5 Mei 2013

DUNIA SEMU #2


CHAPTER 2 - DUNIA PARALEL

            Dalam ilmu psikologi, mimpi adalah materi ketidaksadaran yang muncul dalam kesadaran di waktu tidur. Bagi para pengikut psikoanalisis[1] Freud, mimpi itu signifikan untuk menjadi indikator pengalaman ketidaksadaran seseorang. Apa yang kita lihat dalam mimpi sebenarnya merupakan simbolisasi dari hal lain. Otak kita itu sangat kreatif ketika kita tidur, dia akan menggali database memori kita sedemikan dalamnya sampai sering kita sendiri takjub dengan mimpi aneh kita. Meski demikian semua sumbernya diambil dari yang sudah pernah kita alami sebelumnya. Begitulah definisi mimpi yang sedang kulihat di internet saat ini.
            Sudah jam delapan malam saat ini, tapi yang ada dipikiranku hanya kejadian aneh tadi siang. Selembar kertas gambaran Vivi masih tersimpan dalam ranselku. Ingin rasanya aku berkomunikasi dengannya, namun sampai sekarang aku masih belum bisa mendapatkan nomor kontaknya. Tidak hanya itu, namanya bahkan tidak ada dalam daftar akun situs jejaring sosial.

            “HENTIKANN!! HENTIKAN!! HENTIKAAAANNNN!!!! TUAN ENUTRA!! TOLONG AKUUU!!
            Tiba-tiba teriakan itu kembali terngiang dalam pikiranku. Entah apa yang terjadi selama ini. Satu demi satu kejadian aneh berdatangan. Aku terus mengurut setiap detil kejadian keseharianku yang aku alami semenjak mimpi itu mucul. Tapi, tak ada satu pun peristiwa yang berkaitan dengan mimpi anehku itu.
            Ranselku masih tergeletak di samping pintu kamar. Jujur, aku masih belum berani untuk membukanya. Perasaan aneh selalu menyelimuti setiap kali aku mendekatinya. Namun, kali ini rasa penasaranku terasa lebih besar daripada ketakutanku. Akhirnya aku mencoba untuk membuka ranselku dan mengambil gambar yang dibuat oleh Vivi.
            Gambar itu masih terselip di dalam binder[2]. Perlahan aku membuka binder itu dan mengambil gambar yang terselip di dalamnya.
            “Gambaran Vivi memang bagus, aku tak menyangka bila gadis penyendiri itu mempunyai bakat seni yang luar biasa.” bisikku dalam hati.
            Aku perhatikan detail gambar yang dibuat Vivi. Suasana gambar yang diambil adalah pemandangan wilayah penuh dengan pepohonan yang dilintasi oleh sungai kecil di tengahnya. Detil gambar itu juga memperlihatkan beberapa ekor burung yang hinggap di ranting pohon serta seekor tupai yang sedang mendekatinya. Ada pula beberapa ekor rusa yang meminum air sungai jernih yang melintas di tengah rimbunan pepohonan. Sungguh persis dengan apa yang terjadi dalam mimpiku.
            Tak henti aku memikirkan hubungan antara Vivi, gambarannya, dan mimpi yang sering kualami akhir-akhir ini. Sekali lagi aku perhatikan gambar itu untuk mencari pencerahan. Ternyata, di sudut kiri bawah gambar terdapat tulisan yang bertuliskan “Tuan Enutra, mohon kembalikan alam ini seperti dulu.”.
            Enutra? Sekali lagi pikiranku menjadi kacau. Ia menuliskan nama yang sama dengan suara yang ada di dalam mimpiku?! Siapa Vivi sebenarnya? Apa hubungan dari ini semua?
            Akibat kelelahan berpikir, akhirnya tanpa disadari mataku terpejam dan terlelap dalam kantuk hingga memasuki alam tidur. Tenggelam di atas nyamannya kasur yang menjadi tumpuan tubuhku.
***

            “Enutra, aku telah memilihmu menjadi ksatria terhormat kerajaan. Lakukanlah yang terbaik demi kehidupan umat manusia!”
            Suara itu entah muncul darimana datangnya. Namun saat ini suasana yang kurasakan hanya gelap tak berisi apapun. Aku hanya melayang memerhatikan tubuhku yang terasa lemas tak berdaya. Suasana apa ini? Dimana aku berada, aku tak tahu.
            Titik sinar muncul dihadapanku. Titik itu telah berubah menjadi garis horizontal yang semakin lama semakin terang. Sinar itu akhirnya semakin terang hingga jelas terlihat apa yang ada di baliknya.
            Aku tersentak bangun dan memperhatikan sekelilingku. Ada yang aneh. Ada dimana ini? Aku berada di sebuah rumah kayu bergaya eropa tua dengan berbagai ornamen-ornamen klasik di dalamnya. Aku pikir, sebelum aku tertidur aku tidak pergi kemanapun.
            “Eh? Tuan Enutra, anda sudah bangun? Sepertinya anda tidur sangat nyenyak, aku sama sekali tidak berani untuk membangunkanmu.”
            Aku terdiam sejenak. Siapa orang yang mengajakku bicara ini? Dia memiliki penampakan sosok seorang lelaki berumur empat puluh tahunan. Wajahnya sama sekali belum pernah kulihat sebelumnya. Matanya sayu, hidungnya agak mancung dengan bekas cukuran kumis di sekitar bibirnya. Rambutnya bergaya caesar cut[3] dengan warna hitam agak pirang. Mengenakan baju kulit coklat abad pertengahan eropa seperti gaya Robin Hood.
            “Aku ada dimana?” aku bertanya dengan ekspresi wajah kebingungan.
            “Apa yang anda katakan? Tuan ada di rumahku sejak semalam datang kemari. Mungkin tuan terlalu lelah. Lebih baik lanjutkan saja istirahatmu.” pria itu tersenyum sembari membuat minuman di atas meja makannya.
            “Di rumahmu? Siapa anda?” aku kembali bertanya kebingungan.
            “Eh? Apa semalam kepala tuan terbentur sampai tuan lupa ingatan? Ini aku, Javier, utusan dari Kerajaan Eternality!”
            “Javier? Entahlah rasanya aku seperti tidak berada di duniaku” Aku menaikan kepalaku dan mengambil posisi duduk.
            “Oh ya, semalam tuan minum arak terlalu banyak. Lain kali aku tidak akan memberikannya lagi pada tuan.” orang itu pun tertawa.
            Pikiranku masih berputar-putar. Puluhan pertanyaan memasuki isi kepalaku. Apa yang aku lakukan disini? Siapa orang ini? Dimana tempat ini? Apakah aku masih bermimpi? Pertanyaan-pertanyaan ini membuat kepalaku sakit.
            “Wadaw!!” aku mencubit tanganku sekali untuk membuktikan bahwa aku sedang bermimpi. Tapi, aku malah merasakan sakit!? Ini bukan mimpi!
            “Apa yang anda lakukan, tuan? Hari ini anda terlihat sangat aneh.” Javier menghampiriku dengan wajah sedikit kebingungan.
            “Umm.. Tidak apa-apa. Mungkin aku hanya butuh udara segar untuk menyegarkan kembali pikiranku.”
            “Oh begitu ya? Baiklah tuan, silahkan anda keluar dulu. Oh ya, air hangat sudah kusiapkan jika anda bersiap untuk mandi. Sebentar lagi aku akan keluar untuk mengumpulkan kayu bakar.”
            “Ya, terima kasih.” seolah tidak terjadi apa-apa, aku berakting layaknya orang yang ia sebut dengan nama Enutra itu.
***

            Sekali lagi aku masih belum percaya dengan apa yang kualami saat ini. Entah sudah berapa kali cubitan hingga kulitku memerah untuk memastikan bahwa ini bukan mimpi. Semalam aku masih berada di kamarku di Bandung, tapi sekarang aku sedang berada di tempat antah berantah bersama dengan orang yang sama sekali tidak ku kenal.
            Aku jadi teringat sesaat sebelum terbangun di tempat ini. Ada suara seorang wanita yang mengatakan bahwa aku telah terpilih menjadi ksatria terhormat kerajaan. Lagi-lagi ia memanggilku dengan nama Enutra. Entah siapakah Enutra itu, tapi pasti orang itu sangat dihormati disini. Tapi sekarang, akulah Enutra. Akulah kesatria yang dihormati itu.
            Saat ini aku sedang berdiri di teras sebuah rumah kayu bergaya eropa klasik. Rumah ini adalah satu-satunya bangunan yang terletak di sebuah hutan yang cukup rimbun. Hutan ini dirasa tidak begitu asing, namun saat ini yang terpenting bagiku adalah bagaimana cara agar bisa kembali ke kehidupan normalku.
            Pada bagian selatan hutan, aku memperhatikan sesuatu yang aneh. Terdapat kubah hitam raksasa yang menutupi hutan tersebut. Diameter dari kubah itu mungkin sekitar puluhan kilometer. Yang jelas kubah tersebut terlihat sangat besar. Pada bagian tengah kubah terdapat cahaya vertikal yang menjulang ke langit tanpa batas. Apa itu? Aku tidak mengerti dengan semuanya.
            “Kau pasti masih bingung kenapa kau bisa ada di sini, bukan?”
            Tiba-tiba aku mendengar suara pria yang entah darimana datangnya. Aku menoleh ke segala arah untuk memastikan darimana datangnya suara itu. Tapi nihil, dia tidak ada dimanapun. Tidak ada seorangpun di sekitarku. Aku sempat berpikir bahwa itu adalah Javier. Tapi, dia sedang berada di tengah hutan untuk mencari kayu bakar beberapa saat yang lalu.
            “Hey!! Aku ada di bawah sini.”
            Aku terkejut dengan apa yang sedang kulihat. Seekor kucing berwarna emas kemerahan berbicara ke arahku!?
            “Hah?? Kucing yang bisa bicara? Apa lagi yang akan muncul? Gajah terbang? Semut raksasa? Tolong bangunkan aku sekarang kalau ini memang mimpi!!”
            “Ini bukan mimpi, Eril.”
            Aku terdiam. Setidaknya yang mengetahui nama asliku hanyalah kucing ini.
            “Tenang saja, aku hanya meminjam tubuh kucing ini untuk sementara. Akan kujelaskan semua yang terjadi padamu saat ini.”
            “Uh.. Baiklah.” Aku hanya bisa menurut pada kucing ini. Tidak bisa dipercaya.
            “Tempat yang kau pijak sekarang ini adalah dunia nyata. Bukanlah dunia mimpi. Tempat ini pun sama dengan dunia yang kau tinggali sebelumnya. Tapi pernahkah kau mendengar tentang dunia paralel?”
            “Dunia paralel?”
            “Ya, dunia paralel. Dunia paralel adalah sebuah dunia yang berjalan sejajar dengan dunia realita. Di samping kehidupan yang kita kenal dan kita jalani sekarang, ada satu atau lebih kehidupan lain yang juga berjalan secara bersamaan dalam dunia paralel. Salah satunya adalah dunia yang kamu pijak sekarang.”
            “Tapi, kenapa aku sekarang ada disini?”
            “Kamu masih belum sadar ya? Mimpi anehmu yang selalu terjadi berulang-ulang belum cukup menjadi pertanda bagimu?”
            “Apa maksudmu?”
            “Hmm.. Sebenarnya akulah yang membawamu kemari. Kamu adalah Enutra yang berasal dari dimensi yang berlainan. Kalian berdua adalah orang yang sama.”
            “Sungguh, aku masih belum mengerti.”
            “Terdapat banyak dunia yang berjalan sendiri-sendiri, di mana urutan peristiwa di satu dunia bisa jadi tidak sejalan dengan urutan peristiwa di dunia lain. Termasuk diantaranya dunia Enutra dan duniamu, Eril. Itulah dunia paralel.”
            “Jadi, siapa Enutra ini?”
            “Ah ya, aku masih belum selesai menjelaskan kenapa kamu bisa menggantikan Enutra. Enutra adalah seorang ksatria pedang tertangguh yang pernah ada di Kerajaan Eternality. Dia dipanggil oleh Raja Algeas untuk membantu dalam memerangi kaum Remidi yang akhir-akhir ini terus menerus merusak wilayah kerajaan ini.”
            “Kaum Remidi?”
            “Ya, kaum Remidi. Kaum perusak seperti belalang yang berpindah-pindah hanya untuk mengambil sumber daya yang ada. Setelah sumber daya itu habis dan rusak, mereka pergi dan menghancurkan tempat yang telah dia singgahi itu.”
            “Apa? Sungguh kejam!”
            “Kau bisa lihat kubah hitam raksana disana? Itulah salah satu tempat kaum Remidi berada.”
            “Salah satu? Maksudmu, mereka bukan hanya di hutan ini?”
            “Ya tepat sekali.”
            “Apa yang harus aku lakukan sekarang? Kenapa aku harus menggantikan Enutra disaat seperti ini?”
            “Semalam Enutra terkena racun di tempat ini. Sebelumnya aku sudah curiga pasti akan ada sesuatu yang terjadi padanya. Maka dari itu, aku akhirnya terpaksa untuk membuatmu menggantikan dia sementara ini.”
            “Terkena racun? Bukankah Javier bilang semalam aku terlalu mabuk?”
            Belum selesai aku berbicara, tiba-tiba saja dari belakang sebilah pedang melesat menuju ke arahku dan hampir saja membuat kepalaku terlepas dari leher. Untunglah refleks yang dimiliki tubuh Enutra ini sangat cepat. Aku melompat jauh dari sabetan pedang yang hampir membuatku kehilangan nyawa.
            Aku tercengang dengan apa yang kulihat. Tak disangka, orang yang melakukan perbuatan itu adalah Javier!
            “Kenapa kamu masih belum mati juga, Enutra??” kali ini ekspresi Javier sangat berbeda sekali. Tidak seperti saat aku bangun tadi, dia terlihat penuh dengan kemarahan yang meledak.
            “A.. Apa yang kamu lakukan, Javier? Bukankah kamu..”
            Belum selesai aku berbicara, Javier sudah memotong omonganku.
            “Yaa.. Aku memang utusan dari Raja Algeas. Tapi kaum Remidi memberiku lebih banyak uang dan kemakmuran daripada si tua bangka Algeas itu. Aku harus membunuhmu biar bagaimanapun juga!”
            Saat ini posisiku sedang tidak bagus. Aku sama sekali tidak memegang senjata untuk melawan serangan brutal dari Javier. Yang aku lakukan sekarang hanyalah menghindar dan menghindar.
            “Tunggu, Javier. Tindakanmu ini salah. Jika kau membunuhku, kaum Remidi akan tetap menghancurkan tempat ini. Begitu juga dengan dirimu. Kau pun mungkin akan dihancurkannya!” Aku terus meyakinkan Javier sembari mengelak dari serangan-serangannya.
            “Hahaha.. Tidak mungkin itu terjadi. Aku akan menjadi bagian dari mereka dan akan hidup selamanya!!”
            Aku terus berpikir keras. Jika begini terus aku akan segera mati.
            Tiba-tiba pedang Javier menyayat paha kiriku hingga membuatku tersungkur. Rasanya sakit sekali. Memang benar apa yang dikatakan kucing itu. Dunia ini dunia nyata, apa yang aku rasakan semuanya nyata. Termasuk rasa sakit yang aku alami saat ini.
            “Hahaha.. Mati kau Enutra!!”
            Pedang Javier mengayun menuju ke arah kepalaku. Pikiranku kacau. Yang ada dibenakku hanyalah kematian. Namun tiba-tiba aku terbesit akan pemikiran bahwa jika aku mati, aku akan kembali ke dunia asalku. Ya lebih baik saat ini aku pasrah saja menerima hantaman pedang dari Javier.
            “AAA.. APA INI??” Javier berteriak.
            Tiba-tiba pedang Javier telepas dari tangannya beberapa detik sebelum menghantam kepalaku. Sebuah bayangan emas kemerahan sempat terlihat sebelum pedang itu terlepas. Ternyata, si kucing yang bisa berbicara tadi sedang menggigit tangan kanan Javier dengan sangat erat. Aku hanya tercengang tak bisa berbuat apa-apa.
            “Cepat kau pergi dari sini dan ambil pedang itu!” teriak si kucing sembari menggigit tangan Javier.
            Dengan cepat aku menuruti perkataan si kucing dan mengambil pedang Javier.
            “Ayo bunuh dia, Enutra” kucing itu kembali berbicara dan melepaskan gigitannya.
            “Tidak! Dia adalah utusan raja. Aku harus meyakinkan dia agar kembali pada kebenaran!”
            Javier berdiri terpaku dihadapanku.
            “Dasar bodoh!” tiba-tiba saja Javier mengeluarkan pisau dari bajunya dan menghunuskannya ke arah dada kiriku.
            Tapi, seolah tanganku bergerak sendiri. Aku berhasil menangkis pisau Javier dan menusukan pedang tepat ke arah dada kiri Javier.
            “Ah.. Apa yang telah aku lakukan??” aku tersentak terdiam dan melepaskan tanganku dari gagang pedang.
            “E.. Enutra, kau menang. Aku memang tidak pernah sanggup untuk membunuhmu.”
            Javier kemudian tersungkur ke tanah. Matanya membelalak kelangit menahan kesakitan hingga akhirnya ia menghembuskan napas terakhirnya.
            “A.. Aku telah membunuh seseorang? A.. Apa yang telah aku lakukan??” Aku berteriak ketakutan.
            “Kau sungguh bodoh. Hampir saja kau mati akibat perbuatanmu itu.” Kucing itu kembali berbicara kepadaku.
          “Tapi bukankah bagus bila aku mati? Aku akan kembali menuju duniaku dan meninggalkan dunia yang gila ini.”
            “KAU SALAH!” kucing itu berteriak dengan nada marah.
            “A.. Apa maksudmu?”
            “Jika kau mati di dunia ini, maka tubuhmu yang asli tidak akan pernah bisa bangun kembali selamanya!”
            “Se.. Selamanya? Itu artinya aku akan..”
            “Tidak, kau tidak mati. Kau hanya tidak akan sadar kembali. Namun itu terjadi hingga akhir hayatmu. Dengan kata lain, kau akan mati secara perlahan.”
            Apa yang telah aku dengar barusan sungguh mengerikan. Hampir saja aku mati karena perbuatan bodohku. Tapi, aku baru saja membunuh seseorang dengan tanganku sendiri. Dunia seperti apa ini sebenarnya?
            “Siapa kamu sebenarnya??” aku berteriak kepada si kucing aneh itu.
            “Tidak penting untuk mengetahui siapa aku sebenarnya. Namun, aku akan terus mengawasimu karena akulah yang telah membawamu kemari.”
            “AKU TAK BUTUH PENGAWASANMU!! AKU HANYA INGIN KEMBALI!!” aku berteriak sekeras mungkin dengan penuh emosi padanya.
            “Hmm.. Sudah waktunya aku untuk pergi. Baiklah selamat tinggal. Jaga dirimu baik-baik.”
            “APA MAKSUDMU? URUSAN KITA BELUM SELESAI, KUCING SIALAN!”
            Tapi teriakanku hanya dibalas oleh suara kucing normal yang mengeong. Sepertinya dia sudah keluar dari tubuh kucing itu. Tubuhku lemas, lututku bergetar, aku hanya bisa pasrah dengan keadaan yang terjadi. Entah sampai kapan ini terjadi, namun aku harus yakin, aku pasti kembali.
***


[1] Cabang ilmu yang dikembangkan oleh Sigmund Freud dan para pengikutnya, sebagai studi fungsi dan perilaku psikologis manusia.
[2] Binder adalah buku penjilid yang berisikan kertas-kertas berlubang agar mudah dilepas pasang.
[3] Model rambut potongan pendek yang lurus ke arah horizontal dengan menggunakan poni. Model rambut ini juga merupakan model rambut Julius Caesar.

1 komentar:

:10 :11 :12 :13 :14 :15 :16 :17
:18 :19 :20 :21 :22 :23 :24 :25
:26 :27 :28 :29 :30 :31 :32 :33
:34 :35 :36 :37 :38 :39