CHAPTER 11 - PENCARIAN
Perlahan-lahan
mataku terbuka setelah semalaman terlelap dalam tidur. Seperti biasa aku
menggeliat sehabis terbangun untuk menyegarkan tubuhku. Jendela kamarku yang
menghadap langsung menuju ke arah jalanan kubuka dengan lebarnya. Terlihat
orang-orang dan kendaraan-kendaraan berlalu-lalang untuk memulai aktifitas
mereka masing-masing.
Aku
menghirup udara pagi yang segar sembari mendengarkan suara-suara khasnya. Kuperhatikan
jam dinding kamarku sedang menunjukkan pukul enam lewat lima belas menit, tidak
biasanya aku bangun sepagi ini.
“Ahh..
Ternyata masih jam segini.” aku berkata pada diri sendiri.
Pintu
kamarku kemudian terbuka dan terlihat seseorang masuk menghampiriku. Ternyata
orang itu adalah Erul, adikku, memberitahuku bahwa sarapan sudah disiapkan oleh
ibuku. Aku mengangguk gembira akan hal itu. Dia kemudian kembali keluar dan
menutup pintu kamarku.
Tunggu..
Rasanya
ada yang aneh dengan semua ini. Rasanya aku tidak seharusnya berada di tempat
ini. Tapi, bukankah ini adalah kamarku sendiri?
~Tok.. Tok.. Tok.. Tok.. Tok..
Tiba-tiba
saja pintu kamarku diketuk dengan kerasnya dari luar kamar. Ketukan itu semakin
lama semakin keras. Apa yang sebenarnya terjadi? Tubuhku mendadak tak bisa
digerakkan sama sekali. Semuanya semakin lama semakin gelap, namun suara
ketukan itu tidak berhenti berdengung di telingaku. Semakin gelap hingga
akhirnya aku tak bisa melihat apa-apa lagi.
***
~Tok.. Tok.. Tok.. Tok.. Tok..
Mataku perlahan-lahan terbuka. Ternyata
tadi semua hanyalah mimpi. Duniaku rasanya sudah terbolak-balik. Kehidupan asli
di dunia asalku yang seharusnya adalah kenyataan menjadi salah satu mimpi dalam
tidurku, sedangkan kehidupan aneh di dunia ini yang seharusnya mimpi adalah
kehidupan sebenarnya yang sedang kualami saat ini. Mendadak aku merindukan
keluargaku disana. Apa kabarnya dengan mereka semua?
~Tok.. Tok.. Tok.. Tok.. Tok..
Suara
ketukan yang sejak dari mimpiku sudah terdengar ternyata berasal dari pintu
kamar.
“Enutra..
Ayo buka pintunya!” ternyata yang sejak tadi mengetuk pintu itu adalah Mikoto.
“Ya..
Ya.. Tunggu bentar..” aku berjalan mendekati pintu dan membukanya.
Mikoto
dengan cepat masuk ke dalam kamarku seolah sedang dikejar oleh seseorang.
“Kenapa
buru-buru gitu sih? Kangen ya?”
“Maaf,
tidak ada waktu untuk bercanda. Apa kamu sudah melihat buletin harian hari
ini?”
“Buletin?”
“Ya,
buletin yang selalu dipasang di papan pengumuman depan pintu masuk istana.”
“Maaf,
saya baru bangun tidur nih. Jadi belum sempat liat yang begituan.” aku
menjulurkan lidahku.
“Huft..
Yasudahlah. Tadi aku melihat berita tentang hilangnya Dionze di penjara.”
“Oh
ya? Jadi semalam kita memang bukan salah tempat? Jadi Dionze memang sudah kabur
sebelum kita berdua mencoba membebaskannya?”
“Tolong
kecilkan suaramu itu! Aku khawatir jika ada yang mendengar pembicaraan kita.”
“Ah
ya.. Maaf.”
“Jadi
buletin itu memang benar memberitakan tentang hilangnya Dionze dari penjara,
tapi bukan itu yang sebenarnya aku permasalahkan.”
“Apa
itu?”
“Aku
sudah membaca keseluruhan berita itu dan salah satunya ada tulisan yang
memberitakan tentang hilangnya dua pakaian penjaga bertepatan dengan hilangnya
Dionze semalam!”
“Eh?
Terus memangnya kenapa?”
“Semalam
sewaktu kita kembali ke kamarmu ini, kamu sudah membuang pakaian penjaga yang
waktu itu kita curi?”
“Belum......”
“KENAPA
BELUM DIBUANG???” belum selesai aku berbicara, Mikoto sudah memotongnya.
“Emmm..
Itu soalnya.. Ituu.. Ummm..”
“Tak
kusangka ternyata kamu sebodoh itu.”
“Tunggu
dulu.. Sebenarnya ada alasan kenapa aku masih menyimpannya. Aku takut jika
wangi tubuh kita terlacak oleh polisi kerajaan ketika baju itu ditemukan.”
“Sok wangi kamu..” Mikoto memicingkan matanya, “Sebenarnya memang ada benarnya juga dengan perkataanmu, tapi biar bagaimanapun pakaian itu harus segera kita musnahkan. Aku khawatir jika suatu saat nanti ada pemeriksaan kamar dan menemukan baju penjaga itu, lagipula sepertinya kita lah yang paling dicurigai sebagai orang yang membantu kaburnya Dionze karena kita adalah temannya.”
“Sok wangi kamu..” Mikoto memicingkan matanya, “Sebenarnya memang ada benarnya juga dengan perkataanmu, tapi biar bagaimanapun pakaian itu harus segera kita musnahkan. Aku khawatir jika suatu saat nanti ada pemeriksaan kamar dan menemukan baju penjaga itu, lagipula sepertinya kita lah yang paling dicurigai sebagai orang yang membantu kaburnya Dionze karena kita adalah temannya.”
“Tidak
usah terlalu khawatir seperti itu.”
“Memang
apa yang sudah kamu lakukan?”
“Tidak
ada.” Aku berkata sambil tersenyum kaku.
“KENAPA
KAMU BISA SETENANG ITU??” Mikoto mengguncang-guncangkan tubuhku.
“Maaf..
Maaf.. Aku bercanda kok. Pakaian itu akan segera kubuang ke tempat pembuangan
sampah. Dengan begitu, aroma tubuh kita akan tersamarkan dengan aroma sampah di
sekitarnya.”
“Bercandamu
sama sekali tidak lucu.” Mikoto memicingkan matanya lagi.
“Oh
ya, Mikoto. Ada hal yang ingin aku bicarakan denganmu semenjak kita sampai di
istana ini.”
“Kenapa
kamu tidak menanyakannya dari waktu itu?”
“Waktu
itu kamu kayak kucing hamil. Galak banget.”
Muncul
satu benjolan di kepalaku karena pukulan Mikoto.
“Apa
yang sebenarnya ingin kau tanyakan?”
“Aku
ingin menanyakan tentang jebakan yang kamu maksud saat serangkaian ledakan bom
di kota beberapa hari yang lalu.”
“Oh
itu. Sekilas saja aku sudah mengetahui bahwa peristiwa itu adalah siasat dari seseorang
yang ingin mengacak-acak Kota Velika.”
“Bagaimana
kau tahu itu?”
“Mudah
saja. Pertama, jika itu adalah serangan dari Bangsa Remidi, maka seharusnya ada
kubah kegelapan di sekitar kita.”
“Ah
ya, itu masuk akal.”
“Kedua,
serangan bom tersebut hanya mengarah pada kerumunan orang saja, bukan pada
tempat-tempat vital seperti yang pernah terjadi pada serangan-serangan Remidi
sebelumnya.”
“Iya
juga ya? Aku baru menyadarinya.”
“Dan
terakhir, ini lah yang membuatku curiga bahwa ini adalah jebakan. Bom itu
meledak setelah kita bertiga masuk ke kota ini.”
“Memangnya
hal itu berhubungan??”
“Ya,
karena kita masuk ke kota ini bersama dengan seseorang yang berasal dari musuh
kerajaan ini.”
“Maksudmu,
Dionze?”
“Benar
sekali. Dionze adalah salah satu jendral di Kerajaan Olympus, maka dia akan
dicurigai sebagai penyebab dari tragedi peledakan bom itu.”
“Apa
maksud mereka dengan menjebak Dionze? Jika begini maka Kerajaan Olympus akan
menjadi semakin lemah karena mereka kehilangan jendral-jendralnya.”
“Aku pikir ini karena ulah para pemberontak Olympus yang semakin lama semakin ramai dibicarakan akhir-akhir ini. Mereka sepertinya berencana menghancurkan Kerajaan Eternality beserta kerajaannya sendiri dan menguasai kedua kerajaan ini selagi kekuatan diantara dua kerajaan sedang melemah. Intinya ini adalah usaha adu domba.”
“Aku pikir ini karena ulah para pemberontak Olympus yang semakin lama semakin ramai dibicarakan akhir-akhir ini. Mereka sepertinya berencana menghancurkan Kerajaan Eternality beserta kerajaannya sendiri dan menguasai kedua kerajaan ini selagi kekuatan diantara dua kerajaan sedang melemah. Intinya ini adalah usaha adu domba.”
“Apa?
Aku belum pernah mendengar tentang pemberontakan itu dari Dionze.”
“Sebelumnya
aku sempat melewati ibukota Kerajaan Olympus, Atheins. Disana keadaannya sedang
sangat kacau. Demonstrasi terjadi dimana-mana. Aku dengar bahwa seluruh jendral
mereka telah mati dan menyisakan satu jendral besar yaitu jendral besar Diksy.
Tapi setelah bertemu dengan Dionze, aku baru tahu ternyata masih ada satu
jendral yang tersisa dan dia sepertinya menjadi target pembunuhan dari para
pemberontak itu.”
“Wah..
Berasa seperti di film-film detektif.”
“Apa
itu?”
“Euuhh..
Bukan apa-apa.” aku lupa kalau di dunia ini sepertinya tidak ada yang namanya
film.
“Kalau
dipikir-pikir, aku tidak menyangka akan bisa seakrab ini denganmu.”
“Hahaha..
Kamu sebenarnya beruntung karena bisa bertemu dengan pria tampan sepertiku.”
Satu
lagi benjolan muncul di kepalaku karena pukulan Mikoto. Tapi, kali ini
pukulannya lebih keras.
“Sebaiknya
aku kembali ke kamarku. Aku takut tingkat kemesumanmu akan semakin tinggi jika
aku terus berada di sini.”
“Terserah
kamu...” aku bicara padanya dengan lemas karena pusing akibat pukulannya.
~Tooott.. Teetttt.. Totet.. Toteeettt..
“Mikoto, Suara apa itu?”
“Sepertinya
itu terompet pengumuman.”
Suara itu muncul dari sebuah kotak hitam sebesar laptop empat belas inchi yang menempel di dinding di atas ranjangku berada. Benda itu seperti speaker yang ada di duniaku, tapi bukankah di dunia ini tidak ada listrik?
Suara itu muncul dari sebuah kotak hitam sebesar laptop empat belas inchi yang menempel di dinding di atas ranjangku berada. Benda itu seperti speaker yang ada di duniaku, tapi bukankah di dunia ini tidak ada listrik?
“Pengumuman kepada seluruh peserta
pelatihan. Persiapkanlah diri kalian karena besok akan dimulai pelatihan
pertama yang akan diadakan pagi hari di alun-alun Istana Velika. Terima kasih.”
“Woah.. Besok dimulai latihan
yang pertama ya? Seperti apa ya kira-kira?”
“Aku
juga belum tahu.”
“Pelatihan
seperti ini baru ada tahun ini kan ya?”
Mikoto
menganggukan kepalanya, “Ya sudah, aku mau kembali ke kamarku. Sampai jumpa
nanti di alun-alun.”
“Sip..”
aku menaikkan jempol tanganku ke arahnya.
***
“Tolong semuanya berbaris dengan rapi,
sebentar lagi Raja Algeas akan segera datang dan memberikan pidato singkat.”
Akhirnya aku dan sembilan belas
peserta lainnya berkumpul untuk melaksanakan upacara pembukaan pelatihan kami
yang pertama. Sejak awal aku datang ke dunia ini, aku tak pernah menyangka
harus ikut pelatihan seperti ini. Kupikir bahwa Enutra adalah seorang ksatria
pengembara hebat yang sudah diakui kehebatannya, tapi ternyata setelah
mendengar penjelasan dari orang aneh di mimpiku waktu itu kalau Enutra tidak
lebih hanya orang biasa yang sama sepertiku di dunia nyata. Dan kini aku harus
mengikuti pelatihan yang bagiku ini tampak seperti masa orientasi saat kuliah
waktu itu.
“Selamat
datang para orang terpilih dari tiga kerajaan aliansi! Aku ucapkan terima kasih
atas kedatangan kalian semua.” Raja Algeas menyambut kami semua.
Raja
Algeas pun memberikan sambutan berupa pidato yang cukup panjang. Meskipun saat
ini aku hanya berdiri dan mendengarkan, tapi rasanya lelah sekali. Ingin
rasanya upacara ini segera diselesaikan.
Selama
aku tinggal di Istana Velika ini, aku sama sekali belum berkenalan dengan
peserta lain selain Mikoto. Padahal, kamar kami saling berdekatan tapi setiap
bertemu jarang sekali bertegur sapa. Entah mungkin karena aku datang agak
terakhir hingga tidak sempat berkenalan dengan mereka, tapi hari ini aku yakin bisa
memulai pertemanan dengan mereka semua.
Ketika
Raja Algeas sedang berpidato, sekilas aku melihat ada seorang gadis di
belakangnya sedang berdiri memperhatikan si raja. Rasanya aku pernah melihat
gadis itu sebelumnya. Gadis itu memakai pakaian gaun khas eropa. Rambutnya yang
hitam kemerahan terurai panjang hingga pinggangnya. Wajahnya putih cantik dan
tubuhnya ideal. Jangan-jangan dia adalah putri dari Raja Algeas? Tapi,
dipikiranku masih mengganjal sosok seseorang yang sepertinya pernah kulihat
sebelumnya. Siapa? Siapa dia?
Saat
ini aku melihat gadis itu seperti sedang mencari-cari seseorang di antara
barisan peserta. Entah dia sedang mencari siapa, tapi akhirnya gadis itu
berhenti mencari dan menatap ke arahku sambil tersenyum. Apa yang sebenarnya
dia pikirkan? Kenapa dia menatap ke arahku?
Mendadak
aku teringat sebuah nama yang sudah lama aku lupakan.
“Vivi..”
aku bergumam sendiri saat semua sedang mendengarkan pidato panjang Raja Algeas.
Ya,
aku sudah mengingatnya. Dia sangat mirip sekali dengan Vivi, teman satu kelasku
yang memiliki tingkah aneh dan selalu melihatku selama kuliah. Apakah mungkin..
Apakah mungkin dia adalah Vivi yang berasal dari duniaku?
Upacara
pembukaan pelatihan ini pun akhirnya selesai dilaksanakan. Kami terbagi menjadi
empat tim yang terdiri dari lima orang peserta. Kali ini aku berada di tim tiga
dan terpisah dengan Mikoto di tim satu. Tak apalah jika dia tidak bersamaku
lagi, setidaknya kini aku bertemu dengan orang-orang baru disini.
Aku
memulai perkenalanku dan rata-rata mereka sudah mendengar dan mengenaliku
sebagai ksatria cerberus. Sebenarnya ada sedikit rasa bangga tapi tetap saja
itu bukan aku yang melakukannya. Empat orang lainnya dalam satu timku terdiri
dari orang-orang dengan latar belakang dan kerajan yang berbeda-beda. Yang
pertama ada Ryo Shinobu, seorang ahli penyamaran dari Kerajaan Yumekuni.
Kemudian Gondez dan Sinister, pemanah dan petarung jarak dekat yang sangat ahli
dari Kerajaan Pacifier. Dan terakhir adalah Alisana, gadis healer yang berasal dari kerajaan yang sama denganku yaitu
Eternality.
“Kita
semua sudah saling berkenalan, sekarang kira-kira siapa yang mau menjadi ketua
tim ini?” Ryo berkata kepada kami berempat.
“Bagaimana
kalau kita menunjuk Enutra saja sebagi ketuanya?” Sinister menunjuk ke arahku.
“Eh??
Apa ini? Aku sama sekali belum berpengalaman sebagai seorang pemimpin.” aku
menolak tawaran Sinister.
“Ide
bagus, Sinister. Ayolah, Enutra.. Sepertinya kamu pantas menjadi ketua tim ini.
Lagi pula diantara kami semua hanya kamu yang mempunya gelar yang sangat
hebat.” kali ini Gondez yang memintaku untuk menjadi ketua.
“Kenapa
kita tidak melakukan voting saja?” aku mencoba untuk mengelak dari tawaran ini.
“Boleh
juga idemu.. Kalau begitu, siapa yang mendukung Enutra untuk menjadi ketua tim
ini?” Ryo berkata kepada kami berempat.
Serentak
mereka berempat mengacungkan tangannya.
“Ayolah..
Kenapa tidak Ryo saja yang jadi ketua? Dia kan sejak tadi mengawali pembicaraan
kita semua.”
“Semua
sudah setuju dengan keputusan ini, terima sajalah.” Ryo berkata padaku sambil
tersenyum.
“Tapi
aku belum setuju, Ryo. Aku kan seorang pengembara yang sudah terbiasa
menyindiri.”
“Sebaiknya
Enutra tidak usah dipaksakan begitu. Ryo, aku mengubah pendirianku, sepertinya
aku merasa bahwa kamu lah yang cocok menjadi pemimpin tim ini.” Alisana merubah
keputusannya.
“Tunggu
dulu, bagaimana dengan Gondez dan Sinister?” Ryo juga mengelak.
“Gimana
ya? Memang benar apa yang Enutra tadi katakan, kamu memang selalu mengawali
percakapan dan mengatur semua keputusannya.” Sinister menjawab.
“Dan
kami berdua sepertinya merubah pilihan dan menunjukmu sebagai pemimpin tim
ini.” Gondez melanjutkan perkataan Sinister.
“Ah
baiklah kalau memang keputusan dari semuanya seperti itu. Aku akan memegang
jabatan ini. Mohon bantuannya.” Ryo membungkukkan badannya.
Hatiku
lega ketika ketua tim akhirnya telah diputuskan. Tak pernah terbayangkan bagiku
untuk menjadi seorang pemimpin. Meskipun ini hanya sebuah tim kecil untuk
pelatihan, tapi tetap saja menjadi seorang pemimpin adalah suatu hal yang
mengerikan bagiku.
Setelah
kami semua selesai berkumpul dengan teman-teman di tim tiga, aku mendekati
Alisana yang merupakan peserta paling pendiam diantara kami semua.
“Hey,
Alisana.. Sebelumnya aku berterima kasih karena sudah membantuku untuk
mencegahku menjadi ketua di tim ini.”
“Tidak
perlu berterima kasih. Aku hanya tidak ingin tim ini dipimpin oleh seorang yang
tidak memiliki keinginan untuk menjadi pemimpin.”
“Eh?
Umm.. Gitu ya? Ngomong-ngomong boleh aku bertanya sesuatu.”
“Boleh,
tapi aku tidak bisa berlama-lama.”
“Baiklah,
aku hanya ingin bertanya tentang gadis yang tadi berada di belakang Raja Algeas
ketika dia sedang berpidato. Kamu tahu siapa dia?”
“Aku pikir kamu akan menanyakan hal yang berhubungan dengan pelatihan, ternyata kamu hanyalah seorang mesum maniak.”
“Aku pikir kamu akan menanyakan hal yang berhubungan dengan pelatihan, ternyata kamu hanyalah seorang mesum maniak.”
“Kata-katamu
menusuk sekali seperti Mikoto. Bisakah kamu jawab pertanyaanku tadi??”
“Seharusnya
kamu sudah tahu siapa dia, dia adalah putri dari raja Algeas, putri Vivian.”
“Vivi?
Maksudku.. Putri Vivian? Baiklah terima kasih atas infonya.”
“Oh
ya. Sudah tidak ada pertanyaan lagi bukan? Kalau begitu aku akan segera pulang
ke kamarku.”
“Yaa..
Sampai jumpa besok.” aku melambaikan tanganku pada Alisana.
Vivian..
Namanya sangat mirip dengan Vivi. Sepertinya dia memang Vivi dari duniaku dan
disini ternyata dia adalah seorang putri raja? Tapi kenapa waktu aku masih
berada di duniaku dia sempat menggambar suasana mimpiku dan menuliskan kata
Enutra? Apa jangan-jangan Vivi yang ada di duniaku adalah Vivian seperti halnya
aku yang sekarang ada di dunia ini? Aku harap bisa bertemu dengannya
secepatnya. Firasatku mengatakan bahwa dia memiliki jawaban dari semua
pertanyaanku selama ini.
***
Kubah
gelap raksasa bangsa Remidi atau yang biasa disebut dengan kubah kegelapan yang
menutupi sebagian wilayah dari Hutan Emerald kini semakin meluas. Permukaan
tanah di sekitar kubah pun semakin amblas seiring dengan bertambah luasnya
kubah itu. Suara deru mesin tak pernah berhenti menggema setiap waktu. Tempat
ini sungguh terlihat seperti sebuah wilayah yang penuh dengan kerusakan.
Kastil
hitam raksasa yang mengontrol seluruh aktifitas di kubah ini masih berdiri
dengan megahnya meski beberapa hari yang lalu sempat terjadi serangan mendadak
dari kerajaan Olympus. Hingga saat ini, belum ada satu pun hal yang bisa
menghancurkan kubah kegelapan milik Bangsa Remidi.
Seorang
pria berkuda mendekati kastil megah tersebut. Dilihat dari pakaiannya, dia sama
sekali bukanlah seseorang dari Bangsa Remidi. Semua terlihat menghormati pria
tersebut dan mempersilahkannya untuk masuk ke dalam kastil.
“Tuan
Tyron, ada seseorang yang ingin menemuimu. Dia bilang dia sudah memiliki janji
dengan tuan.”
“Oh,
jadi dia sudah datang? Baiklah aku segera menemuinya.”
Tyron,
seorang pria tegap dengan tinggi sekitar 186cm berkulit gelap. Wajahnya penuh
dengan parut disertai jenggot dan kumis yang bersatu ala van dyke[1].
Dia adalah pimpinan kubah kegelapan di Hutan Emerald. Saat ini ia berjalan
menuju ruangan dimana seseorang sedang menunggu untuk bertemu dengannnya.
“Tuan
Tyron, maaf aku terlambat datang menemuimu.” tamu itu lebih dulu menyapa Tyron.
“Tak
perlu meminta maaf, bagaimana dengan rencanamu membombardir Kota Velika beberapa
hari yang lalu? Berhasilkah?”
“Ya
kami berhasil melakukannya, tapi aku gagal menyingkirkan Jendral Dionze.
Kabarnya dia hilang setelah sebelumnya tertangkap oleh tentara Kerajaan
Eternality.”
“Begitu
ya? Jadi bagaimana rencanamu selanjutnya?”
“Sebenarnya
aku punya rencana berikutnya, tapi kali ini aku membutuhkan bantuanmu.”
“Hahaha..
Tidak masalah.. Aku akan selalu siap membantu jendral besar seperti dirimu.”
Tyron menepuk pundak tamu itu.
“Terima
kasih, Tuan.”
***
[1] Gaya
ini diberi nama dari pelukis Sir Anthony van Dyck pada abad ke-17. Gaya ini terdiri dari jenggot dengan
kumis tebal yang saling berhubungan.
:18 :19 :20 :21 :22 :23 :24 :25
:26 :27 :28 :29 :30 :31 :32 :33
:34 :35 :36 :37 :38 :39
Selanjutnya: CHAPTER 12 - RESPON
BalasHapusCepat update cerita selanjutnya bang...
BalasHapusTenang aja, pasti bakal di update setiap minggu kok.
HapusYang chapter 12 udah di upload.. :)