14 Juli 2013

DUNIA SEMU #12


CHAPTER 12 - RESPON
           
            Musim di kota ini mungkin sama dengan musim di Bandung saat ini. Sudah beberapa hari langit selalu cerah dan tidak pernah menunjukkan tanda-tanda akan terjadinya hujan. Bandung adalah salah satu kota yang memiliki iklim tropis pegunungan dengan dua musim setiap tahunnya dan bila dihitung dari kalender, memang benar bahwa sekarang memang waktunya musim kemarau. Meskipun aku tidak pernah merasakan segarnya hujan selama di dunia ini, tapi aku cukup senang karena selalu bisa menikmati indahnya langit malam yang penuh dengan bintang.
            Entah sudah berapa malam kulewati di dunia antah berantah ini. Setiap malamnya aku selalu berharap jika esok hari aku terbangun di kamarku sendiri dan bertemu dengan keluargaku, itulah sebabnya aku sulit untuk segera tidur. Disaat seperti ini, hanya langit penuh bintang lah yang mampu menghibur segala kegalauan hatiku. Andai ada sebuah bintang jatuh, aku ingin membuat permohonan agar segera keluar dari segala masalah ini.

            Malam ini aku duduk di salah satu bangku taman Istana Velika. Seperti biasa aku kepalaku ditengadahkan menghadap langit dan menatap bintang-bintang untuk menghibur kegelisahanku. Suara gemericik air mancur di hadapanku juga sedikit memberikan ketenangan di saat kesendirianku ini. Tidak biasanya aku menikmati taman ini meskipun kamarku tepat berada di atas taman ini.
            Aku menengok ke bangunan di belakang bangku taman ini, dari sini aku bisa melihat balkon kamarku di lantai dua gedung asrama di komplek Istana Velika. Mendadak aku teringat mengenai sesuatu yang pernah terjadi di taman ini, seorang perempuan pernah berteriak di taman ini beberapa malam yang lalu. Pada saat itu aku tidak terlalu jelas untuk mengetahui siapa perempuan berambut panjang itu, hanya saja aku masih mengingat suaranya yang mirip dengan seseorang yang ku kenal sebelumnya.
            Tiba-tiba aku merasakan sentuhan di pundak kiriku. Mendadak bulu kudukku berdiri. Aku tak berani menoleh ke belakang karena takut bila yang menyentuhku saat ini adalah perempuan yang beberapa malam lalu berteriak. Bagaimana mungkin aku tidak takut, selama ini yang tahu mengenai kejadian itu hanya aku saja. Aku hanya diam membeku tak bergerak sedikitpun. Perlahan aku berdiri dari tempat dudukku dan sedikit demi sedikit menoleh ke belakang.
            “Apa yang kamu lakukan malam-malam begini di taman, Enutra?”
            Sebelum aku melihat sosok seseorang yang menyentuhku, suara seorang lelaki terdengar dari belakang dan suaranya cukup familiar di telingaku.
            “Ah.. Kamu ternyata.. Bikin kaget saja.”
            Ternyata yang menyapaku tadi adalah Ryo Shinobu, pemimpin dari timku di pelatihan ini. Dia saat ini mengenakan pakaian yang mirip seperti yukata[1] khas Jepang. Tidak biasanya aku melihat hal yang berbau ke-Jepang-an di sini, mungkin Kerajaan Yumekuni adalah suatu bentuk lain dari negara Jepang di Dunia ini.
            “Kelihatannya tadi kamu ketakutan sewaktu aku menyapamu tadi.”
            “Ahahaha.. Itu cuma perasaanmu saja kali.” dalam hati aku berbisik bahwa sebenarnya aku memang sangat ketakutan.
            “Malam-malam gini di taman sedang apa?”
            “Ga sedang ngapa-ngapain sih, cuma agak sumpek aja di kamar terus. Oh ya, aku mau nanya sesuatu.”
            “Mau tanya apa?”
            “Apa beberapa hari yang lalu kamu sempat melihat ada perempuan yang berteriak disini?”
            “Oh jadi kamu ke sini mau mencari tahu siapa yang waktu itu berteriak malam-malam ya?
            “Wah?? Jadi kamu juga mendengarnya??”
            “Iya, waktu itu aku juga mendengarnya. Sebenarnya aku juga ke sini ingin mencari tahu siapa yang waktu itu berteriak di taman ini.”
            “Syukurlah kalau bukan aku saja yang tahu, aku kira itu adalah hantu. Hahaha..” aku menjulurkan lidahku.
            “Hahaha.. Lagipula tidak ada yang namanya hantu.”
            “Iya mana ada yang namanya hantu. Hahaha..” padahal sebelumnya aku masih merinding karena sapaannya, “Eh iya, apa ada kabar buat pelatihan besok?”
            “Pelatihan besok ya? Aku sama sekali belum mengetahuinya. Kabarnya selama kita masih merupakan peserta di sini, semua info mengenai pelatihan ini masih dirahasiakan.”
            “Oh begit.......” kata-kataku terhenti setelah menyadari seperti ada seseorang yang memperhatikan dari balik tembok pagar taman.
            “Ada apa, Enutra?”
            “Eeuuu.. Gak ada apa-apa kok..” aku masih memperhatikan tembok pagar taman di belakang Ryo.
          Ryo menengok ke belakangnya dengan ekspresi wajah yang kebingungan, “Apa yang sedang kamu perhatikan?”
            “Ah, bukan apa-apa.. Sepertinya itu cuma imajinasiku saja. Haha..”
            “Ya sudah, jangan biarkan imajinasimu menghantuimu loh. Hahaha..”
            “Ah.. Iyaa.. Iyaa.. Tenang saja.” aku tersenyum padanya.
            “Kalau begitu, sampai jumpa besok ya. Aku sudah mulai mengantuk nih. Jangan tidur terlalu malam, besok kita akan mengadakan pelatihan pagi-pagi sekali loh.”
            “Siap kapten!” aku menaikan tangan kananku ke atas alis seperti sikap hormat yang biasa aku lakukan setiap upacara bendera.
            Ryo terlihat kebingungan dengan sikapku yang tidak biasa untuknya. Perlahan ia mulai berjalan pergi meninggalkanku dan menghilang di balik kegelapan malam meninggalkanku sendirian di taman ini.
            Aku kembali duduk di bangku taman ini sendirian sambil menundukkan kepalaku. Tempat ini memang tempat yang sangat cocok untuk merenungi semua masalahku. Terbayang kembali di pikiranku tentang semua hal yang pernah dilalui selama berada di dunia ini. Tentang bagaimana agar aku bisa kembali secepatnya, tentang hilangnya Dionze di penjara, tentang kekuatan tersembunyi yang ada di tubuh ini, dan tentang Vivi yang kini menjelma menjadi seorang putri raja.
            Setelah lama aku duduk dan menundukkan kepala di bangku taman ini, tiba-tiba terlihat sepasang kaki muncul di hadapanku. Keringat dingin muncul di sekujur tubuhku. Kaki ini terlihat seperti kaki seorang perempuan. Perlahan aku mengangkat wajahku untuk melihat siapa perempuan yang ada di hadapanku.
            “Hah? Vivi??” tak sengaja aku mengucapkan nama seseorang setelah melihat wajah perempuan di hadapanku ini.
            Iya, ternyata yang berada di depanku ini adalah Vivi. Bukan, dia adalah Putri Vivian di dunia ini. Saat ini dia sedang berdiri di hadapanku dengan wajah yang kelihatan gugup dan seolah-olah ingin mengatakan sesuatu padaku.
            “Viv.. Maksudku tuan putri? Ada apa dengan anda?”
            Putri Vivian masih diam berdiri di hadapanku. Tak sepatah kata pun ia lontarkan kepadaku. Sesekali mulutnya bergerak seolah akan mengatakan sesuatu padaku. Namun, ia kemudian berlari dan meninggalkanku sendiri di bangku taman ini.
            “Ada apa dengannya? Apa mungkin.. Apa mungkin dia adalah perempuan yang berteriak beberapa malam yang lalu?”
***

            “Jendral Besar Diksy, aku sudah mempersiapkan semua yang kau butuhkan.”
            “Te.. Terima kasih, tuan.”
            “Hmm.. Sudah lama kami tidak membuat penaklukan tanpa menggunakan kubah kegelapan. Sepertinya ini akan semakin menarik. Hahahahaha..” suara tawa Tyrone terus menggema dari kastil kegelapan miliknya hingga seluruh sudut kubah kegelapan.
***

            Hari kedua pelatihan dimulai pada pagi hari ini. Seluruh peserta dikumpulkan di alun-alun berdasarkan timnya masing-masing. Aku dan teman-temanku di tim tiga berada di tengah barisan antara tim-tim lainnya.
            Salah seorang panita yang merupakan satu dari empat jendral Kerajaan Eternality, Jendral Ganea, maju ke atas podium untuk menjelaskan proses pelatihan pertama hari ini.
            “Selamat pagi peserta! Hari ini saya, Jendral Ganea, akan memimpin jalannya pelatihan pada hari ini. Kalian mungkin bertanya-tanya mengenai kegiatan apa saja yang akan dilakukan pada pelatihan hari ini. Pelatihan hari ini merupakan pertandingan antar tim dimana pemenangnya akan mendapatkan tropi khusus beserta hadiah istimewa dari Raja Algeas. Selain itu hasil dari pertandingan ini akan dijadikan patokan tingkatan kalian selama berada di pelatihan ini.”
            Semua peserta terlihat kebingungan dan saling bertanya pada rekannya. Memang pelatihan ini tidak seperti yang kubayangkan sebelumnya, pembagian tim kemarin sepertinya memang dimaksudkan untuk kegiatan hari ini.
            “Baiklah, akan aku jelaskan peraturan dari pertandingan antar tim ini. Setiap tim akan diberikan wilayah kekuasaan masing-masing. Setiap wilayah disediakan bendera yang merupakan pusat dari pertahanan tim kalian. Tujuan yang harus kalian lakukan adalah mengambil bendera sebanyak-banyaknya dari setiap tim hingga hanya ada satu tim yang berhasil mempertahankan benderanya. Aturan lainnya, kalian hanya bisa mengambil bendera jika ketua dari tim tersebut telah berhasil dikalahkan dan masing-masing ketua tim tidak boleh meninggalkan wilayah pusat pertahannya kecuali bila semua anggotanya telah dikalahkan. Apa ada pertanyaan lain?”
            Mikoto mengangkat tangannya dan bertanya pada Jendral Ganea, “Senjata apa yang kita gunakan untuk mengalahkan tim musuh?”
            “Tenang saja, senjata yang akan kalian gunakan adalah senjata khusus yang tidak akan mengakibatkan kematian. Tapi, kalian diperbolehkan menggunakan kekuatan kalian masing-masing selama tidak membuat luka yang mengakibatkan kematian. Ada lagi?”
            Salah satu dari peserta dari tim empat mengacungkan tangannya, “Bagaimana cara untuk memastikan bahwa orang yang kita lawan tersebut kalah?”
            “Ada sistem dari senjata dan peralatan yang kami berikan sehingga jika ada hentakkan yang mengenai tubuh maka hit point[2] kalian akan berkurang. Sistem ini sudah dibuat sedemikian rupa hingga mirip dengan pertarungan aslinya. Masih ada pertanyaan lagi?”
            Dalam pikiranku terus membayangkan bahwa ini seperti sebuah permainan RPG yang biasa aku lakukan di duniaku. Pertandingan ini diibaratkan seperti perang antar guild[3] di permaianan-permaian RPG online. Aku tak tahu teknologi seperti apa yang mereka gunakan sehingga bisa membuat sistem sebagus ini, namun rasanya pelatihan ini akan menjadi semakin menarik.
            “Baiklah, sepertinya sudah tidak ada pertanyaan lagi. Kalau begitu, silahkan kalian semua bubar berdasarkan tim masing-masing dan ikuti arahan dari tiap-tiap pembimbing kalian untuk masuk ke dalam wilayah tim masing-masing. Ketika suara terompet berbunyi, maka pertandingan akan segera dimulai.”
            Setelah mendengarkan pengarahan dari Jendral Ganea, kini aku dan timku sudah berada di wilayah dimana bendera kami tertancap. Arena pertandingan ini adalah sebuah hutan yang letaknya tidak jauh dari kompleks Istana Velika dan wilayah kami berada di ujung timur hutan. Setelah segala peralatan dan senjata dibagikan, kami semua berkumpul dan membicarakan strategi apa yang seharusnya digunakan agar dapat memenangkan pertandingan ini. Ryo sebagai ketua berada di titik pertahanan sesuai dengan peraturan yang diberikan. Aku dijadikannya sebagai penyerang bersama dengan Alisana yang menjadi pelindungku di barisan depan karena dapat menggunakan tenaga dalamnya untuk mencegah serangan lawan yang tiba-tiba dari jarak jauh. Sinister dan Gondez bertugas untuk melindungi Ryo di wilayah pertahanan.
            “Baiklah, strategi sudah dibuat. Mari kita berjuang untuk mendapatkan kemenangan! Semangat!!” Ryo sebagai pemimpin menyemangati kami semua.
            “YAAA!!” dan kami pun berteriak bersemangat.
            ~Tooootttt.. Teeeettt.. Totet.. Toteeettt..
            Suara terompet yang sangat keras menggema di seluruh wilayah hutan.
            “Kepada seluruh peserta, pertandingan telah dimulai. Berjuanglah!”
            Aku yakin pada diriku sendiri bahwa aku pasti bisa menyelesaikan pertandingan ini dengan kemenangan. Alisana dan aku berlari keluar dari wilayah pertahanan dan berjalan mengitari hutan. Berdasarkan keterangan yang didapat dari pembimbing tim kami, hutan ini memiliki beberapa jalan yang akan menunjukan arah menuju wilayah lawan. Tapi tentu saja jika aku melewati jalan ini maka akan sangat berbahaya karena lawan akan segera menghadang kami, oleh karena itu aku mengambil sisi jalan yang penuh dengan pepohonan rimbun untuk menyamarkan pergerakan kami.
            “Enutra, awas!!” tiba-tiba Alisana berteriak padaku dan mendorongku dengan kekuatan tenaga dalamnya.
            Sebuah anak panah hampir saja mengenaiku namun Alisana tergores di tangannya akibat sabetan anak panah tersebut dan sedikit mengurangi hit point miliknya.
            “Alisana! Kamu tidak apa-apa?”
            “Sebaiknya kita berlindung dulu di balik pohon ini, sepertinya lawan sudah mengetahui pergerakan kita.”
            Saat ini aku sedang berada di wilayah pertahanan tim empat dan yang tadi menyerangku mungkin adalah seorang pemanah ahli di timnya. Disini aku harus membuat strategi agar dapat menghindari pengurangan hit point baik padaku ataupun milik Alisana.
            “Alisana, rasanya aku memiliki ide untuk melewati serangan ini.”
            “Ide apa yang akan kamu lakukan?”
            “Sementara aku minta kamu untuk diam di sini, lihat saja aksiku ini.”
            “Tapi apa yang aku lakukan selama kau menyerang sendiri?”
            “Ketika aku memberikan tanda, aku minta kamu untuk mengeluarkan cahaya auramu seterang mungkin.”
            “Cahaya aura?”
            “Iya, kamu seorang healer bukan? Seharusnya kamu bisa membuat cahaya itu.”
            “Oh iya, aku mengerti.”
            Aku bergerak meninggalkan Alisana sesuai dengan yang direncanakan. Setelah waktunya tepat, aku pun melompat keluar dari persembunyian dan berteriak memberikan tanda pada Alisana untuk mengeluarkan auranya.
            Sesuai perkiraan, muncul anak panah yang mengarah padaku. Tapi karena adanya cahaya yang tiba-tiba dari energi Alisana, anak panah itu tidak tepat mengenaiku.
            “Sepertinya aku mengetahui dimana pemanah itu berada berdasarkan arah panah yang telah dia lemparkan.”
            Aku pun berlari menuju sumber munculnya anak panah itu. Beberapa kali anak panah melesat menuju padaku, tapi karena aku sudah mengetahui sumbernya maka semua serangan itu bisa ku tepis dengan mudah dengan tamengku. Setelah pemanah itu mulai terlihat dari balik semak-semak, dengan segera aku menebasnya hingga hit point milik pemanah itu habis.
            “Berhasil!!!”
            Akhirnya aku berhasil mengalahkan satu dari anggota tim lawan, terdengar suara letusan meriam dan pengumuman yang mengatakan bahwa tim empat kehilangan satu anggotanya. Tapi tak lama setelah itu, suara letusan lainnya telah terdengar, kali ini dari tim dua dan tim tiga. Tim tiga? Berarti salah satu dari kami sudah kehilangan seluruh hit point miliknya.
            “Enutra, sebaiknya kita bergegas sebelum pertahanan kita semakin melemah.”
            “Baiklah. Tetap perhatikan sekitarmu agar tidak kehilangan hit point milikmu.”
            “Enutra, lihat itu di depan!”
            Aku melihat seorang lelaki yang tersenyum dengan dua pisau belati di tangan kanan dan kirinya. Tatapan matanya tajam. Mimik mukanya memperlihatkan kegilaan dan hasrat ingin membunuh yang sungguh mengerikan.
            “Baiklah, kalau kau mau tetap disitu, aku akan melawanmu.”
            Lelaki itu hanya tertawa gila setelah aku memberikan tantangan padanya. Tapi berbeda dengan sikapnya yang aneh, tiba-tiba saja lelaki aneh itu bergerak dengan sangat cepat melebihi penglihatanku. Kecepatan seperti ini mengingatkanku pada gerakan Mikoto saat melawanku waktu itu.
            Ketika lelaki aneh itu hendak menebasku dengan kedua belatinya, untunglah Alisana sudah mengeluarkan tenaga dalamnya dan membanting lelaki itu cukup jauh.
            “Terima kasih, Alisana.”
            “Tidak apa-apa, kau harus lebih berhati-hati padanya.”
            Tapi lelaki aneh itu hanya tertawa gila setelah berhasil dijatuhkan oleh Alisana. Sebenarnya pertarungan ini kurang seimbang karena aku dan Alisana melawannya yang sedang sendiri, meski begitu dia terlihat sama sekali tidak takut dan malah mencoba untuk menyerangku lagi. Aku dan Alisana hanya bisa bertahan melawan serangan gilanya. Meski kami berdua benar-benar kewalahan menangkis semua serangannya, tapi jika ada sedikit saja celah untuk menyerang, maka aku bisa dengan mudah mengalahkannya.
            Setelah beberapa menit kami bertarung, tiba-tiba saja terdengar dua ledakan dan pengumuman yang memberi tahu bahwa dua anggota kelompok empat telah dikalahkan. Mendadak lelaki aneh itu berhenti menyerang karena terkejut dan akhirnya aku melihat celah untuk menyerangnya. Satu tebasan cukup untuk menghilangkan seluruh hit point milik lelaki aneh itu dan akhirnya ledakan terdengar karena aku berhasil mengalahkannya. Karena keempat anggota dari kelompok empat sudah dikalahkan, berarti tinggal satu orang lagi yang tersisa yaitu ketua dari tim yang berada di pusat pertahanan.
            Lagi-lagi terdengar suara ledakan dan sebuah pengumuman yang mengumumkan bahwa tim satu sudah berhasil dikalahkan. Tim satu? Itu berarti tim Mikoto sudah berhasil dikalahkan. Tim apa yang berhasil mengalahkannya?
            Kami berdua segera berlari menuju pusat pertahanan tim empat. Dari jauh sudah terlihat bendera mereka yang berdiri dengan tegak. Tapi, aku sama sekali tidak melihat ketua tim yang seharusnya berjaga di sana. Aku dan Alisana berhenti di pusat wilayah mereka dan melihat ke sekitar untuk mengantisipasi adanya serangan.
            Sudah sekitar sepuluh menit kami mencari di wilayah tim empat tapi ketua dari tim tersebut tidak juga muncul. Kemudian tiba-tiba terdengar lagi suara ledakan dan pengumuman yang memberi tahu bahwa satu lagi anggota tim kami telah berhasil dikalahkan. Ada apa ini? Kami sepertinya harus segera kembali ke wilayah pertahan untuk membantu Ryo disana.
            “Baiklah, perubahan strategi. Kita sebaiknya kembali ke wilayah pertahanan dan membantu Ryo.”
            “Benar, lagi pula ketua tim empat sepertinya sedang berusaha menyerang tim lain sendirian karena keempat anggotanya telah habis.”
            Kami pun dengan segera kembali ke wilayah pertahanan untuk membantu Ryo.
            “Alisana, jangan lupa untuk memperhatikan sekitar, aku khawatir jika ada serangan mendadak dari arah yang tidak terduga.”
            Alisana mengangguk.
            Beberapa meter lagi aku dan Alisana segera sampai di wilayah pertahanan namun kami terkejut setelah melihat Ryo yang sedang bertarung sendirian melawan tiga orang dari kelompok dua. Ketiga anggota tim dua itu sudah membawa bendera tim satu, lawan yang terlalu tangguh bagi Ryo. Aku mengecek Hit Point miliknya untuk memastikan berapa lama dia akan bertahan dan ternyata hanya bersisa sedikit lagi. Aku dan Alisana tidak bisa berbuat banyak karena letak kami yang masih jauh.
            Ketika Ryo sedang lemah dan tinggal beberapa detik menuju kekalahannya, tiba-tiba terdengar suara ledakan dan pengumuman yang mengatakan bahwa ketua kelompok dua sudah berhasil dikalahkan. Semua yang ada di wilayah pertahanan tim kami terdiam mendengar pengumuman tersebut. Ryo yang hampir saja dikalahkan terselamatkan karena ketua tim empat telah berhasil mengalahkan ketua tim dua, benar-benar tak disangka.
            Kini hanya tinggal kami bertiga dan ketua tim empat saja yang tersisa. Entah apa yang sedang direncanakannya, tapi sepertinya ketua kelompok empat ini cukup pintar dan kuat.
            Selagi kami menyusun strategi untuk mengakhiri pertandingan, tiba-tiba ketua tim empat datang sendirian menuju wilayah kami. Sebenarnya aku belum mengenal siapa dia sebenarnya. Ryo bilang dia adalah lulusan terbaik di Kerajaan Pacifier, seorang ahli bertarung tangan kosong, Vega Punk. Aku tak peduli sehebat apapun dia, tapi aku akan berusaha sekuat tenaga untuk dapat meraih kemenangan di pertandingan ini.
            Vega tersenyum kepada kami semua, “Akhirnya aku bertemu juga dengan orang yang berhasil mengalahkan kedua anggota timku. Tapi rasanya kalian masih lemah karena mereka juga masih terlalu lemah.”
            “Jangan sombong kamu! Di sini kau hanya sendirian dan kami bertiga, sebentar lagi tim kami akan memenangkan pertandingan ini!”
            “Kita lihat saja nanti.”
            Tanpa bicara panjang, Vega langsung mengarahkan tinjunya pada Alisana dan langsung menghabiskan hit point-nya hanya dalam satu kali pukulan.
            “Luar biasa.” aku bergumam sendiri.
            “Tinggal kalian berdua. Ayo silahkan serang aku sesuka kalian.”
            “Banyak omong kau! Rasakan ini!”
            Aku menyerangnya duluan dengan pedang khususku namun tiba-tiba saja tangannya sudah berada di perutku dan melemparkanku cukup jauh. Untunglah hit point-ku masih tersisa, tapi aku dan Ryo kini tak ada bedanya dengan jumlah hit point yang sama-sama sedikit.
            Vega mendekati kami berdua yang sama-sama lemah. Ia melakukan kuda-kuda seolah akan mengeluarkan jurus tertentu.
            “Baiklah, akan segera ku akhiri pertandingan ini. Rasakan jurus Asura-ku!!!”
            ~TEEEEEEETTTTT... TEEEEEETTTT....
            Tapi... Sesaat sebelum Vega mengeluarkan jurusnya, tiba-tiba saja terdengar suara terompet yang sangat keras.
            “Suara apa itu??”
            “Perhatian kepada seluruh peserta. Pertandingan terpaksa diberhentikan. Harap semua peserta berkumpul di alun-alun kerajaan. Sekali lagi perhatian kepada seluruh peserta. Pertandingan terpaksa diberhentikan. Harap semua peserta berkumpul di alun-alun kerajaan.”
            “Kenapa? Apa yang sedang terjadi?” kami semua bertanya-tanya dengan apa yang sedang terjadi.
            Terdengar sayup-sayup orang yang berteriak dari jauh. Aku mendengarkannya dengan seksama. Mereka seperti mengatakan sesuatu mengenai Putri Vivian dan penculikan.
            “Tunggu.. Putri Vivian diculik?”
***




[1] Adalah jenis kimono yang dibuat dari bahan kain katun tipis tanpa pelapis.
[2] Poin yang biasa diartikan sebagai nilai kehidupan suatu karakter pada suatu game.
[3] Serikat yang terdiri dari kumpulan orang-orang dengan prinsip yang sama.

3 komentar:

:10 :11 :12 :13 :14 :15 :16 :17
:18 :19 :20 :21 :22 :23 :24 :25
:26 :27 :28 :29 :30 :31 :32 :33
:34 :35 :36 :37 :38 :39