24 November 2012

PANDEMI - PERSPEKTIF 1

PERSPEKTIF 1: Ada Yang Terlewatkan
               
                Angin bertiup cukup kencang. Jendela yang sudah terbuka dari tadi pagi bergerak menutup terbawa angin. Nampaknya hari ini akan hujan lebat. Ditatapnya langit dari setiap penjuru mata angin. Memang, dari utara terlihat kalau langit sangatlah gelap.

                “Halo.. Jek, hari ini saya males banget keluar nih. Coba liat ke luar tuh. Gelap banget kan?” Dimas berbicara dengan temannya, Jaka, lewat telepon.
                “Ah sial. Udah lama nih kita ngerencanain acara ini. Ayo ikut lah. Paling cuma hujan air ini.” balas Jaka dengan nada bercanda.
                “Yeee.. Tau gak? Cucian di kamar saya udah kayak Gunung Manglayang. Males ah kalau ntar nambah cucian lagi gara-gara basah keujanan.”
                “Yaudah terserah deh, kita bakalan upload foto-foto kita di Facebook biar kamu nyesel udah ga ikut.”
                “Terseraaahh.. Hahaha.. Yuk ah. Pulsa saya dah mulai sekarat nih. Saya matiin ya.”
                “Sip”
                Dimas keluar dari kamar kostnya yang telah ia tempati selama tiga bulan. Ditatapnya langit sekali lagi. Nampaknya memang akan terjadi hujan besar. Padahal jam masih menunjukan pukul 07.00 pagi, tapi lampu jalanan yang menyala otomatis masih mengeluarkan cahaya redupnya.
***
Dimas adalah seorang karyawan baru di sebuah Bank swasta ternama di Bandung. Empat tahun sudah ia merantau di tanah pasundan ini. Sebelumnya ia menuntut ilmu di salah satu universitas negeri di daerah timur Bandung.
Banyak yang tidak menyangka kalau Dimas adalah seorang perantau. Orang tuanya tinggal di Banjarmasin. Ayahnya adalah seorang pegawai Kementrian Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Selatan. Logat Banjar-nya yang tidak terlalu kental dikarenakan orang tuanya sendiri adalah keturunan sunda.
Hari ini seharusnya ia pergi bersama teman-teman alumni kampusnya untuk Touring ke daerah Bandung Utara. Entah kenapa, hari ini dia sangat malas sekali untuk meninggalkan kamar kost-nya. Ia merasa bahwa firasatnya menahan untuk pergi ke luar. Daripada terjadi sesuatu, Dimas lebih memilih untuk tetap berada di kamar kostnya.
***
                Rintik hujan mulai turun. Sudah lama kota ini tak mendapat hujan. Denting air seolah berirama menyentuh atap. Bau tanah basah yang khas tercium. Anak-anak tertawa riang sambil  berhujan-hujanan.
                “Mungkin ini saatnya tidur siang. Kapan lagi tidur siang kalau bukan Weekend? Lagian sekarang hujan nih.” pikir Dimas dalam hati.
                Tiba-tiba ada suara seseorang yang mengetuk pintu kamar kost-nya.
Tok.. Tok.. Tok..
“Ya, siapa?” Dimas bertanya.
“Ini saya, Galuh, bukain pintunya dong. Ada yang mau saya tunjukin. He.. He..”
“Apaan sih?”
“Udah... Cuma bukain aja kenapa sih?”
Dengan malas Dimas membuka pintu kamar kostnya.
“Tau gak, saya lagi sibuk nih.” Dimas sedikit berbohong karena dia memang tidak terlalu suka dengan Galuh.
“Dih gitu banget, tadi saya ngintip kamu lagi tiduran.”
“Heh.. Sial, ngintip-ngintip segala.”
“Udah lah.. Coba liat ini.”
Galuh memperlihatkan sebuah katana. Pedang khas para samurai Jepang dengan panjang sekitar 70 cm. Gagangnya terbuat dari kayu dan terdapat ornamen bernilai seni tinggi. Pada bilah pedang tersebut terdapat beberapa tulisan kanji. Entah apa artinya, tapi sepertinya pedang ini bukanlah barang yang murah.
“Ini asli dari Jepang loh!” Galuh menjelaskan dengan bangga.
Dimas melirik tidak perduli.
“Oh ya ya.. Trus saya musti gimana? Musti koprol sambil bilang ‘WOW’ gitu?” Canda Dimas dengan sinis.
“Dih.. Ga asik ah. Saya mau pamer ke kamar yang laen aja deh.”
“Oh ya, salam ke yang lain. Semoga mereka tabah gitu.”
“Dih..” Galuh pun pergi karena kesal tak mendapat perhatian dari Dimas.
Dimas menutup pintu kamar dan menguncinya.
***
Lelaki introvert ini naik ke atas kasur, tapi kali ini ia sambil menyalakan laptopnya. Beberapa lagu dari playlist-nya ia putar di winamp.

♫♪♫
I heard that you're settled down
That you found a girl and you're married now
I heard that your dreams came true
Guess she gave you things I didn't give to you

Old friend, why are you so shy?
Ain't like you to hold back or hide from the light

I hate to turn up out of the blue, uninvited
But I couldn't stay away, I couldn't fight it
I had hoped you'd see my face and that you'd be reminded
That for me, it isn't over

Never mind, I'll find someone like you
I wish nothing but the best for you, too
Don't forget me, I begged, I remember you said
Sometimes it lasts in love, but sometimes it hurts instead
Sometimes it lasts in love, but sometimes it hurts instead..
♫♪♫

Sebuah lagu Adele berputar dari winamp di laptopnya. Salah satu lagu yang ia senangi meskipun isi dari liriknya tak menggambarkan suasana hatinya. Hanya terkadang ia sering teringat akan seseorang yang pernah ia sukai setelah mendengar lagu ini.
Perlahan-lahan lantunan lagu dan suara hujan seolah mengantarnya menuju alam mimpi. Matanya semakin berat untuk ia tahan. Selimut tebal yang baru saja ia lipat tadi pagi, sudah menutupi tubuhnya kembali. Siang ini rasanya ia benar-benar ingin mengistirahatkan tubuhnya yang letih setelah lima hari sebelumnya ia habiskan untuk bekerja.
***
Sore itu rintik hujan mulai berhenti. Dimas membuka matanya perlahan dan melihat sekitar.
“Oh sudah jam lima sore ya? Berarti sudah empat jam saya tidur siang. Lama juga nih” ucap Dimas sambil memegang kepalanya yang pusing.
Ia melihat laptopnya masih melantunkan sebuah lagu. Kali ini sebuah lagu klasik instrumental eropa, Moonlight Sonata.
Dimas kemudian mencoba untuk beranjak dari tempat tidurnya. Masih terduduk, pusing akibat tidur siangnya yang terlalu lama.
Sudah hampir magrib, ia harus segera melaksanakn solat ashar yang waktunya tinggal beberapa menit lagi. Ia membuka kunci. Berjalan menuju kamar mandi yang terletak di sebelah barat dari kamarnya untuk berwudlu.
Ia perhatikan teman-temannya di tempat kost masih banyak yang belum kembali ke kamarnya masing-masing.
“Ah iya, malam ini kan malam minggu.” Dimas kembali berbicara sendiri sambil menepuk dahinya.
***
                Sudah jam tujuh malam, Dimas masih belum beranjak dari kamarnya. Dari semenjak bangun dari tidur siangnya, ia masih saja asik dengan game sepak bola kesayangannya.
                Sementara itu di luar sana suara riuh bergema hingga kamarnya dari tadi sore. Dimas sama sekali tak menghiraukannya. Baginya hal tersebut sudah biasa terjadi setiap malam minggu.
                "Ngomong-ngomong yang lain udah beres touring-nya atau belum ya?" ia bertanya dengan dirinya sendiri.
                Dimas pun mengakhiri permainannya tersebut. Ponselnya yang sejak tadi tergeletak di atas kasur pun ia ambil.
                Dengan cermat ia mencari kontak di ponselnya. Ia penasaran dengan apa yang dilakukan oleh Jaka dan teman-temannya hingga sekarang.
                "Lha, kenapa ya? Ini HP kok ga mau nyambung-nyambung? Apa si Jaka ganti nomor? Coba telepon Beni aja deh." kata Dimas kebingungan.
                Namun ternyata, semua teman-temannya tdak ada yag bisa dihubungi.
                "Ini ada apa sih? Masa semua HP mereka dimatiin semua? Apa HP saya yang bermasalah gitu ya?" kata Dimas kembali kebingungan.
                Ia cek berkali-kali ponsel layar sentuh pabrikan Korea miliknya, namun hasilnya tetap nihil.
                "Halah.. Ini hp kok udah bermasalah lagi?? Besok musti ke tempat servis kalau emang hpnya bermasalah nih." kata Dimas kesal.
***
                Akhinya minggu pagi pun tiba. Suara burung yang khas saling bersahutan di cuaca yang cerah ini. Tak seperti kemarin, di langit terlihat bahwa enggan untuk berkumpul lagi. Ya, sudah dipastikan hari ini tidak akan hujan.
                Hari ini Dimas bangun cukup pagi. Seperti yang sudah ia rencanakan, ia berniat untuk pergi ke sebuah pusat elektronik untuk memperbaiki ponselnya.
                “Hoaaammm.. Padahal semalem tidurnya ga terlalu malem, tapi kok masih ngantuk aja ya?” Dimas berbicara kepada diri sendiri sambil mengambil remote televisi.
                “Loh.. Loh.. Kok gak nyala ya? Pagi-pagi gini udah mati listrik? Parah nih.”
                Ia cek semua alat listriknya dan ternyata tidak ada satupun yang menyala.
                “Haduuh.. Yaudah, mending mandi dulu aja deh.” kata Dimas sambil mengambil handuk kesayangannya.
                Di luar kamar terlihat sangat sepi sekali. Tidak biasanya, hari minggu ini sama sekali tidak ada orang yang berlalu-lalang di jalan depan kamar kost-nya. Kamar teman-temannya pun masih terlihat kosong.
                Sementara itu muncul beberapa sosok manusia yang memperhatikan Dimas semenjak ia keluar hingga ke kamar mandi.
***
                “Ahhh.. Segarnya mandi di pagi hari.” gumam Dimas sambil membuka pintu kamar mandi.
                Dari jauh terlihat ada empat orang sedang berjalan dengan lambat menuju ke arahnya. Iya, ternyata keempat orang itu adalah teman-teman satu kost-nya.
                “Eh.. Ternyata kalian udah pada datang? Ayo cepet mandi.. Haha..” teriak Dimas bercanda.
                Namun tidak ada respon dari teman-temannya. Dimas tidak terlalu peduli. Ia berlari menuju kamarnya karena ia masih berbalut handuk.
***
                Setelah selesai berpakaian, Dimas membuka pintu kamarnya dan terkaget dengan apa yang sedang ia lihat. Di luar sudah ada banyak orang berkumpul. Mereka berjalan tak tentu arah dengan tatapan kosong. Pakaian mereka compang-camping dan penuh dengan darah. Beberapa diantaranya adalah teman-temannya. Ya, teman-temannya yang barusan mendekatinya.
                Setelah Dimas membuka pintu kamar, seketika orang-orang itu menatapnya. Matanya tajam dan terlihat buas. Menyeringai bagaikan serigala yang lapar. Kemudian berlari berusaha menyerang Dimas.
                Sontak Dimas terkejut dan segera menutup pintu kamarnya.      Bagaikan pemburu yang ingin mendapatkan mangsanya, orang-orang itu terus menggedor-gedor dan berusaha masuk ke dalam kamarnya. Suara erangan mereka terdengar bak binatang buas yang kelaparan. Dimas kebingungan dengan apa yang terjadi.
                “A.. A.. Apa ini??? I.. Ini mimpikah??” kata Dimas panik sambil mencubit-cubit kulitnya untuk memastikan bahwa ia tidak dalam keadaan bermimpi.
                Ia kemudian meringkuk di sudut kamarnya. Entah apa yang harus dilakukannya. Orang-orang itu terus berusaha merangsek masuk menuju kamarnya. Kaca jendela kamarnya pun perlahan-lahan mulai retak. Pasrah dan berdoa, hanya itu yang Dimas lakukan saat ini.
                Sementara itu dari luar sayup-sayup terdengar suara teriakan seseorang, “MATI KAU, ORANG-ORANG GILAA!!”
                Tak ada yang bisa diperbuat Dimas saat ini. Ia melihat sebuah Cutter di mejanya dan mengambilnya. Setidaknya ia akan berusaha untuk bertahan bila orang-orang tersebut datang menghabisinya.
                Kaca jendela kamarnya akhirnya terpecah akibat dorongan orang-orang brutal itu. Mereka semua akhirnya masuk menuju kamar Dimas. Ia berusaha melindungi tubuhnya dengan menutupi dirinya dengan selimut. Entah mengapa, ia selalu merasa aman bila tubuhnya ditutupi selimut.
                Orang-orang itu mengerumuninya. Mereka berusaha untuk menggigiti dan mencakari tubuh Dimas. Untunglah selimutnya yang tebal cukup menahan Dimas dari serangan mereka.
                Dimas hanya berteriak meminta pertolongan meskipun ia tahu kemungkinannya akan sangat kecil sekali.
                Tiba-tiba dari pintu kamarnya terdengar suara tendangan. Dimas sudah sangat pasrah bila memang orang-orang itu menjadi semakin banyak mengerumuninya.
                Namun hal lain justru terjadi sebaliknya. Orang-orang yang menyerang Dimas terasa semakin sedikit. Entah apa yang sedang terjadi, namun lama kelamaan orang2 tadi kemudian berhenti menyerangnya. Hingga akhirnya terdengar seseorang berkata.
                “Apa tadi kamu digigit?”
                “Si.. Siapa kamu?” Dimas bertanya dari dalam selimutnya dengan ketakutan.
                “Apa tadi kamu digigit?!” orang itu kembali bertanya dengan nada tinggi.
                “E.. Enggak kok.. tapi kamu siapa......” Dimas menjawab sembari membuka selimutnya. Namun, tiba-tiba ia terkejut setelah melihat orang yang telah menyelamatkannya, “Ka... Ka.. Kamuuuuu??”

2 komentar:

:10 :11 :12 :13 :14 :15 :16 :17
:18 :19 :20 :21 :22 :23 :24 :25
:26 :27 :28 :29 :30 :31 :32 :33
:34 :35 :36 :37 :38 :39
  1. Setelah hampir satu bulan, akhirnya nulis juga..
    Ternyata lumayan susah nulis tuh.. XD
    Ditunggu saran dan kritiknya yaa.. :D

    BalasHapus
  2. 8 tahun kemudian.. Jeng-jeng.. Ada pandemi beneran..
    Dan blog iini masih sepi.. :11

    BalasHapus