20 Oktober 2013

DUNIA SEMU #16


CHAPTER 16 - BANGKIT

“Aku tak menyangka bahwa kamulah yang membuat semua rencanaku menjadi tidak menarik lagi.”
Seorang pria dengan pakaian berjubah serba hitam bergumam tepat di depan selku. Entah siapa dia, tapi sepertinya ia akan merencanakan sesuatu padaku. Tak lama kemudian ia tersenyum menyeringai sambil menatapku.
“Enutra, sebenarnya apa yang ada di dalam tubuhmu itu?” pria itu tiba-tiba berbicara lagi dan kali ini menyebutkan namaku. Aku tak tahu apa yang dia maksudkan. Aku hanya diam saja sambil menatap tajam matanya.

Si pria berjubah tersebut kemudian menoleh ke arah samping sambil menggerak-gerakkan salah satu tangannya seolah sedang memanggil seseorang. Terdengar suara langkah kaki dari arah saat pria tersebut menoleh. Terdengar dari suaranya, kemungkinan ada sekitar lebih dari lima orang akan mendekati selku.
“Sstt.. Imaji, kau masih disitu?” aku sedikit berbisik pada pada tikus yang tadi berbicara denganku.
“Ya, kenapa?” Imaji menjawab bisikanku.
“Aku tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya padaku.” Aku sedikit menundukkan kepalaku pada Imaji yang saat ini berwujud sebagai seekor tikus, “Tapi, aku minta tolong padamu.”
“Apa yang kau inginkan?”
“Aku mohon agar kau dapat memastikan keadaan Vivian baik-baik saja.”
“Vivian? Kenapa kau begitu mengkhawatirkannya?”
“Entahlah, tapi aku mohon.”
“Bagaimana denganmu sendiri?”
“Meskipun aku masih belum bisa mengendalikannya. Tapi sepertinya aku bisa memanfaatkan kekuatan yang pernah kau berikan itu.”
“Oh begitu ya? Hmm.. Tapi aku akan tetap mengawasimu.”
“Aku mohon..”
Tikus itu kemudian mencicit seperti tikus biasa lainnya dan kemudian berlari entah kemana. Imaji sepertinya sudah meninggalkan tubuh tersebut dan kini aku harus bisa menghadapi apapun yang akan terjadi padaku selanjutnya sendirian. Semoga saja di saat-saat genting aku dapat mengendalikan kekuatanku seperti pada film-film pahlawan.
Sesuai dengan yang aku duga sebelumnya, ternyata memang ada delapan orang datang mendekati selku bersama dengan pria berjubah hitam tersebut. Entah mereka anak buahnya atau bukan, mereka terlihat tunduk pada pria tersebut.
“Cepat buka sel ini!” pria berjubah hitam tersebut kemudian memerintah kepada delapan anak buahnya yang baru saja datang.
“Baik tuanku!”
Salah satu dari mereka kemudian membuka pintu selku. Perasaanku mengatakan ada yang tidak beres dengan mereka semua. Pria berjubah itu masuk terlebih dahulu ke dalam selku diikuti dengan delapan orang lainnya.
“Entah apa sebenarnya yang ada di dalam tubuhmu ini.” Pria berjubah itu semakin mendekatiku dan terlihat seperti mengamati sesuatu pada tubuhku. “Tapi, kau benar-benar seperti orang biasa.”
“Apa sebenarnya maumu?!” aku membentaknya dengan tatapan yang sama tajam seperti sebelumnya.
“Aahh.. Akhirnya kau bicara juga.” Pria tersebut kemudian menyentuh wajahku dengan tangannnya yang berkuku panjang dan hitam. “Aku pikir kau bisu karena efek bius sebelumnya.”
“Tak usah banyak berkelit!” lagi-lagi aku membentaknya tepat di depan wajahnya. “Sebenarnya apa yang kau inginkan?!”
“Apa yang ku inginkan?” pria berjubah tersebut kemudian berbalik dan berjalan sedikit menjauhiku. “Yang aku inginkan adalah sesuatu yang ada di dalam dirimu!” ia kemudian tiba-tiba berbalik kembali dan menunjukan jarinya telunjuknya tepat pada dadaku.
Aku menatapnya tajam. Siapapun dia, aku sangat benar-benar ingin menyingkirnya dari hadapanku. Bila memang ada sesuatu dalam diriku, sepertinya yang ia maksudkan adalah kekuatan tersembunyi yang telah diberikan Imaji kepadaku. Tapi, entah apa yang selanjutnya mereka rencanakan padaku. Yang jelas, aku tak akan begitu saja menyerah pada mereka.
“Tuan Tyrone, kami mendeteksi adanya sekelompok orang yang tidak dikenal menuju ke arah kubah.” Tiba-tiba saja datang seseorang menyampaikan laporan pada pria berjubah hitam tersebut.
“Hmm.. Sepertinya lagi-lagi ada hama yang mencoba mendekat. Baiklah, kita sudahi saja dulu pertemuan dengan bocah ini. Mari kita bermain-main kembali dengan para tamu tak diundang itu.” Pria berjubah tersebut kemudian pergi dari ruangan sel setelah diberitahu oleh orang tadi.
“Tyrone.. Ternyata nama dia adalah Tyrone.. Aku akan membuatnya menyesal karena telah membuatku seperti ini.” Aku bergumam sendiri setelah mereka semua pergi dari hadapanku.
***

            Kubah hitam itu semakin lama semakin dekat dengan Dionze. Ia masih belum tahu apa yang sebenarnya direncanakan oleh Genba. Baginya, pria itu penuh dengan misteri dan kejutan. Setidaknya untuk sementara ini ia harus mengikuti keinginan Genba sebagai balasan karena telah membantunya keluar dari penjara bawah tanah Kerajaan Eternality.
            ~Zzzziinnkk..
            Tiba-tiba saja insting Dionze merasakan sesuatu yang berbahaya sedang mendekati mereka.
            “Genba, bukannya aku mencoba untuk memerintahmu, tapi aku minta sebaiknya kita menghentikan perjalanan ini.” Dionze menghentikan langkah Genba dengan tangannya.
            “Hee? Memangnya kenapa?” Genba menampakkan wajah yang sedikit polos.
            “Aku merasakan bahaya yang sangat besar sedang mendekati kita.”
            “Hahaha.. Instingmu sebagai seorang jenderal memang benar-benar tidak perlu diragukan lagi.”       “Apa maksudmu, Genba??”
            “Ya.. Aku pun merasakan itu sejak tadi.” Genba memindahkan tangan Dionze yang sempat menghalanginya tadi. “Tapi, tenang saja.. Semua sudah kurencanakan dengan baik olehku.”
            “Aku benar-benar tidak mengerti. Sebenarnya apa yang sedang kau rencanakan??”
            “Sudah ku bilang sebelumnya, kau hanya perlu memperhatikan saja.” Genba tersenyum dan terus melanjutkan perjalanannya. “Sekali lagi kukatakan, ini akan terlihat sangat menarik bagi kita berdua.”
            Dionze tak bisa melanjutkan kata-katanya dan hanya bisa mengikuti Genba dari belakang. Sementara ia berjalan, matanya terus mengawasi sekitarnya untuk mencegah terjadinya hal buruk. Tangannya dengan sigap memegang pedang yang sebelumnya diberikan oleh Genba padanya. Saat ini ia menggunakan peralatan perang yang telah diberikan Genba karena peralatan perang miliknya telah disita oleh Kerajaan Eternality sebelumnya. Meski seluruh peralatan yang dipakainya saat ini tidak sebaik peralatannya dulu, tapi ia bisa dengan mudah beradaptasi dengan semua perubahan ini.
            Baru saja Dionze memulai kembali perjalanannya yang sempat terhenti, tiba-tiba sekelompok pasukan bangsa Remidi muncul dari berbagai arah mengepung Dionze beserta Genba dan seluruh anak buahnya. Memang benar apa yang ia perkirakan sebelumnya, perjalanan ini terlalu berbahaya. Ia melihat Genba terhenti setelah pasukan Remidi menghadangnnya, tapi wajahnya terlihat sangat tenang sekali. Apa sebenarnya yang ada dibenaknya?
            “Oii.. Kenapa kalian diam saja?” Tiba-tiba saja Genba berteriak pada para pasukan remidi dengan wajah yang sangat tenang.
            “Ge.. Genba, apa yang telah kamu katakan??” Dionze panik setelah mendengar apa yang telah dikatakan oleh Genba. Tentu saja Dionze masih mengingat keganasan para pasukan Remidi yang telah menghancurkan pasukannya dengan sangat mudah sebelumnya.
            Tapi apa sebenarnya yang telah terjadi? Mereka nampak tidak berniat untuk menyerang kami sama sekali. Mereka hanya terdiam seolah mematung.
            “Hahahaha.. Sepertinya apa yang kurencanakan telah berhasil.” seketika Genba tertawa setelah memastikan bahwa para pasuka Remidi hanya terdiam tak melakukan apapun pada kami semua. “Ayo kita lanjutkan perjalanan kita!”
            Dionze bertanya-tanya dalam hatinya dengan apa yang telah terjadi barusan. Mereka hanya terdiam seolah mematung bahkan setelah Genba beserta semua anak buahnya melewatinya.
            “Genba, tunggu sebentar..” Dionze berlari mengejar Genba yang tertinggal setelah melihat kejadian aneh tadi. “Apa itu tadi??”
            “Bagaimana? Menarik bukan?”
            “Ba.. Bagaimana bisa mereka membiarkan kita semua tadi. Apa sebenarnya yang terjadi dengan mereka?”
            “Itu semua karena pakaian yang kita semua kenakan.”
            “Hah? Bagaimana mungkin?”
            “Pokoknya jangan pernah melepas peralatan perangmu hingga perjalanan kita selesai, termasuk helm yang kau gunakan.”
            Genba terus memimpin perjalanan untuk mendekati kubah kegelapan.           Berkali-kali bangsa Remidi kembali datang menghadang namun kejadian yang sama terus berulang. Mereka seolah-olah mematung setelah mendekati kelompoknya.
            “Aku masih belum mengerti dengan penjelasanmu.” Dionze berusaha mencari tahu dan mendekati Genba.
            “Hmm.. Baiklah kalau kau memaksa.” Genba melipat tangannya sambil berjalan menyusuri Hutan Emerald. “Sebenarnya semua itu terletak pada pakain zirah yang kita kenakan. Di balik baja yang berguna untuk melindungi kita dari hantaman senjata, terdapat suatu ruangan kosong yang berisi gas pematung yang terus menerus disemprotkan selama kita berjalan. Dan helm yang sedang kita kenakan saat ini dapat menetralisir gas tersebut sehingga kita tidak ikut mematung seperti mereka.”
            “Menakjubkan.”
            “Yup.. Itu semua berkat kerja keras para tim peneliti di Kallita. Maka dari itu, jangan pernah melepas helm yang sedang kau gunakan itu.”
            “Mengagumkan!!”
            Dionze sangat terpukau dengan kehebatan orang-orang dari Desa Kallita setelah Genba selesai menjelaskannya.
            “Tapi, tetaplah berhati-hati dengan senjata jarak jauh Bangsa Remidi. Gas ini hanya bisa memberikan efek dalam radius lima meter.”
            “Benar juga, sebelumnya pasukanku juga diserang oleh senjata jarak jauh mereka. Mereka memiliki senjata yang sangat kuat. Entah apa itu, namun senjata itu melesatkan sinar yang dapat melelehkan apapun yang mengenainya.”
            “Oleh karena itu, berhati-hatilah.” Genba masih belum merubah ekspresi wajahnya yang tenang. “Meskipun sebenarnya aku masih memiliki beberapa hal yang menarik untuk kuperlihatkan padamu.” Ia tersenyum sembari meneruskan perjalanannya.
***
           
            Berkali-kali aku meronta berharap rantai yang mencengkram kedua tanganku terlepas. Semakin lama emosi dan pikiranku semakin tak menentu. Meski percuma, aku berteriak dan berteriak berharap pertolongan datang padaku. Aku sudah tidak tahan dengan keadaanku ini.
            Tyrone. Ya.. Tyrone. Rasanya aku ingin segera menghajarnya. Tapi meskipun kini emosiku meluap dan sangat ingin berontak, tidak muncul perasaan aneh seperti saat di ruang pertemuan istana Velika. Tubuhku tidak panas dan masih bisa dikendalikan, entah apa yang memicunya pada saat itu. Namun aku yakin, itu pasti efek dari kekuatan yang diberikan oleh Imaji. Andai aku bisa mengendalikan kekuatan itu, pasti aku sudah lama kabur dari tempat ini.
            “Oi.. Udah berenti berontaknya?”
            “Siapa itu?!”
            “Aaaahh.. Kita sudah beberapa kali bertemu tapi kamu masih belum mengenali suaraku.”
            Aku menengok ke segala arah untuk mencari sumber suara tadi hingga akhirnya aku melihat seekor tikus di samping kananku. “Aaahh.. Ternyata kamu, tikus dekil..”
            “Imaji woy!! Imajii!” Imaji memasang ekspresi kesal yang cukup aneh untuk seekor tikus.
            “Iya.. Iya.. Terserah..” dengan cuek aku mejawabnya. “Eh, bukankah aku menyuruhmu untuk mengawasi Vivian? Kenapa kamu kembali ke sini??”
            “Soal itu, aku sudah memastikan kalau dia sudah berada di tempat yang aman.”
            “Syukurlah jika memang begitu.” Aku lega mendengarnya. “Memangnya dia sekarang sedang berada dimana?”
            “Dia sudah berada di kamarnya di Istana Velika. Tapi..”
            “Tapi apa maksudmu?!” Aku penasaran.
            “Aku lihat saat itu dia sedang menangis. Entah apa yang ia tangisi. Yang jelas ia hanya meringkuk di tempat tidurnya.”
            “Aku yakin.. Ini pasti perbuatan Raja Algeas dan orang berjubah bernama Tyrone tadi.”
            “Oh ya, aku juga ingin memberitahumu kalau kamu sekarang jadi buronan di Kerajaan Eternality.”
            “Aku tidak peduli dengan itu. Yang jelas aku harus segera memberi pelajaran pada mereka yang telah berbuat jahat pada Vivian!”
            Mendadak tubuhku menjadi sangat panas dan tidak terkontrol. Perasaan ini sama seperti saat di ruang pertemuan beberapa waktu lalu. Tapi kali ini benar-benar tak bisa ku hentikan. Penglihatanku semakin lama semakin kabur.
            “Woo.. Sudah saatnya ya?” Imaji berkata padaku dengan tenangnya. “Kekuatanmu akhirnya bangkit kembali.” Setelah itu ia pergi dan menghilang.
            Apa yang baru saja ia katakan? Meski tadi aku ingin membalas perkataannya, tapi lidahku pun benar-benar tak bisa kukontrol. Sepertinya ini memang efek dari kekuatan yang diberikan oleh imaji saat itu.
            Ruangan selku bergetar dengan hebatnya. Cahaya sedikit demi sedikit memancar dari seluruh bagian tubuhku. Aku mengerang sangat keras. Beberapa orang dengan pakaian seperti tentara berbaju besi datang menghampiri selku dan seolah penasaran dengan apa yang terjadi, mungkin mereka adalah penjaga sel ini. Sampai akhirnya..
            ~Klang!..
            Rantai yang mengikat kedua tangan dan kakiku terlepas. Entah apa yang terjadi namun sepertinya kekuatan inilah yang melepakan cengkraman rantai yang membelengguku.
            Para penjaga yang tadi hanya melihatku menjadi sangat panik dan bersiap dengan senjata mereka. Mereka bersenjatakan pedang, tonfa, dan benda aneh yang terlihat seperti senjata api.
            Aku berjalan dengan sendirinya hingga tanganku memegang sel-sel besi yang ada di hadapanku. Tunggu, apa sebenarnya yang terjadi? Tanganku terlihat seperti berusaha membengkokkan jeruji besi sel!? Dan benar saja, jeruji-jeruji yang terlihat sangat kuat itu dengan mudah dibengkokkan hingga dapat dilewati olehku.
            Meski pandanganku kabur, tapi aku masih bisa memperhatikan apa yang terjadi disekitarku. Para penjaga yang tadi bersiap di depan selku malah semakin mundur dengan ekspresi wajah ketakutan. Salah satu dari mereka mencoba untuk maju dan menyerangku dengan tonfa[1] di tangannya. Aku sama sekali tak bisa mengendalikan tubuhku dan malah justru terus maju hingga akhirnya..
            ~Dang!!
            Sebuah pedang menahan serangan tonfa milik penjaga. Entah darimana datangnya pedang tersebut, yang jelas kini aku sedang menggengam pedang yang biasa kubawa, Dartmouth Eterna. Penjaga tersebut kemudian terpental dan merobohkan penjaga lainnya yang ada di belakangnya. Aku terus maju seolah sesuatu telah merasuki tubuhku. Beberapa penjaga yang membawa benda mirip senjata api akhirnya maju dan bersiap untuk menembakiku. Salah satu dari mereka memberikan aba-aba hingga akhirnya menembakiku dengan sinar yang mirip dengan laser seperti pada film-film Sci-fi[2]. Ternyata, apa yang terjadi justru bukan aku yang terluka, tapi mereka semua tumbang dalam sekejap. Kejadiannya sangat cepat, yang aku ingat bahwa dengan tiba-tiba aku berlari menghindari tembakan-tembakan tersebut dan sebuah kekuatan besar mengalir dari tanganku dan melibas mereka semua dalam satu gerakan. Kini yang aku lihat hanya sebuah lorong panjang yang penuh dengan orang-orang yang tergeletak di bawahnya.
            Tubuhku masih belum bisa kukendalikan. Aku kembali bergerak setelah melibas para penjaga dan berjalan menyusuri lorong. Yang kulihat saat ini hanyalah lorong gelap tanpa pintu. Selama ini aku didekam pada ruang penjara yang terpisah dari yang lainnya. Aku masih penasaran dengan semua teman-temanku, apa yang terjadi setelah kejadian di hutan Velika saat itu.
            “KURANG AJAR KAU TYRONE!! KELUARKAN AKU DARI SINI!!”
            Sekilas aku mendengar teriakan dari ujung lorong. Entah siapa yang berteriak, sepertinya ia bernasib sama sepertiku. Meskipun aku mengetahui keberadaannya, aku tak bisa mengendalikan tubuhku ini dan terus berjalan menuju tempat yang tidak kuketahui.
            Namun.. Mendadak tubuhku melemah tanpa tenaga. Aku tersungkur di tanah dengan tumpuan pada lutut kiriku. Pedang yang tadi kugenggam terlepas dan jatuh membuat suara dentingan besi yang cukup keras menggema. Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah kekuatan aneh ini telah habis? Ini terlalu sebentar.
            Sedikit demi sedikit beberapa bagian tubuhku mulai bisa kukendalikan. Tubuhku yang panas berangsur-angsur mulai mendingin. Pandangan yang semula buram akhirnya kembali jernih. Tapi, kepalaku rasanya berputar-putar seolah baru saja menaiki roler coaster.
            Aku berusaha berdiri kembali dengan sekuat tenaga. Berjalan selangkah demi selangkah sambil menggeser pedang yang kembali kugenggam.
            “TYRONE!! KERLUARKAN AKU DARI SINI!!”
            Suara itu kembali datang. Kini aku bisa mengikuti arah suara itu. Suara itu berasal dari sebuah benda aneh yang menempel di dinding berbentuk lingkaran seperti gerbang pada film Stargate. Tanganku yang tadi sudah sempat kukendalikan mendadak bergerak dengan sendirinya dan menempelkannya pada pusat benda tersebut. Aku terkejut setelah melihat pusaran hitam terbentuk dari tanganku hingga penuh mengisi benda tersebut.
            Tiba-tiba.. Ada sesuatu yang menghantam dan menindih tubuhku keluar dari benda tersebut. Aku kemudian mendorongnya dan memastikan sebenarnya itu tadi. Sesuatu itu ternyata ada manusia! Ya, seorang lelaki dengan pakaian lusuh terbaring kesakitan di sampingku. Aku tak mengenal siapa dia, yang kulihat ia berperawakan tinggi besar, rambutnya hitam ikal dengan potongan pendek, memiliki bentuk mata yang dalam dan tajam.
            “Siapa kamu?” aku bertanya padanya sambil perlahan berdiri.
            Lelaki itu kemudian melihatku dengan matanya yang tajam dan kemudian berkata, “Aku Diksy.”
            Aku hanya terdiam dan mencoba mengingat-ingat. Rasanya aku pernah mendengar nama tersebut. Siapa dia?
***




[1] Tongkat lurus dengan pegangan tegak lurus dekat salah satu ujungnya. Alat ini sering kita lihat tergantung pada pinggang para aparat kepolisian yang sedang bertugas mengatur lalu-lintas.
[2]Suatu bentuk fiksi spekulatif yang terutama membahas tentang pengaruh sains dan teknologi yang diimajinasikan terhadap masyarakat dan para individual.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar