CHAPTER 12 - RESPON
Musim
di kota ini mungkin sama dengan musim di Bandung saat ini. Sudah beberapa hari langit
selalu cerah dan tidak pernah menunjukkan tanda-tanda akan terjadinya hujan.
Bandung adalah salah satu kota yang memiliki iklim tropis pegunungan dengan dua
musim setiap tahunnya dan bila dihitung dari kalender, memang benar bahwa
sekarang memang waktunya musim kemarau. Meskipun aku tidak pernah merasakan
segarnya hujan selama di dunia ini, tapi aku cukup senang karena selalu bisa
menikmati indahnya langit malam yang penuh dengan bintang.
Entah
sudah berapa malam kulewati di dunia antah berantah ini. Setiap malamnya aku
selalu berharap jika esok hari aku terbangun di kamarku sendiri dan bertemu
dengan keluargaku, itulah sebabnya aku sulit untuk segera tidur. Disaat seperti
ini, hanya langit penuh bintang lah yang mampu menghibur segala kegalauan
hatiku. Andai ada sebuah bintang jatuh, aku ingin membuat permohonan agar
segera keluar dari segala masalah ini.
Malam
ini aku duduk di salah satu bangku taman Istana Velika. Seperti biasa aku kepalaku
ditengadahkan menghadap langit dan menatap bintang-bintang untuk menghibur
kegelisahanku. Suara gemericik air mancur di hadapanku juga sedikit memberikan
ketenangan di saat kesendirianku ini. Tidak biasanya aku menikmati taman ini
meskipun kamarku tepat berada di atas taman ini.
Aku
menengok ke bangunan di belakang bangku taman ini, dari sini aku bisa melihat
balkon kamarku di lantai dua gedung asrama di komplek Istana Velika. Mendadak
aku teringat mengenai sesuatu yang pernah terjadi di taman ini, seorang
perempuan pernah berteriak di taman ini beberapa malam yang lalu. Pada saat itu
aku tidak terlalu jelas untuk mengetahui siapa perempuan berambut panjang itu,
hanya saja aku masih mengingat suaranya yang mirip dengan seseorang yang ku
kenal sebelumnya.
Tiba-tiba
aku merasakan sentuhan di pundak kiriku. Mendadak bulu kudukku berdiri. Aku tak
berani menoleh ke belakang karena takut bila yang menyentuhku saat ini adalah
perempuan yang beberapa malam lalu berteriak. Bagaimana mungkin aku tidak
takut, selama ini yang tahu mengenai kejadian itu hanya aku saja. Aku hanya
diam membeku tak bergerak sedikitpun. Perlahan aku berdiri dari tempat dudukku
dan sedikit demi sedikit menoleh ke belakang.
“Apa
yang kamu lakukan malam-malam begini di taman, Enutra?”
Sebelum
aku melihat sosok seseorang yang menyentuhku, suara seorang lelaki terdengar
dari belakang dan suaranya cukup familiar di telingaku.
“Ah..
Kamu ternyata.. Bikin kaget saja.”
Ternyata
yang menyapaku tadi adalah Ryo Shinobu, pemimpin dari timku di pelatihan ini. Dia
saat ini mengenakan pakaian yang mirip seperti yukata[1]
khas Jepang. Tidak biasanya aku melihat hal yang berbau ke-Jepang-an di sini,
mungkin Kerajaan Yumekuni adalah suatu bentuk lain dari negara Jepang di Dunia
ini.
“Kelihatannya
tadi kamu ketakutan sewaktu aku menyapamu tadi.”
“Ahahaha..
Itu cuma perasaanmu saja kali.” dalam hati aku berbisik bahwa sebenarnya aku
memang sangat ketakutan.
“Malam-malam
gini di taman sedang apa?”
“Ga
sedang ngapa-ngapain sih, cuma agak sumpek aja di kamar terus. Oh ya, aku mau
nanya sesuatu.”
“Mau
tanya apa?”
“Apa
beberapa hari yang lalu kamu sempat melihat ada perempuan yang berteriak
disini?”
“Oh
jadi kamu ke sini mau mencari tahu siapa yang waktu itu berteriak malam-malam
ya?
“Wah??
Jadi kamu juga mendengarnya??”
“Iya,
waktu itu aku juga mendengarnya. Sebenarnya aku juga ke sini ingin mencari tahu
siapa yang waktu itu berteriak di taman ini.”
“Syukurlah
kalau bukan aku saja yang tahu, aku kira itu adalah hantu. Hahaha..” aku
menjulurkan lidahku.
“Hahaha..
Lagipula tidak ada yang namanya hantu.”
“Iya
mana ada yang namanya hantu. Hahaha..” padahal sebelumnya aku masih merinding
karena sapaannya, “Eh iya, apa ada kabar buat pelatihan besok?”
“Pelatihan
besok ya? Aku sama sekali belum mengetahuinya. Kabarnya selama kita masih
merupakan peserta di sini, semua info mengenai pelatihan ini masih
dirahasiakan.”
“Oh
begit.......” kata-kataku terhenti setelah menyadari seperti ada seseorang yang
memperhatikan dari balik tembok pagar taman.
“Ada
apa, Enutra?”
“Eeuuu..
Gak ada apa-apa kok..” aku masih memperhatikan tembok pagar taman di belakang Ryo.
Ryo
menengok ke belakangnya dengan ekspresi wajah yang kebingungan, “Apa yang
sedang kamu perhatikan?”
“Ah,
bukan apa-apa.. Sepertinya itu cuma imajinasiku saja. Haha..”
“Ya
sudah, jangan biarkan imajinasimu menghantuimu loh. Hahaha..”
“Ah..
Iyaa.. Iyaa.. Tenang saja.” aku tersenyum padanya.
“Kalau
begitu, sampai jumpa besok ya. Aku sudah mulai mengantuk nih. Jangan tidur
terlalu malam, besok kita akan mengadakan pelatihan pagi-pagi sekali loh.”
“Siap
kapten!” aku menaikan tangan kananku ke atas alis seperti sikap hormat yang
biasa aku lakukan setiap upacara bendera.
Ryo
terlihat kebingungan dengan sikapku yang tidak biasa untuknya. Perlahan ia
mulai berjalan pergi meninggalkanku dan menghilang di balik kegelapan malam
meninggalkanku sendirian di taman ini.
Aku
kembali duduk di bangku taman ini sendirian sambil menundukkan kepalaku. Tempat
ini memang tempat yang sangat cocok untuk merenungi semua masalahku. Terbayang kembali
di pikiranku tentang semua hal yang pernah dilalui selama berada di dunia ini. Tentang
bagaimana agar aku bisa kembali secepatnya, tentang hilangnya Dionze di
penjara, tentang kekuatan tersembunyi yang ada di tubuh ini, dan tentang Vivi
yang kini menjelma menjadi seorang putri raja.
Setelah
lama aku duduk dan menundukkan kepala di bangku taman ini, tiba-tiba terlihat
sepasang kaki muncul di hadapanku. Keringat dingin muncul di sekujur tubuhku.
Kaki ini terlihat seperti kaki seorang perempuan. Perlahan aku mengangkat
wajahku untuk melihat siapa perempuan yang ada di hadapanku.
“Hah?
Vivi??” tak sengaja aku mengucapkan nama seseorang setelah melihat wajah
perempuan di hadapanku ini.
Iya,
ternyata yang berada di depanku ini adalah Vivi. Bukan, dia adalah Putri Vivian
di dunia ini. Saat ini dia sedang berdiri di hadapanku dengan wajah yang
kelihatan gugup dan seolah-olah ingin mengatakan sesuatu padaku.
“Viv..
Maksudku tuan putri? Ada apa dengan anda?”
Putri
Vivian masih diam berdiri di hadapanku. Tak sepatah kata pun ia lontarkan
kepadaku. Sesekali mulutnya bergerak seolah akan mengatakan sesuatu padaku.
Namun, ia kemudian berlari dan meninggalkanku sendiri di bangku taman ini.
“Ada
apa dengannya? Apa mungkin.. Apa mungkin dia adalah perempuan yang berteriak
beberapa malam yang lalu?”
***
“Jendral
Besar Diksy, aku sudah mempersiapkan semua yang kau butuhkan.”
“Te..
Terima kasih, tuan.”
“Hmm..
Sudah lama kami tidak membuat penaklukan tanpa menggunakan kubah kegelapan.
Sepertinya ini akan semakin menarik. Hahahahaha..” suara tawa Tyrone terus
menggema dari kastil kegelapan miliknya hingga seluruh sudut kubah kegelapan.
***
Hari
kedua pelatihan dimulai pada pagi hari ini. Seluruh peserta dikumpulkan di
alun-alun berdasarkan timnya masing-masing. Aku dan teman-temanku di tim tiga
berada di tengah barisan antara tim-tim lainnya.
Salah
seorang panita yang merupakan satu dari empat jendral Kerajaan Eternality,
Jendral Ganea, maju ke atas podium untuk menjelaskan proses pelatihan pertama
hari ini.
“Selamat
pagi peserta! Hari ini saya, Jendral Ganea, akan memimpin jalannya pelatihan
pada hari ini. Kalian mungkin bertanya-tanya mengenai kegiatan apa saja yang
akan dilakukan pada pelatihan hari ini. Pelatihan hari ini merupakan
pertandingan antar tim dimana pemenangnya akan mendapatkan tropi khusus beserta
hadiah istimewa dari Raja Algeas. Selain itu hasil dari pertandingan ini akan dijadikan
patokan tingkatan kalian selama berada di pelatihan ini.”
Semua
peserta terlihat kebingungan dan saling bertanya pada rekannya. Memang
pelatihan ini tidak seperti yang kubayangkan sebelumnya, pembagian tim kemarin sepertinya
memang dimaksudkan untuk kegiatan hari ini.
“Baiklah,
akan aku jelaskan peraturan dari pertandingan antar tim ini. Setiap tim akan
diberikan wilayah kekuasaan masing-masing. Setiap wilayah disediakan bendera
yang merupakan pusat dari pertahanan tim kalian. Tujuan yang harus kalian
lakukan adalah mengambil bendera sebanyak-banyaknya dari setiap tim hingga
hanya ada satu tim yang berhasil mempertahankan benderanya. Aturan lainnya,
kalian hanya bisa mengambil bendera jika ketua dari tim tersebut telah berhasil
dikalahkan dan masing-masing ketua tim tidak boleh meninggalkan wilayah pusat
pertahannya kecuali bila semua anggotanya telah dikalahkan. Apa ada pertanyaan
lain?”
Mikoto
mengangkat tangannya dan bertanya pada Jendral Ganea, “Senjata apa yang kita
gunakan untuk mengalahkan tim musuh?”
“Tenang
saja, senjata yang akan kalian gunakan adalah senjata khusus yang tidak akan
mengakibatkan kematian. Tapi, kalian diperbolehkan menggunakan kekuatan kalian
masing-masing selama tidak membuat luka yang mengakibatkan kematian. Ada lagi?”
Salah
satu dari peserta dari tim empat mengacungkan tangannya, “Bagaimana cara untuk
memastikan bahwa orang yang kita lawan tersebut kalah?”
“Ada
sistem dari senjata dan peralatan yang kami berikan sehingga jika ada hentakkan
yang mengenai tubuh maka hit point[2] kalian akan berkurang. Sistem ini sudah
dibuat sedemikian rupa hingga mirip dengan pertarungan aslinya. Masih ada
pertanyaan lagi?”
Dalam
pikiranku terus membayangkan bahwa ini seperti sebuah permainan RPG yang biasa aku lakukan di duniaku. Pertandingan
ini diibaratkan seperti perang antar guild[3]
di permaianan-permaian RPG online. Aku
tak tahu teknologi seperti apa yang mereka gunakan sehingga bisa membuat sistem
sebagus ini, namun rasanya pelatihan ini akan menjadi semakin menarik.
“Baiklah,
sepertinya sudah tidak ada pertanyaan lagi. Kalau begitu, silahkan kalian semua
bubar berdasarkan tim masing-masing dan ikuti arahan dari tiap-tiap pembimbing
kalian untuk masuk ke dalam wilayah tim masing-masing. Ketika suara terompet
berbunyi, maka pertandingan akan segera dimulai.”
Setelah
mendengarkan pengarahan dari Jendral Ganea, kini aku dan timku sudah berada di
wilayah dimana bendera kami tertancap. Arena pertandingan ini adalah sebuah
hutan yang letaknya tidak jauh dari kompleks Istana Velika dan wilayah kami
berada di ujung timur hutan. Setelah segala peralatan dan senjata dibagikan, kami
semua berkumpul dan membicarakan strategi apa yang seharusnya digunakan agar
dapat memenangkan pertandingan ini. Ryo sebagai ketua berada di titik pertahanan
sesuai dengan peraturan yang diberikan. Aku dijadikannya sebagai penyerang bersama
dengan Alisana yang menjadi pelindungku di barisan depan karena dapat
menggunakan tenaga dalamnya untuk mencegah serangan lawan yang tiba-tiba dari
jarak jauh. Sinister dan Gondez bertugas untuk melindungi Ryo di wilayah
pertahanan.
“Baiklah,
strategi sudah dibuat. Mari kita berjuang untuk mendapatkan kemenangan!
Semangat!!” Ryo sebagai pemimpin menyemangati kami semua.
“YAAA!!”
dan kami pun berteriak bersemangat.
~Tooootttt.. Teeeettt.. Totet.. Toteeettt..
Suara terompet yang sangat keras
menggema di seluruh wilayah hutan.
“Kepada seluruh peserta, pertandingan telah
dimulai. Berjuanglah!”
Aku
yakin pada diriku sendiri bahwa aku pasti bisa menyelesaikan pertandingan ini
dengan kemenangan. Alisana dan aku berlari keluar dari wilayah pertahanan dan
berjalan mengitari hutan. Berdasarkan keterangan yang didapat dari pembimbing
tim kami, hutan ini memiliki beberapa jalan yang akan menunjukan arah menuju
wilayah lawan. Tapi tentu saja jika aku melewati jalan ini maka akan sangat
berbahaya karena lawan akan segera menghadang kami, oleh karena itu aku
mengambil sisi jalan yang penuh dengan pepohonan rimbun untuk menyamarkan
pergerakan kami.
“Enutra,
awas!!” tiba-tiba Alisana berteriak padaku dan mendorongku dengan kekuatan
tenaga dalamnya.
Sebuah
anak panah hampir saja mengenaiku namun Alisana tergores di tangannya akibat
sabetan anak panah tersebut dan sedikit mengurangi hit point miliknya.
“Alisana!
Kamu tidak apa-apa?”
“Sebaiknya
kita berlindung dulu di balik pohon ini, sepertinya lawan sudah mengetahui
pergerakan kita.”
Saat
ini aku sedang berada di wilayah pertahanan tim empat dan yang tadi menyerangku
mungkin adalah seorang pemanah ahli di timnya. Disini aku harus membuat
strategi agar dapat menghindari pengurangan hit
point baik padaku ataupun milik Alisana.
“Alisana,
rasanya aku memiliki ide untuk melewati serangan ini.”
“Ide
apa yang akan kamu lakukan?”
“Sementara
aku minta kamu untuk diam di sini, lihat saja aksiku ini.”
“Tapi
apa yang aku lakukan selama kau menyerang sendiri?”
“Ketika aku memberikan tanda, aku minta kamu untuk mengeluarkan cahaya auramu seterang mungkin.”
“Ketika aku memberikan tanda, aku minta kamu untuk mengeluarkan cahaya auramu seterang mungkin.”
“Cahaya
aura?”
“Iya,
kamu seorang healer bukan? Seharusnya
kamu bisa membuat cahaya itu.”
“Oh
iya, aku mengerti.”
Aku
bergerak meninggalkan Alisana sesuai dengan yang direncanakan. Setelah waktunya
tepat, aku pun melompat keluar dari persembunyian dan berteriak memberikan
tanda pada Alisana untuk mengeluarkan auranya.
Sesuai
perkiraan, muncul anak panah yang mengarah padaku. Tapi karena adanya cahaya
yang tiba-tiba dari energi Alisana, anak panah itu tidak tepat mengenaiku.
“Sepertinya
aku mengetahui dimana pemanah itu berada berdasarkan arah panah yang telah dia
lemparkan.”
Aku
pun berlari menuju sumber munculnya anak panah itu. Beberapa kali anak panah
melesat menuju padaku, tapi karena aku sudah mengetahui sumbernya maka semua
serangan itu bisa ku tepis dengan mudah dengan tamengku. Setelah pemanah itu mulai
terlihat dari balik semak-semak, dengan segera aku menebasnya hingga hit point milik pemanah itu habis.
“Berhasil!!!”
Akhirnya
aku berhasil mengalahkan satu dari anggota tim lawan, terdengar suara letusan
meriam dan pengumuman yang mengatakan bahwa tim empat kehilangan satu
anggotanya. Tapi tak lama setelah itu, suara letusan lainnya telah terdengar,
kali ini dari tim dua dan tim tiga. Tim tiga? Berarti salah satu dari kami
sudah kehilangan seluruh hit point
miliknya.
“Enutra,
sebaiknya kita bergegas sebelum pertahanan kita semakin melemah.”
“Baiklah.
Tetap perhatikan sekitarmu agar tidak kehilangan hit point milikmu.”
“Enutra,
lihat itu di depan!”
Aku
melihat seorang lelaki yang tersenyum dengan dua pisau belati di tangan kanan
dan kirinya. Tatapan matanya tajam. Mimik mukanya memperlihatkan kegilaan dan
hasrat ingin membunuh yang sungguh mengerikan.
“Baiklah,
kalau kau mau tetap disitu, aku akan melawanmu.”
Lelaki itu hanya tertawa gila setelah aku memberikan tantangan padanya. Tapi berbeda dengan sikapnya yang aneh, tiba-tiba saja lelaki aneh itu bergerak dengan sangat cepat melebihi penglihatanku. Kecepatan seperti ini mengingatkanku pada gerakan Mikoto saat melawanku waktu itu.
Lelaki itu hanya tertawa gila setelah aku memberikan tantangan padanya. Tapi berbeda dengan sikapnya yang aneh, tiba-tiba saja lelaki aneh itu bergerak dengan sangat cepat melebihi penglihatanku. Kecepatan seperti ini mengingatkanku pada gerakan Mikoto saat melawanku waktu itu.
Ketika
lelaki aneh itu hendak menebasku dengan kedua belatinya, untunglah Alisana
sudah mengeluarkan tenaga dalamnya dan membanting lelaki itu cukup jauh.
“Terima
kasih, Alisana.”
“Tidak
apa-apa, kau harus lebih berhati-hati padanya.”
Tapi
lelaki aneh itu hanya tertawa gila setelah berhasil dijatuhkan oleh Alisana.
Sebenarnya pertarungan ini kurang seimbang karena aku dan Alisana melawannya
yang sedang sendiri, meski begitu dia terlihat sama sekali tidak takut dan
malah mencoba untuk menyerangku lagi. Aku dan Alisana hanya bisa bertahan
melawan serangan gilanya. Meski kami berdua benar-benar kewalahan menangkis
semua serangannya, tapi jika ada sedikit saja celah untuk menyerang, maka aku
bisa dengan mudah mengalahkannya.
Setelah
beberapa menit kami bertarung, tiba-tiba saja terdengar dua ledakan dan
pengumuman yang memberi tahu bahwa dua anggota kelompok empat telah dikalahkan.
Mendadak lelaki aneh itu berhenti menyerang karena terkejut dan akhirnya aku
melihat celah untuk menyerangnya. Satu tebasan cukup untuk menghilangkan
seluruh hit point milik lelaki aneh
itu dan akhirnya ledakan terdengar karena aku berhasil mengalahkannya. Karena
keempat anggota dari kelompok empat sudah dikalahkan, berarti tinggal satu
orang lagi yang tersisa yaitu ketua dari tim yang berada di pusat pertahanan.
Lagi-lagi
terdengar suara ledakan dan sebuah pengumuman yang mengumumkan bahwa tim satu
sudah berhasil dikalahkan. Tim satu? Itu berarti tim Mikoto sudah berhasil
dikalahkan. Tim apa yang berhasil mengalahkannya?
Kami
berdua segera berlari menuju pusat pertahanan tim empat. Dari jauh sudah
terlihat bendera mereka yang berdiri dengan tegak. Tapi, aku sama sekali tidak
melihat ketua tim yang seharusnya berjaga di sana. Aku dan Alisana berhenti di
pusat wilayah mereka dan melihat ke sekitar untuk mengantisipasi adanya
serangan.
Sudah
sekitar sepuluh menit kami mencari di wilayah tim empat tapi ketua dari tim
tersebut tidak juga muncul. Kemudian tiba-tiba terdengar lagi suara ledakan dan
pengumuman yang memberi tahu bahwa satu lagi anggota tim kami telah berhasil
dikalahkan. Ada apa ini? Kami sepertinya harus segera kembali ke wilayah
pertahan untuk membantu Ryo disana.
“Baiklah,
perubahan strategi. Kita sebaiknya kembali ke wilayah pertahanan dan membantu
Ryo.”
“Benar,
lagi pula ketua tim empat sepertinya sedang berusaha menyerang tim lain
sendirian karena keempat anggotanya telah habis.”
Kami
pun dengan segera kembali ke wilayah pertahanan untuk membantu Ryo.
“Alisana,
jangan lupa untuk memperhatikan sekitar, aku khawatir jika ada serangan
mendadak dari arah yang tidak terduga.”
Alisana
mengangguk.
Beberapa
meter lagi aku dan Alisana segera sampai di wilayah pertahanan namun kami
terkejut setelah melihat Ryo yang sedang bertarung sendirian melawan tiga orang
dari kelompok dua. Ketiga anggota tim dua itu sudah membawa bendera tim satu,
lawan yang terlalu tangguh bagi Ryo. Aku mengecek Hit Point miliknya untuk memastikan berapa lama dia akan bertahan
dan ternyata hanya bersisa sedikit lagi. Aku dan Alisana tidak bisa berbuat
banyak karena letak kami yang masih jauh.
Ketika
Ryo sedang lemah dan tinggal beberapa detik menuju kekalahannya, tiba-tiba
terdengar suara ledakan dan pengumuman yang mengatakan bahwa ketua kelompok dua
sudah berhasil dikalahkan. Semua yang ada di wilayah pertahanan tim kami
terdiam mendengar pengumuman tersebut. Ryo yang hampir saja dikalahkan
terselamatkan karena ketua tim empat telah berhasil mengalahkan ketua tim dua,
benar-benar tak disangka.
Kini
hanya tinggal kami bertiga dan ketua tim empat saja yang tersisa. Entah apa
yang sedang direncanakannya, tapi sepertinya ketua kelompok empat ini cukup
pintar dan kuat.
Selagi
kami menyusun strategi untuk mengakhiri pertandingan, tiba-tiba ketua tim empat
datang sendirian menuju wilayah kami. Sebenarnya aku belum mengenal siapa dia
sebenarnya. Ryo bilang dia adalah lulusan terbaik di Kerajaan Pacifier, seorang
ahli bertarung tangan kosong, Vega Punk. Aku tak peduli sehebat apapun dia,
tapi aku akan berusaha sekuat tenaga untuk dapat meraih kemenangan di
pertandingan ini.
Vega
tersenyum kepada kami semua, “Akhirnya aku bertemu juga dengan orang yang
berhasil mengalahkan kedua anggota timku. Tapi rasanya kalian masih lemah
karena mereka juga masih terlalu lemah.”
“Jangan
sombong kamu! Di sini kau hanya sendirian dan kami bertiga, sebentar lagi tim
kami akan memenangkan pertandingan ini!”
“Kita
lihat saja nanti.”
Tanpa
bicara panjang, Vega langsung mengarahkan tinjunya pada Alisana dan langsung
menghabiskan hit point-nya hanya
dalam satu kali pukulan.
“Luar
biasa.” aku bergumam sendiri.
“Tinggal
kalian berdua. Ayo silahkan serang aku sesuka kalian.”
“Banyak
omong kau! Rasakan ini!”
Aku
menyerangnya duluan dengan pedang khususku namun tiba-tiba saja tangannya sudah
berada di perutku dan melemparkanku cukup jauh. Untunglah hit point-ku masih tersisa, tapi aku dan Ryo kini tak ada bedanya
dengan jumlah hit point yang
sama-sama sedikit.
Vega
mendekati kami berdua yang sama-sama lemah. Ia melakukan kuda-kuda seolah akan
mengeluarkan jurus tertentu.
“Baiklah,
akan segera ku akhiri pertandingan ini. Rasakan jurus Asura-ku!!!”
~TEEEEEEETTTTT... TEEEEEETTTT....
Tapi...
Sesaat sebelum Vega mengeluarkan jurusnya, tiba-tiba saja terdengar suara
terompet yang sangat keras.
“Suara
apa itu??”
“Perhatian kepada seluruh peserta.
Pertandingan terpaksa diberhentikan. Harap semua peserta berkumpul di alun-alun
kerajaan. Sekali lagi perhatian kepada seluruh peserta. Pertandingan terpaksa
diberhentikan. Harap semua peserta berkumpul di alun-alun kerajaan.”
“Kenapa? Apa yang sedang terjadi?”
kami semua bertanya-tanya dengan apa yang sedang terjadi.
Terdengar
sayup-sayup orang yang berteriak dari jauh. Aku mendengarkannya dengan seksama.
Mereka seperti mengatakan sesuatu mengenai Putri Vivian dan penculikan.
“Tunggu..
Putri Vivian diculik?”
***
:18 :19 :20 :21 :22 :23 :24 :25
:26 :27 :28 :29 :30 :31 :32 :33
:34 :35 :36 :37 :38 :39
Selanjutnya: CHAPTER 13 - MISI TERLARANG
BalasHapusSemangat Bang nulisnya... Gagagaga
HapusOh iya, sip.. XD
Hapus