CHAPTER 2 - DUNIA PARALEL
Dalam
ilmu psikologi, mimpi adalah materi ketidaksadaran yang muncul dalam kesadaran
di waktu tidur. Bagi para pengikut psikoanalisis[1]
Freud, mimpi itu signifikan untuk menjadi indikator pengalaman ketidaksadaran
seseorang. Apa yang kita lihat dalam mimpi sebenarnya merupakan simbolisasi
dari hal lain. Otak kita itu sangat kreatif ketika kita tidur, dia akan
menggali database memori kita sedemikan dalamnya sampai sering kita sendiri
takjub dengan mimpi aneh kita. Meski demikian semua sumbernya diambil dari yang
sudah pernah kita alami sebelumnya. Begitulah definisi mimpi yang sedang
kulihat di internet saat ini.
Sudah
jam delapan malam saat ini, tapi yang ada dipikiranku hanya kejadian aneh tadi
siang. Selembar kertas gambaran Vivi masih tersimpan dalam ranselku. Ingin
rasanya aku berkomunikasi dengannya, namun sampai sekarang aku masih belum bisa
mendapatkan nomor kontaknya. Tidak hanya itu, namanya bahkan tidak ada dalam
daftar akun situs jejaring sosial.
“HENTIKANN!! HENTIKAN!!
HENTIKAAAANNNN!!!! TUAN ENUTRA!! TOLONG AKUUU!!”
Tiba-tiba
teriakan itu kembali terngiang dalam pikiranku. Entah apa yang terjadi selama
ini. Satu demi satu kejadian aneh berdatangan. Aku terus mengurut setiap detil
kejadian keseharianku yang aku alami semenjak mimpi itu mucul. Tapi, tak ada
satu pun peristiwa yang berkaitan dengan mimpi anehku itu.
Ranselku
masih tergeletak di samping pintu kamar. Jujur, aku masih belum berani untuk
membukanya. Perasaan aneh selalu menyelimuti setiap kali aku mendekatinya.
Namun, kali ini rasa penasaranku terasa lebih besar daripada ketakutanku.
Akhirnya aku mencoba untuk membuka ranselku dan mengambil gambar yang dibuat
oleh Vivi.
Gambar
itu masih terselip di dalam binder[2].
Perlahan aku membuka binder itu dan mengambil gambar yang terselip di dalamnya.
“Gambaran
Vivi memang bagus, aku tak menyangka bila gadis penyendiri itu mempunyai bakat
seni yang luar biasa.” bisikku dalam hati.
Aku
perhatikan detail gambar yang dibuat Vivi. Suasana gambar yang diambil adalah pemandangan
wilayah penuh dengan pepohonan yang dilintasi oleh sungai kecil di tengahnya.
Detil gambar itu juga memperlihatkan beberapa ekor burung yang hinggap di
ranting pohon serta seekor tupai yang sedang mendekatinya. Ada pula beberapa
ekor rusa yang meminum air sungai jernih yang melintas di tengah rimbunan
pepohonan. Sungguh persis dengan apa yang terjadi dalam mimpiku.
Tak
henti aku memikirkan hubungan antara Vivi, gambarannya, dan mimpi yang sering
kualami akhir-akhir ini. Sekali lagi aku perhatikan gambar itu untuk mencari
pencerahan. Ternyata, di sudut kiri bawah gambar terdapat tulisan yang
bertuliskan “Tuan Enutra, mohon kembalikan alam ini seperti dulu.”.
Enutra?
Sekali lagi pikiranku menjadi kacau. Ia menuliskan nama yang sama dengan suara
yang ada di dalam mimpiku?! Siapa Vivi sebenarnya? Apa hubungan dari ini semua?
Akibat
kelelahan berpikir, akhirnya tanpa disadari mataku terpejam dan terlelap dalam
kantuk hingga memasuki alam tidur. Tenggelam di atas nyamannya kasur yang
menjadi tumpuan tubuhku.
***
“Enutra,
aku telah memilihmu menjadi ksatria terhormat kerajaan. Lakukanlah yang terbaik
demi kehidupan umat manusia!”
Suara
itu entah muncul darimana datangnya. Namun saat ini suasana yang kurasakan
hanya gelap tak berisi apapun. Aku hanya melayang memerhatikan tubuhku yang
terasa lemas tak berdaya. Suasana apa ini? Dimana aku berada, aku tak tahu.
Titik
sinar muncul dihadapanku. Titik itu telah berubah menjadi garis horizontal yang
semakin lama semakin terang. Sinar itu akhirnya semakin terang hingga jelas
terlihat apa yang ada di baliknya.
Aku
tersentak bangun dan memperhatikan sekelilingku. Ada yang aneh. Ada dimana ini?
Aku berada di sebuah rumah kayu bergaya eropa tua dengan berbagai
ornamen-ornamen klasik di dalamnya. Aku pikir, sebelum aku tertidur aku tidak
pergi kemanapun.
“Eh?
Tuan Enutra, anda sudah bangun? Sepertinya anda tidur sangat nyenyak, aku sama
sekali tidak berani untuk membangunkanmu.”
Aku
terdiam sejenak. Siapa orang yang mengajakku bicara ini? Dia memiliki
penampakan sosok seorang lelaki berumur empat puluh tahunan. Wajahnya sama
sekali belum pernah kulihat sebelumnya. Matanya sayu, hidungnya agak mancung
dengan bekas cukuran kumis di sekitar bibirnya. Rambutnya bergaya caesar cut[3]
dengan warna hitam agak pirang. Mengenakan baju kulit coklat abad pertengahan
eropa seperti gaya Robin Hood.
“Aku
ada dimana?” aku bertanya dengan ekspresi wajah kebingungan.
“Apa
yang anda katakan? Tuan ada di rumahku sejak semalam datang kemari. Mungkin tuan
terlalu lelah. Lebih baik lanjutkan saja istirahatmu.” pria itu tersenyum
sembari membuat minuman di atas meja makannya.
“Di
rumahmu? Siapa anda?” aku kembali bertanya kebingungan.
“Eh?
Apa semalam kepala tuan terbentur sampai tuan lupa ingatan? Ini aku, Javier,
utusan dari Kerajaan Eternality!”
“Javier?
Entahlah rasanya aku seperti tidak berada di duniaku” Aku menaikan kepalaku dan
mengambil posisi duduk.
“Oh
ya, semalam tuan minum arak terlalu banyak. Lain kali aku tidak akan
memberikannya lagi pada tuan.” orang itu pun tertawa.
Pikiranku
masih berputar-putar. Puluhan pertanyaan memasuki isi kepalaku. Apa yang aku
lakukan disini? Siapa orang ini? Dimana tempat ini? Apakah aku masih bermimpi?
Pertanyaan-pertanyaan ini membuat kepalaku sakit.
“Wadaw!!”
aku mencubit tanganku sekali untuk membuktikan bahwa aku sedang bermimpi. Tapi,
aku malah merasakan sakit!? Ini bukan mimpi!
“Apa
yang anda lakukan, tuan? Hari ini anda terlihat sangat aneh.” Javier
menghampiriku dengan wajah sedikit kebingungan.
“Umm..
Tidak apa-apa. Mungkin aku hanya butuh udara segar untuk menyegarkan kembali
pikiranku.”
“Oh
begitu ya? Baiklah tuan, silahkan anda keluar dulu. Oh ya, air hangat sudah
kusiapkan jika anda bersiap untuk mandi. Sebentar lagi aku akan keluar untuk
mengumpulkan kayu bakar.”
“Ya,
terima kasih.” seolah tidak terjadi apa-apa, aku berakting layaknya orang yang
ia sebut dengan nama Enutra itu.
***
Sekali
lagi aku masih belum percaya dengan apa yang kualami saat ini. Entah sudah
berapa kali cubitan hingga kulitku memerah untuk memastikan bahwa ini bukan
mimpi. Semalam aku masih berada di kamarku di Bandung, tapi sekarang aku sedang
berada di tempat antah berantah bersama dengan orang yang sama sekali tidak ku
kenal.
Aku
jadi teringat sesaat sebelum terbangun di tempat ini. Ada suara seorang wanita
yang mengatakan bahwa aku telah terpilih menjadi ksatria terhormat kerajaan.
Lagi-lagi ia memanggilku dengan nama Enutra. Entah siapakah Enutra itu, tapi
pasti orang itu sangat dihormati disini. Tapi sekarang, akulah Enutra. Akulah
kesatria yang dihormati itu.
Saat
ini aku sedang berdiri di teras sebuah rumah kayu bergaya eropa klasik. Rumah
ini adalah satu-satunya bangunan yang terletak di sebuah hutan yang cukup
rimbun. Hutan ini dirasa tidak begitu asing, namun saat ini yang terpenting bagiku
adalah bagaimana cara agar bisa kembali ke kehidupan normalku.
Pada
bagian selatan hutan, aku memperhatikan sesuatu yang aneh. Terdapat kubah hitam
raksasa yang menutupi hutan tersebut. Diameter dari kubah itu mungkin sekitar
puluhan kilometer. Yang jelas kubah tersebut terlihat sangat besar. Pada bagian
tengah kubah terdapat cahaya vertikal yang menjulang ke langit tanpa batas. Apa
itu? Aku tidak mengerti dengan semuanya.
“Kau
pasti masih bingung kenapa kau bisa ada di sini, bukan?”
Tiba-tiba
aku mendengar suara pria yang entah darimana datangnya. Aku menoleh ke segala
arah untuk memastikan darimana datangnya suara itu. Tapi nihil, dia tidak ada
dimanapun. Tidak ada seorangpun di sekitarku. Aku sempat berpikir bahwa itu
adalah Javier. Tapi, dia sedang berada di tengah hutan untuk mencari kayu bakar
beberapa saat yang lalu.
“Hey!!
Aku ada di bawah sini.”
Aku
terkejut dengan apa yang sedang kulihat. Seekor kucing berwarna emas kemerahan berbicara
ke arahku!?
“Hah??
Kucing yang bisa bicara? Apa lagi yang akan muncul? Gajah terbang? Semut
raksasa? Tolong bangunkan aku sekarang kalau ini memang mimpi!!”
“Ini
bukan mimpi, Eril.”
Aku
terdiam. Setidaknya yang mengetahui nama asliku hanyalah kucing ini.
“Tenang
saja, aku hanya meminjam tubuh kucing ini untuk sementara. Akan kujelaskan
semua yang terjadi padamu saat ini.”
“Uh..
Baiklah.” Aku hanya bisa menurut pada kucing ini. Tidak bisa dipercaya.
“Tempat
yang kau pijak sekarang ini adalah dunia nyata. Bukanlah dunia mimpi. Tempat
ini pun sama dengan dunia yang kau tinggali sebelumnya. Tapi pernahkah kau
mendengar tentang dunia paralel?”
“Dunia
paralel?”
“Ya,
dunia paralel. Dunia paralel adalah sebuah dunia yang berjalan sejajar dengan
dunia realita. Di samping kehidupan yang kita kenal dan kita jalani sekarang,
ada satu atau lebih kehidupan lain yang juga berjalan secara bersamaan dalam
dunia paralel. Salah satunya adalah dunia yang kamu pijak sekarang.”
“Tapi,
kenapa aku sekarang ada disini?”
“Kamu
masih belum sadar ya? Mimpi anehmu yang selalu terjadi berulang-ulang belum
cukup menjadi pertanda bagimu?”
“Apa
maksudmu?”
“Hmm..
Sebenarnya akulah yang membawamu kemari. Kamu adalah Enutra yang berasal dari
dimensi yang berlainan. Kalian berdua adalah orang yang sama.”
“Sungguh,
aku masih belum mengerti.”
“Terdapat
banyak dunia yang berjalan sendiri-sendiri, di mana urutan peristiwa di satu
dunia bisa jadi tidak sejalan dengan urutan peristiwa di dunia lain. Termasuk
diantaranya dunia Enutra dan duniamu, Eril. Itulah dunia paralel.”
“Jadi,
siapa Enutra ini?”
“Ah
ya, aku masih belum selesai menjelaskan kenapa kamu bisa menggantikan Enutra.
Enutra adalah seorang ksatria pedang tertangguh yang pernah ada di Kerajaan
Eternality. Dia dipanggil oleh Raja Algeas untuk membantu dalam memerangi kaum Remidi
yang akhir-akhir ini terus menerus merusak wilayah kerajaan ini.”
“Kaum
Remidi?”
“Ya,
kaum Remidi. Kaum perusak seperti belalang yang berpindah-pindah hanya untuk
mengambil sumber daya yang ada. Setelah sumber daya itu habis dan rusak, mereka
pergi dan menghancurkan tempat yang telah dia singgahi itu.”
“Apa?
Sungguh kejam!”
“Kau
bisa lihat kubah hitam raksana disana? Itulah salah satu tempat kaum Remidi
berada.”
“Salah
satu? Maksudmu, mereka bukan hanya di hutan ini?”
“Ya
tepat sekali.”
“Apa
yang harus aku lakukan sekarang? Kenapa aku harus menggantikan Enutra disaat
seperti ini?”
“Semalam
Enutra terkena racun di tempat ini. Sebelumnya aku sudah curiga pasti akan ada
sesuatu yang terjadi padanya. Maka dari itu, aku akhirnya terpaksa untuk membuatmu
menggantikan dia sementara ini.”
“Terkena
racun? Bukankah Javier bilang semalam aku terlalu mabuk?”
Belum
selesai aku berbicara, tiba-tiba saja dari belakang sebilah pedang melesat
menuju ke arahku dan hampir saja membuat kepalaku terlepas dari leher.
Untunglah refleks yang dimiliki tubuh Enutra ini sangat cepat. Aku melompat
jauh dari sabetan pedang yang hampir membuatku kehilangan nyawa.
Aku
tercengang dengan apa yang kulihat. Tak disangka, orang yang melakukan
perbuatan itu adalah Javier!
“Kenapa
kamu masih belum mati juga, Enutra??” kali ini ekspresi Javier sangat berbeda
sekali. Tidak seperti saat aku bangun tadi, dia terlihat penuh dengan kemarahan
yang meledak.
“A..
Apa yang kamu lakukan, Javier? Bukankah kamu..”
Belum
selesai aku berbicara, Javier sudah memotong omonganku.
“Yaa..
Aku memang utusan dari Raja Algeas. Tapi kaum Remidi memberiku lebih banyak
uang dan kemakmuran daripada si tua bangka Algeas itu. Aku harus membunuhmu
biar bagaimanapun juga!”
Saat
ini posisiku sedang tidak bagus. Aku sama sekali tidak memegang senjata untuk
melawan serangan brutal dari Javier. Yang aku lakukan sekarang hanyalah
menghindar dan menghindar.
“Tunggu,
Javier. Tindakanmu ini salah. Jika kau membunuhku, kaum Remidi akan tetap
menghancurkan tempat ini. Begitu juga dengan dirimu. Kau pun mungkin akan
dihancurkannya!” Aku terus meyakinkan Javier sembari mengelak dari
serangan-serangannya.
“Hahaha..
Tidak mungkin itu terjadi. Aku akan menjadi bagian dari mereka dan akan hidup
selamanya!!”
Aku
terus berpikir keras. Jika begini terus aku akan segera mati.
Tiba-tiba
pedang Javier menyayat paha kiriku hingga membuatku tersungkur. Rasanya sakit
sekali. Memang benar apa yang dikatakan kucing itu. Dunia ini dunia nyata, apa
yang aku rasakan semuanya nyata. Termasuk rasa sakit yang aku alami saat ini.
“Hahaha..
Mati kau Enutra!!”
Pedang
Javier mengayun menuju ke arah kepalaku. Pikiranku kacau. Yang ada dibenakku
hanyalah kematian. Namun tiba-tiba aku terbesit akan pemikiran bahwa jika aku
mati, aku akan kembali ke dunia asalku. Ya lebih baik saat ini aku pasrah saja
menerima hantaman pedang dari Javier.
“AAA..
APA INI??” Javier berteriak.
Tiba-tiba
pedang Javier telepas dari tangannya beberapa detik sebelum menghantam
kepalaku. Sebuah bayangan emas kemerahan sempat terlihat sebelum pedang itu
terlepas. Ternyata, si kucing yang bisa berbicara tadi sedang menggigit tangan
kanan Javier dengan sangat erat. Aku hanya tercengang tak bisa berbuat apa-apa.
“Cepat
kau pergi dari sini dan ambil pedang itu!” teriak si kucing sembari menggigit
tangan Javier.
Dengan
cepat aku menuruti perkataan si kucing dan mengambil pedang Javier.
“Ayo
bunuh dia, Enutra” kucing itu kembali berbicara dan melepaskan gigitannya.
“Tidak!
Dia adalah utusan raja. Aku harus meyakinkan dia agar kembali pada kebenaran!”
Javier
berdiri terpaku dihadapanku.
“Dasar
bodoh!” tiba-tiba saja Javier mengeluarkan pisau dari bajunya dan
menghunuskannya ke arah dada kiriku.
Tapi,
seolah tanganku bergerak sendiri. Aku berhasil menangkis pisau Javier dan
menusukan pedang tepat ke arah dada kiri Javier.
“Ah..
Apa yang telah aku lakukan??” aku tersentak terdiam dan melepaskan tanganku
dari gagang pedang.
“E..
Enutra, kau menang. Aku memang tidak pernah sanggup untuk membunuhmu.”
Javier
kemudian tersungkur ke tanah. Matanya membelalak kelangit menahan kesakitan
hingga akhirnya ia menghembuskan napas terakhirnya.
“A..
Aku telah membunuh seseorang? A.. Apa yang telah aku lakukan??” Aku berteriak
ketakutan.
“Kau
sungguh bodoh. Hampir saja kau mati akibat perbuatanmu itu.” Kucing itu kembali
berbicara kepadaku.
“Tapi
bukankah bagus bila aku mati? Aku akan kembali menuju duniaku dan meninggalkan
dunia yang gila ini.”
“KAU
SALAH!” kucing itu berteriak dengan nada marah.
“A..
Apa maksudmu?”
“Jika
kau mati di dunia ini, maka tubuhmu yang asli tidak akan pernah bisa bangun
kembali selamanya!”
“Se..
Selamanya? Itu artinya aku akan..”
“Tidak,
kau tidak mati. Kau hanya tidak akan sadar kembali. Namun itu terjadi hingga
akhir hayatmu. Dengan kata lain, kau akan mati secara perlahan.”
Apa
yang telah aku dengar barusan sungguh mengerikan. Hampir saja aku mati karena
perbuatan bodohku. Tapi, aku baru saja membunuh seseorang dengan tanganku
sendiri. Dunia seperti apa ini sebenarnya?
“Siapa
kamu sebenarnya??” aku berteriak kepada si kucing aneh itu.
“Tidak
penting untuk mengetahui siapa aku sebenarnya. Namun, aku akan terus mengawasimu
karena akulah yang telah membawamu kemari.”
“AKU
TAK BUTUH PENGAWASANMU!! AKU HANYA INGIN KEMBALI!!” aku berteriak sekeras
mungkin dengan penuh emosi padanya.
“Hmm..
Sudah waktunya aku untuk pergi. Baiklah selamat tinggal. Jaga dirimu
baik-baik.”
“APA
MAKSUDMU? URUSAN KITA BELUM SELESAI, KUCING SIALAN!”
Tapi
teriakanku hanya dibalas oleh suara kucing normal yang mengeong. Sepertinya dia
sudah keluar dari tubuh kucing itu. Tubuhku lemas, lututku bergetar, aku hanya
bisa pasrah dengan keadaan yang terjadi. Entah sampai kapan ini terjadi, namun
aku harus yakin, aku pasti kembali.
***
[1] Cabang ilmu yang
dikembangkan oleh Sigmund Freud dan para pengikutnya, sebagai studi fungsi dan
perilaku psikologis manusia.
[3] Model rambut potongan
pendek yang lurus ke arah horizontal dengan menggunakan poni. Model rambut ini juga merupakan
model rambut Julius Caesar.
:18 :19 :20 :21 :22 :23 :24 :25
:26 :27 :28 :29 :30 :31 :32 :33
:34 :35 :36 :37 :38 :39
Selanjutnya: CHAPTER 3 - CERBERUS
BalasHapus