film-film Sci-fi[2].
Ternyata, apa yang terjadi justru bukan aku yang terluka, tapi mereka semua
tumbang dalam sekejap. Kejadiannya sangat cepat, yang aku ingat bahwa dengan
tiba-tiba aku berlari menghindari tembakan-tembakan tersebut dan sebuah kekuatan
besar mengalir dari tanganku dan melibas mereka semua dalam satu gerakan. Kini
yang aku lihat hanya sebuah lorong panjang yang penuh dengan orang-orang yang
tergeletak di bawahnya.
Tubuhku
masih belum bisa kukendalikan. Aku kembali bergerak setelah melibas para
penjaga dan berjalan menyusuri lorong. Yang kulihat saat ini hanyalah lorong
gelap tanpa pintu. Selama ini aku didekam pada ruang penjara yang terpisah dari
yang lainnya. Aku masih penasaran dengan semua teman-temanku, apa yang terjadi
setelah kejadian di hutan Velika saat itu.
“KURANG
AJAR KAU TYRONE!! KELUARKAN AKU DARI SINI!!”
Sekilas
aku mendengar teriakan dari ujung lorong. Entah siapa yang berteriak, sepertinya
ia bernasib sama sepertiku. Meskipun aku mengetahui keberadaannya, aku tak bisa
mengendalikan tubuhku ini dan terus berjalan menuju tempat yang tidak kuketahui.
Namun..
Mendadak tubuhku melemah tanpa tenaga. Aku tersungkur di tanah dengan tumpuan
pada lutut kiriku. Pedang yang tadi kugenggam terlepas dan jatuh membuat suara
dentingan besi yang cukup keras menggema. Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah kekuatan
aneh ini telah habis? Ini terlalu sebentar.
Sedikit
demi sedikit beberapa bagian tubuhku mulai bisa kukendalikan. Tubuhku yang
panas berangsur-angsur mulai mendingin. Pandangan yang semula buram akhirnya kembali
jernih. Tapi, kepalaku rasanya berputar-putar seolah baru saja menaiki roler coaster.
Aku
berusaha berdiri kembali dengan sekuat tenaga. Berjalan selangkah demi
selangkah sambil menggeser pedang yang kembali kugenggam.
“TYRONE!!
KERLUARKAN AKU DARI SINI!!”
Suara
itu kembali datang. Kini aku bisa mengikuti arah suara itu. Suara itu berasal
dari sebuah benda aneh yang menempel di dinding berbentuk lingkaran seperti
gerbang pada film Stargate. Tanganku
yang tadi sudah sempat kukendalikan mendadak bergerak dengan sendirinya dan
menempelkannya pada pusat benda tersebut. Aku terkejut setelah melihat pusaran
hitam terbentuk dari tanganku hingga penuh mengisi benda tersebut.
Tiba-tiba..
Ada sesuatu yang menghantam dan menindih tubuhku keluar dari benda tersebut. Aku
kemudian mendorongnya dan memastikan sebenarnya itu tadi. Sesuatu itu ternyata
ada manusia! Ya, seorang lelaki dengan pakaian lusuh terbaring kesakitan di
sampingku. Aku tak mengenal siapa dia, yang kulihat ia berperawakan tinggi
besar, rambutnya hitam ikal dengan potongan pendek, memiliki bentuk mata yang dalam
dan tajam.
“Siapa
kamu?” aku bertanya padanya sambil perlahan berdiri.
Lelaki
itu kemudian melihatku dengan matanya yang tajam dan kemudian berkata, “Aku
Diksy.”
Aku
hanya terdiam dan mencoba mengingat-ingat. Rasanya aku pernah mendengar nama
tersebut. Siapa dia?
***
[1] Tongkat lurus dengan
pegangan tegak lurus dekat salah satu ujungnya. Alat ini sering kita lihat
tergantung pada pinggang para aparat kepolisian yang sedang bertugas mengatur
lalu-lintas.
[2]Suatu bentuk fiksi
spekulatif yang terutama membahas tentang pengaruh sains dan teknologi yang
diimajinasikan terhadap masyarakat dan para individual.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar