7 Juli 2013

DUNIA SEMU #11


CHAPTER 11 - PENCARIAN
           
            Perlahan-lahan mataku terbuka setelah semalaman terlelap dalam tidur. Seperti biasa aku menggeliat sehabis terbangun untuk menyegarkan tubuhku. Jendela kamarku yang menghadap langsung menuju ke arah jalanan kubuka dengan lebarnya. Terlihat orang-orang dan kendaraan-kendaraan berlalu-lalang untuk memulai aktifitas mereka masing-masing.
            Aku menghirup udara pagi yang segar sembari mendengarkan suara-suara khasnya. Kuperhatikan jam dinding kamarku sedang menunjukkan pukul enam lewat lima belas menit, tidak biasanya aku bangun sepagi ini.
            “Ahh.. Ternyata masih jam segini.” aku berkata pada diri sendiri.

            Pintu kamarku kemudian terbuka dan terlihat seseorang masuk menghampiriku. Ternyata orang itu adalah Erul, adikku, memberitahuku bahwa sarapan sudah disiapkan oleh ibuku. Aku mengangguk gembira akan hal itu. Dia kemudian kembali keluar dan menutup pintu kamarku.
            Tunggu..
            Rasanya ada yang aneh dengan semua ini. Rasanya aku tidak seharusnya berada di tempat ini. Tapi, bukankah ini adalah kamarku sendiri?
            ~Tok.. Tok.. Tok.. Tok.. Tok..
           Tiba-tiba saja pintu kamarku diketuk dengan kerasnya dari luar kamar. Ketukan itu semakin lama semakin keras. Apa yang sebenarnya terjadi? Tubuhku mendadak tak bisa digerakkan sama sekali. Semuanya semakin lama semakin gelap, namun suara ketukan itu tidak berhenti berdengung di telingaku. Semakin gelap hingga akhirnya aku tak bisa melihat apa-apa lagi.
***

            ~Tok.. Tok.. Tok.. Tok.. Tok..
            Mataku perlahan-lahan terbuka. Ternyata tadi semua hanyalah mimpi. Duniaku rasanya sudah terbolak-balik. Kehidupan asli di dunia asalku yang seharusnya adalah kenyataan menjadi salah satu mimpi dalam tidurku, sedangkan kehidupan aneh di dunia ini yang seharusnya mimpi adalah kehidupan sebenarnya yang sedang kualami saat ini. Mendadak aku merindukan keluargaku disana. Apa kabarnya dengan mereka semua?
            ~Tok.. Tok.. Tok.. Tok.. Tok..
            Suara ketukan yang sejak dari mimpiku sudah terdengar ternyata berasal dari pintu kamar.
            “Enutra.. Ayo buka pintunya!” ternyata yang sejak tadi mengetuk pintu itu adalah Mikoto.
            “Ya.. Ya.. Tunggu bentar..” aku berjalan mendekati pintu dan membukanya.
            Mikoto dengan cepat masuk ke dalam kamarku seolah sedang dikejar oleh seseorang.
            “Kenapa buru-buru gitu sih? Kangen ya?”
            “Maaf, tidak ada waktu untuk bercanda. Apa kamu sudah melihat buletin harian hari ini?”
            “Buletin?”
            “Ya, buletin yang selalu dipasang di papan pengumuman depan pintu masuk istana.”
            “Maaf, saya baru bangun tidur nih. Jadi belum sempat liat yang begituan.” aku menjulurkan lidahku.
            “Huft.. Yasudahlah. Tadi aku melihat berita tentang hilangnya Dionze di penjara.”
            “Oh ya? Jadi semalam kita memang bukan salah tempat? Jadi Dionze memang sudah kabur sebelum kita berdua mencoba membebaskannya?”
            “Tolong kecilkan suaramu itu! Aku khawatir jika ada yang mendengar pembicaraan kita.”
            “Ah ya.. Maaf.”
            “Jadi buletin itu memang benar memberitakan tentang hilangnya Dionze dari penjara, tapi bukan itu yang sebenarnya aku permasalahkan.”
            “Apa itu?”
            “Aku sudah membaca keseluruhan berita itu dan salah satunya ada tulisan yang memberitakan tentang hilangnya dua pakaian penjaga bertepatan dengan hilangnya Dionze semalam!”
            “Eh? Terus memangnya kenapa?”
            “Semalam sewaktu kita kembali ke kamarmu ini, kamu sudah membuang pakaian penjaga yang waktu itu kita curi?”
            “Belum......”
            “KENAPA BELUM DIBUANG???” belum selesai aku berbicara, Mikoto sudah memotongnya.
            “Emmm.. Itu soalnya.. Ituu.. Ummm..”
            “Tak kusangka ternyata kamu sebodoh itu.”
            “Tunggu dulu.. Sebenarnya ada alasan kenapa aku masih menyimpannya. Aku takut jika wangi tubuh kita terlacak oleh polisi kerajaan ketika baju itu ditemukan.”
            “Sok wangi kamu..” Mikoto memicingkan matanya, “Sebenarnya memang ada benarnya juga dengan perkataanmu, tapi biar bagaimanapun pakaian itu harus segera kita musnahkan. Aku khawatir jika suatu saat nanti ada pemeriksaan kamar dan menemukan baju penjaga itu, lagipula sepertinya kita lah yang paling dicurigai sebagai orang yang membantu kaburnya Dionze karena kita adalah temannya.”
            “Tidak usah terlalu khawatir seperti itu.”
            “Memang apa yang sudah kamu lakukan?”
            “Tidak ada.” Aku berkata sambil tersenyum kaku.
            “KENAPA KAMU BISA SETENANG ITU??” Mikoto mengguncang-guncangkan tubuhku.
            “Maaf.. Maaf.. Aku bercanda kok. Pakaian itu akan segera kubuang ke tempat pembuangan sampah. Dengan begitu, aroma tubuh kita akan tersamarkan dengan aroma sampah di sekitarnya.”
            “Bercandamu sama sekali tidak lucu.” Mikoto memicingkan matanya lagi.
            “Oh ya, Mikoto. Ada hal yang ingin aku bicarakan denganmu semenjak kita sampai di istana ini.”
            “Kenapa kamu tidak menanyakannya dari waktu itu?”
            “Waktu itu kamu kayak kucing hamil. Galak banget.”
            Muncul satu benjolan di kepalaku karena pukulan Mikoto.
            “Apa yang sebenarnya ingin kau tanyakan?”
            “Aku ingin menanyakan tentang jebakan yang kamu maksud saat serangkaian ledakan bom di kota beberapa hari yang lalu.”
            “Oh itu. Sekilas saja aku sudah mengetahui bahwa peristiwa itu adalah siasat dari seseorang yang ingin mengacak-acak Kota Velika.”
            “Bagaimana kau tahu itu?”
            “Mudah saja. Pertama, jika itu adalah serangan dari Bangsa Remidi, maka seharusnya ada kubah kegelapan di sekitar kita.”
            “Ah ya, itu masuk akal.”
            “Kedua, serangan bom tersebut hanya mengarah pada kerumunan orang saja, bukan pada tempat-tempat vital seperti yang pernah terjadi pada serangan-serangan Remidi sebelumnya.”
            “Iya juga ya? Aku baru menyadarinya.”
            “Dan terakhir, ini lah yang membuatku curiga bahwa ini adalah jebakan. Bom itu meledak setelah kita bertiga masuk ke kota ini.”
            “Memangnya hal itu berhubungan??”
            “Ya, karena kita masuk ke kota ini bersama dengan seseorang yang berasal dari musuh kerajaan ini.”
            “Maksudmu, Dionze?”
            “Benar sekali. Dionze adalah salah satu jendral di Kerajaan Olympus, maka dia akan dicurigai sebagai penyebab dari tragedi peledakan bom itu.”
            “Apa maksud mereka dengan menjebak Dionze? Jika begini maka Kerajaan Olympus akan menjadi semakin lemah karena mereka kehilangan jendral-jendralnya.”
            “Aku pikir ini karena ulah para pemberontak Olympus yang semakin lama semakin ramai dibicarakan akhir-akhir ini. Mereka sepertinya berencana menghancurkan Kerajaan Eternality beserta kerajaannya sendiri dan menguasai kedua kerajaan ini selagi kekuatan diantara dua kerajaan sedang melemah. Intinya ini adalah usaha adu domba.”
            “Apa? Aku belum pernah mendengar tentang pemberontakan itu dari Dionze.”
            “Sebelumnya aku sempat melewati ibukota Kerajaan Olympus, Atheins. Disana keadaannya sedang sangat kacau. Demonstrasi terjadi dimana-mana. Aku dengar bahwa seluruh jendral mereka telah mati dan menyisakan satu jendral besar yaitu jendral besar Diksy. Tapi setelah bertemu dengan Dionze, aku baru tahu ternyata masih ada satu jendral yang tersisa dan dia sepertinya menjadi target pembunuhan dari para pemberontak itu.”
            “Wah.. Berasa seperti di film-film detektif.”
            “Apa itu?”
            “Euuhh.. Bukan apa-apa.” aku lupa kalau di dunia ini sepertinya tidak ada yang namanya film.
            “Kalau dipikir-pikir, aku tidak menyangka akan bisa seakrab ini denganmu.”
            “Hahaha.. Kamu sebenarnya beruntung karena bisa bertemu dengan pria tampan sepertiku.”
            Satu lagi benjolan muncul di kepalaku karena pukulan Mikoto. Tapi, kali ini pukulannya lebih keras.
            “Sebaiknya aku kembali ke kamarku. Aku takut tingkat kemesumanmu akan semakin tinggi jika aku terus berada di sini.”
            “Terserah kamu...” aku bicara padanya dengan lemas karena pusing akibat pukulannya.
            ~Tooott.. Teetttt.. Totet.. Toteeettt..
            “Mikoto, Suara apa itu?”
            “Sepertinya itu terompet pengumuman.”
             Suara itu muncul dari sebuah kotak hitam sebesar laptop empat belas inchi yang menempel di dinding di atas ranjangku berada. Benda itu seperti speaker yang ada di duniaku, tapi bukankah di dunia ini tidak ada listrik?
            “Pengumuman kepada seluruh peserta pelatihan. Persiapkanlah diri kalian karena besok akan dimulai pelatihan pertama yang akan diadakan pagi hari di alun-alun Istana Velika. Terima kasih.”
            “Woah.. Besok dimulai latihan yang pertama ya? Seperti apa ya kira-kira?”
            “Aku juga belum tahu.”
            “Pelatihan seperti ini baru ada tahun ini kan ya?”
            Mikoto menganggukan kepalanya, “Ya sudah, aku mau kembali ke kamarku. Sampai jumpa nanti di alun-alun.”
            “Sip..” aku menaikkan jempol tanganku ke arahnya.
***

            “Tolong semuanya berbaris dengan rapi, sebentar lagi Raja Algeas akan segera datang dan memberikan pidato singkat.”
            Akhirnya aku dan sembilan belas peserta lainnya berkumpul untuk melaksanakan upacara pembukaan pelatihan kami yang pertama. Sejak awal aku datang ke dunia ini, aku tak pernah menyangka harus ikut pelatihan seperti ini. Kupikir bahwa Enutra adalah seorang ksatria pengembara hebat yang sudah diakui kehebatannya, tapi ternyata setelah mendengar penjelasan dari orang aneh di mimpiku waktu itu kalau Enutra tidak lebih hanya orang biasa yang sama sepertiku di dunia nyata. Dan kini aku harus mengikuti pelatihan yang bagiku ini tampak seperti masa orientasi saat kuliah waktu itu.
            “Selamat datang para orang terpilih dari tiga kerajaan aliansi! Aku ucapkan terima kasih atas kedatangan kalian semua.” Raja Algeas menyambut kami semua.
            Raja Algeas pun memberikan sambutan berupa pidato yang cukup panjang. Meskipun saat ini aku hanya berdiri dan mendengarkan, tapi rasanya lelah sekali. Ingin rasanya upacara ini segera diselesaikan.
            Selama aku tinggal di Istana Velika ini, aku sama sekali belum berkenalan dengan peserta lain selain Mikoto. Padahal, kamar kami saling berdekatan tapi setiap bertemu jarang sekali bertegur sapa. Entah mungkin karena aku datang agak terakhir hingga tidak sempat berkenalan dengan mereka, tapi hari ini aku yakin bisa memulai pertemanan dengan mereka semua.
            Ketika Raja Algeas sedang berpidato, sekilas aku melihat ada seorang gadis di belakangnya sedang berdiri memperhatikan si raja. Rasanya aku pernah melihat gadis itu sebelumnya. Gadis itu memakai pakaian gaun khas eropa. Rambutnya yang hitam kemerahan terurai panjang hingga pinggangnya. Wajahnya putih cantik dan tubuhnya ideal. Jangan-jangan dia adalah putri dari Raja Algeas? Tapi, dipikiranku masih mengganjal sosok seseorang yang sepertinya pernah kulihat sebelumnya. Siapa? Siapa dia?
            Saat ini aku melihat gadis itu seperti sedang mencari-cari seseorang di antara barisan peserta. Entah dia sedang mencari siapa, tapi akhirnya gadis itu berhenti mencari dan menatap ke arahku sambil tersenyum. Apa yang sebenarnya dia pikirkan? Kenapa dia menatap ke arahku?
            Mendadak aku teringat sebuah nama yang sudah lama aku lupakan.
            “Vivi..” aku bergumam sendiri saat semua sedang mendengarkan pidato panjang Raja Algeas.
            Ya, aku sudah mengingatnya. Dia sangat mirip sekali dengan Vivi, teman satu kelasku yang memiliki tingkah aneh dan selalu melihatku selama kuliah. Apakah mungkin.. Apakah mungkin dia adalah Vivi yang berasal dari duniaku?
            Upacara pembukaan pelatihan ini pun akhirnya selesai dilaksanakan. Kami terbagi menjadi empat tim yang terdiri dari lima orang peserta. Kali ini aku berada di tim tiga dan terpisah dengan Mikoto di tim satu. Tak apalah jika dia tidak bersamaku lagi, setidaknya kini aku bertemu dengan orang-orang baru disini.
            Aku memulai perkenalanku dan rata-rata mereka sudah mendengar dan mengenaliku sebagai ksatria cerberus. Sebenarnya ada sedikit rasa bangga tapi tetap saja itu bukan aku yang melakukannya. Empat orang lainnya dalam satu timku terdiri dari orang-orang dengan latar belakang dan kerajan yang berbeda-beda. Yang pertama ada Ryo Shinobu, seorang ahli penyamaran dari Kerajaan Yumekuni. Kemudian Gondez dan Sinister, pemanah dan petarung jarak dekat yang sangat ahli dari Kerajaan Pacifier. Dan terakhir adalah Alisana, gadis healer yang berasal dari kerajaan yang sama denganku yaitu Eternality.
            “Kita semua sudah saling berkenalan, sekarang kira-kira siapa yang mau menjadi ketua tim ini?” Ryo berkata kepada kami berempat.
            “Bagaimana kalau kita menunjuk Enutra saja sebagi ketuanya?” Sinister menunjuk ke arahku.
            “Eh?? Apa ini? Aku sama sekali belum berpengalaman sebagai seorang pemimpin.” aku menolak tawaran Sinister.
            “Ide bagus, Sinister. Ayolah, Enutra.. Sepertinya kamu pantas menjadi ketua tim ini. Lagi pula diantara kami semua hanya kamu yang mempunya gelar yang sangat hebat.” kali ini Gondez yang memintaku untuk menjadi ketua.
            “Kenapa kita tidak melakukan voting saja?” aku mencoba untuk mengelak dari tawaran ini.
            “Boleh juga idemu.. Kalau begitu, siapa yang mendukung Enutra untuk menjadi ketua tim ini?” Ryo berkata kepada kami berempat.
            Serentak mereka berempat mengacungkan tangannya.
            “Ayolah.. Kenapa tidak Ryo saja yang jadi ketua? Dia kan sejak tadi mengawali pembicaraan kita semua.”
            “Semua sudah setuju dengan keputusan ini, terima sajalah.” Ryo berkata padaku sambil tersenyum.
            “Tapi aku belum setuju, Ryo. Aku kan seorang pengembara yang sudah terbiasa menyindiri.”
            “Sebaiknya Enutra tidak usah dipaksakan begitu. Ryo, aku mengubah pendirianku, sepertinya aku merasa bahwa kamu lah yang cocok menjadi pemimpin tim ini.” Alisana merubah keputusannya.
            “Tunggu dulu, bagaimana dengan Gondez dan Sinister?” Ryo juga mengelak.
            “Gimana ya? Memang benar apa yang Enutra tadi katakan, kamu memang selalu mengawali percakapan dan mengatur semua keputusannya.” Sinister menjawab.
            “Dan kami berdua sepertinya merubah pilihan dan menunjukmu sebagai pemimpin tim ini.” Gondez melanjutkan perkataan Sinister.
            “Ah baiklah kalau memang keputusan dari semuanya seperti itu. Aku akan memegang jabatan ini. Mohon bantuannya.” Ryo membungkukkan badannya.
            Hatiku lega ketika ketua tim akhirnya telah diputuskan. Tak pernah terbayangkan bagiku untuk menjadi seorang pemimpin. Meskipun ini hanya sebuah tim kecil untuk pelatihan, tapi tetap saja menjadi seorang pemimpin adalah suatu hal yang mengerikan bagiku.
            Setelah kami semua selesai berkumpul dengan teman-teman di tim tiga, aku mendekati Alisana yang merupakan peserta paling pendiam diantara kami semua.
            “Hey, Alisana.. Sebelumnya aku berterima kasih karena sudah membantuku untuk mencegahku menjadi ketua di tim ini.”
            “Tidak perlu berterima kasih. Aku hanya tidak ingin tim ini dipimpin oleh seorang yang tidak memiliki keinginan untuk menjadi pemimpin.”
            “Eh? Umm.. Gitu ya? Ngomong-ngomong boleh aku bertanya sesuatu.”
            “Boleh, tapi aku tidak bisa berlama-lama.”
            “Baiklah, aku hanya ingin bertanya tentang gadis yang tadi berada di belakang Raja Algeas ketika dia sedang berpidato. Kamu tahu siapa dia?”
            “Aku pikir kamu akan menanyakan hal yang berhubungan dengan pelatihan, ternyata kamu hanyalah seorang mesum maniak.”
            “Kata-katamu menusuk sekali seperti Mikoto. Bisakah kamu jawab pertanyaanku tadi??”
            “Seharusnya kamu sudah tahu siapa dia, dia adalah putri dari raja Algeas, putri Vivian.”
            “Vivi? Maksudku.. Putri Vivian? Baiklah terima kasih atas infonya.”
            “Oh ya. Sudah tidak ada pertanyaan lagi bukan? Kalau begitu aku akan segera pulang ke kamarku.”
            “Yaa.. Sampai jumpa besok.” aku melambaikan tanganku pada Alisana.
            Vivian.. Namanya sangat mirip dengan Vivi. Sepertinya dia memang Vivi dari duniaku dan disini ternyata dia adalah seorang putri raja? Tapi kenapa waktu aku masih berada di duniaku dia sempat menggambar suasana mimpiku dan menuliskan kata Enutra? Apa jangan-jangan Vivi yang ada di duniaku adalah Vivian seperti halnya aku yang sekarang ada di dunia ini? Aku harap bisa bertemu dengannya secepatnya. Firasatku mengatakan bahwa dia memiliki jawaban dari semua pertanyaanku selama ini.
***

            Kubah gelap raksasa bangsa Remidi atau yang biasa disebut dengan kubah kegelapan yang menutupi sebagian wilayah dari Hutan Emerald kini semakin meluas. Permukaan tanah di sekitar kubah pun semakin amblas seiring dengan bertambah luasnya kubah itu. Suara deru mesin tak pernah berhenti menggema setiap waktu. Tempat ini sungguh terlihat seperti sebuah wilayah yang penuh dengan kerusakan.
            Kastil hitam raksasa yang mengontrol seluruh aktifitas di kubah ini masih berdiri dengan megahnya meski beberapa hari yang lalu sempat terjadi serangan mendadak dari kerajaan Olympus. Hingga saat ini, belum ada satu pun hal yang bisa menghancurkan kubah kegelapan milik Bangsa Remidi.
            Seorang pria berkuda mendekati kastil megah tersebut. Dilihat dari pakaiannya, dia sama sekali bukanlah seseorang dari Bangsa Remidi. Semua terlihat menghormati pria tersebut dan mempersilahkannya untuk masuk ke dalam kastil.
            “Tuan Tyron, ada seseorang yang ingin menemuimu. Dia bilang dia sudah memiliki janji dengan tuan.”
            “Oh, jadi dia sudah datang? Baiklah aku segera menemuinya.”
            Tyron, seorang pria tegap dengan tinggi sekitar 186cm berkulit gelap. Wajahnya penuh dengan parut disertai jenggot dan kumis yang bersatu ala van dyke[1]. Dia adalah pimpinan kubah kegelapan di Hutan Emerald. Saat ini ia berjalan menuju ruangan dimana seseorang sedang menunggu untuk bertemu dengannnya.
            “Tuan Tyron, maaf aku terlambat datang menemuimu.” tamu itu lebih dulu menyapa Tyron.
            “Tak perlu meminta maaf, bagaimana dengan rencanamu membombardir Kota Velika beberapa hari yang lalu? Berhasilkah?”
            “Ya kami berhasil melakukannya, tapi aku gagal menyingkirkan Jendral Dionze. Kabarnya dia hilang setelah sebelumnya tertangkap oleh tentara Kerajaan Eternality.”
            “Begitu ya? Jadi bagaimana rencanamu selanjutnya?”
            “Sebenarnya aku punya rencana berikutnya, tapi kali ini aku membutuhkan bantuanmu.”
            “Hahaha.. Tidak masalah.. Aku akan selalu siap membantu jendral besar seperti dirimu.” Tyron menepuk pundak tamu itu.
            “Terima kasih, Tuan.”
***


[1] Gaya ini diberi nama dari pelukis Sir Anthony van Dyck pada abad ke-17. Gaya ini terdiri dari jenggot dengan kumis tebal yang saling berhubungan.

3 komentar:

:10 :11 :12 :13 :14 :15 :16 :17
:18 :19 :20 :21 :22 :23 :24 :25
:26 :27 :28 :29 :30 :31 :32 :33
:34 :35 :36 :37 :38 :39
  1. Cepat update cerita selanjutnya bang...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tenang aja, pasti bakal di update setiap minggu kok.
      Yang chapter 12 udah di upload.. :)

      Hapus